Laman

Minggu, 11 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (18): Sejarah Lokasi Jakarta Baru di Kalimantan Timur, Dulu di Palangkaraya; Brunei, Sarawak, Sabah, Sulu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Timur di blog ini Klik Disini 

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo secara resmi pada tanggal 26 Agustus 2019 menetapkan Provinsi Kalimantan Timur yang akan menjadi Ibu Kota Indonesia baru yang lokasinya berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara. Gagasan pemindahan itu sudah lama ada bahkan sejak era Presiden Soekarno yakni di Palangkaraja (Provinsi termuda waktu itu, Kalimantan Tengah). Baru akhir-akhir ini gagasan pemindahan itu dilakukan lebih serius.

Pemindahan ibu kota negara bukanlah hal yang baru. Amerika Serikat jauh di masa lampau memindahkan ibu kota dari New York ke Washington DC. Demikian juga India dari Calcutta ke New Delhi dan Birma (Myanmar). Lalu yang terbilang relatif muda adalah negara Malaysia dari Kuala Lumpur ke Patra Jaya. Ibu kota Jakarta tentu saja di masa lampau adalah ibu kota baru yang sebelumnya di stad (kota) Batavia (berada di jalan Kali Besar yang sekarang) dipindahkan ke Weltevreden (sekitar Monas yang sekarang). Tentu saja jangan lupa ibu kota Republik Indonesia pernah dipindahkan dari Djakarta (Batavia) ke Djogjakarta (1946-1949) dan pada saat Perang Kemerdekaan setelah Djogjakarta diduduki Belanda (NICA) tahun 1948 muncil ibu kota baru di Bukittinggi (Fort de Kock) dengan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Artikel ini tidak menguraikan rencana tata ruang ibu kota Republik Indonesia di Kalimantan Timur, tetapi menelusuri sejarah area (wilayah) dimana ibu kota baru (Jakarta Baru) akan dibangun. Lantas bagaimana sejarahnya? Yang jelas pembangunan di lokasi ibu kota baru ini tidak hanya memiliki dampak langsung pada Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda dan Kota Balikpapan tetapi juga memiliki implikasi terhadap negara Brunei, Sabah dan Serawak (Malaysia) serta Sulu (Filipina). Lalu apakah ada sejarahnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Ibu Kota Baru: Sejarah Awal Lokasi

Lokasi ibu kota baru Republik Indonesia berada di perbatasan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Itu berarti sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dipisahkan dan kemudian dibentuk wilayah khusus administrasi ibu kota negara Republik Indonesia: Kota Jakarta Baru. Sebagai ibu kota negara Republik Indonesia, wilayah administrasi baru ini dengan sendirinya dipisahkan dari Provinsi Kalimantan Timur.

Kabupaten Penajam Paser Utara adalah pemekaran dari Kabupaten Paser pada tahun 2002 (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002). Nama Kabupaten Paser sebelunya adalah Kabupaten Pasir. Sementara itu Kabupetan Kutai dihapuskan pada tahun 1999 yang lalu kemudian dibentuk tiga kabupaten: Kutai Kartanegara, Kuta Barat dan Kutai Timur. Jauh sebelumnya Kabupaten Kutai dimekarkan dengan membentuk Kota Samarinda dan Kabupaten Pasir dimekarkan dengan membentuk Kota Balikpapan. Nama-nama Pasir, Kutai dan Balikpapan sudah dikenal sejak lama, paling tidak sudah diidentifikasi pada Peta 1657. Nama Samarinda baru populer setelah tahun 1850 (saat Residen Zuid en Oostkust van Borneo yang berkedudukan di Bandjarmasin berkunjung ke kerajaan Koetai). Sejak era VOC nama Pasir atau Passir etap eksis hingga belakangan ini diubah menjadi Paser, sedangkan nama Koetai di era VOC diidentifikasi sebagai Coety, Kotty atau Koetei. Besar dugaan nama Pasir berasal dari pasar (suatu pusat perdagangan) dan naa Kutai berasal dari kotta atau kota (suatu pemukiman).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar