Laman

Rabu, 30 Desember 2020

Sejarah Aceh (31): Societeit 'Atjeh Club', Organisasi Sosial Eropa-Belanda di Kota Radja; Organisasi Kebangsaan Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini 

Organisasi sosial (Societeit) dibentuk di sejumlah kota dimana terdapat cukup banyak orang Eropa (Belanda). Societeit pertama di Hindia Belanda dididirkan di Batavia pada tahun 1815 dengan nama Societeit Harmonie. Societeit ini menjadi locus pemersatu di dalam kota dalam hubungannya dengan keseharian (hiburan, hobi dan fumgsi sosial lainnya), Meski para anggotanya adalah orang Eropa tetapi juga ada pribumi yang menjadi anggota. Societeit didirikan dan disahkan oleh pemerintah secara formal (dengan legal standing staatsblad) jika memenuhi persyaratan seperti adanya AD-ART. Societeit juga terdapat di kota-kota Eropa dan Amerika.

Selain societeit di Batavia, juga ada societeit di Penang dan Singapoera. Kota-kota lain di Hindia Belanda yang memiliki societeit adalah kota Semarang, Soerabaja, Padang, Makassar dan Bandoeng. Societeit juga didirikan di kota-kota kecil dimana terdapat banyak populasi orang Eropa seperti di Pakalongan, Manado dan Palembang. Oleh karena societeit mengenakan iuran wajib dan sumbangan sukarela, organisasi sosial ini dapat membangun gedung sendiri, gedung yang dilengkapi kantor sekretariat, ruang pertemuan dan cafe. Di dalam gedung ini rapat tahunan diadakan untuk mendengar laporan pertanggungjawaban pengurus dan setiap dua tahun diadakan pemilihan pengurus baru. Societeit menjadi cara masyarakat untuk bersosialisasi dan berotganisasi. Di dalam societeit juga dibentuk klub-klub sesuai minat para anggota seperti klub musik, klub olahraga, klub berburu dan bahkan klub ilmu pengetahuan.

Lantas apa pentingnya sejarah societeit? Yang jelas dari adanya societeit orang-orang Eropa (Belanda) ini, orang pribumi belajar berorganisasi dengan membentuk organisasi sosial kebangsaan sendiri (seperti Medan Perdamaian, Boedi Oetomo dan Indische Vereeniging). Lalu bagaimana sejarah societeit di Kota Radja, Atjeh? Nah, itu dia. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Atjeh Club di Kota Radja

Pada tahun 1878 di Kota Radja telah dibentuk organisasi sosial yang diberi nama ‘Atjeh Club’ dan telah disyahkan oleh pemerintah sebagai organisasi sosial yang memiliki legal standing (Staatsblad 1878 No. 284). Ini dengan sendirinya telah menambah jumlah societeit di seluruh Hindia Belanda.

Societeit yang sudah memiliki lagal standing adalah De harmonie di Serang (Ordonnancie 9 Februar) 1876, Staatsblad No. 40; De Harmonie di Batavia; Concordia di Batavia; Chinesehe sociëteit ‘Batavia’ di Batavia (Besluit 28 april 1876 No. 10); Phoenix di Cheribon; Amieitia di Indramajoe (Besluit 23 December 1874 No. 21); Slamat di Tegal (Besluit 5 Oktober 1875 No. 12); Deleetatio di Pekalongan (Besluit 1 april 1874 No. 9); Amicitia di Semarang; Boen Hian Tong di Semarang (Ordonnancie 9 Februari 1876, Staatsblad No. 48); Sociëteit Mangoensari di Kendal (Ordonnancie 6 November 1875, Staatsblad No. 210); Soeka Ramé di Pati; Concordia di Rembang; De Harmonie di Toeban (Ordonnantie 26 April 1878, St. No. 144); Burgersoeieteit Soembing di Temanggoeng (Besluit 12 Mei 1875 No. 5); Coneordia di Soerabaja; De Club di Soerabaja; Modderlust di Soerabaja (Ordonnantie 9 Juli 1874, Staatsblad No. 182); Vereeniging Constantia di Soerabaja (Ordonnantie 10 September 1875 No. 3, Staatsblad No. 197); Park Simpang di Soerabaja (Ordonnancie 19 April 1876 No. 8, Staatsblad No. 107); Gezelligheid di Soerabaja (Staatsblad 1876 No. 50); Gezelligheid di Pamekasan (Ordonnantie 3 Augustus, 1876 No. 1, Staatsblad No. 199); Sociëteit Soeka-hati di Soemenep (Ordonnancie 10 September 1875 No, 1, Staatsblad no. 8); Harmonie di Probolingo (Ordonnancie 13 Juli 1876 No. 4, St. no. 173); Den Briel di Besoeki; Den Dam di Sitoebondo; Sociëteit Tempeh Limpeni di Loemadjang (Ordonnancie 29 Juli 1878, St. No. 208) ; Sociëteit Poerworedjo di Poerworedjo (Ordonnancie 6 September 1876 (Staatsblad No. 231 dan St. 1878 No. 113); Harmonie di Banjoemas (Ordonnancie 11 April 1876 No. 1, Staatsblad No. 93); De Verpoozing di Tjüatjap; De Gezelligheid di Banjoewangi (Staatsblad 1876 No. 120; Phoenix di Kediri (Besluit 5 December 1872 No. 30); Harmonie di Soerakarta (Ordonnancie 22 December 1874 No. 10, Staatsblad No. 283); De Merapi di Bojolali (Staatsblad 1873Nno. 282); De Vereeniging di Djokjakarta; De Harmonie di Ngawi (Staatsblad 1873 No. 201); Burgersocieteit di Padang (Ordonnancie 13 Februarij 1875 No. 26, Staatsblad No. 51); Sociëteit de Eendracht di Padang (Ordonnancie 29 November 1877, Staatsblad No. 240); Belvédère di Port de Koek (Ordonnancie 26 April 1876 No. 7 (Staatsblad, No. 122); Schoonverbond di Palembang (Staatsblad 1873, No. 73); Sempiterne di Riouw (Staatsblad 1878 No. 285); Witte Sociëteit di Singkawang (Ordonnancie 25 Augustus No. 25, Staatsblad No. 191); Sociëteit Minahassa di Menado (St. 1878 No. 182); De Harmonie di Makasser (Besluit 1 November 1877 No. 11); De Eendragt di Amboina (St. 1873 No. 189); De Gezelligheid di Banda (Ordonnancie 29 Maart 1878 No. 15, Staatsblad No. 119); Minerva di Ternate.

Hingga berdirinya societeit Atjeh Club di Kota Radja pada tahun 1878, di Medan belum ada organisasi sosial. Di Sumatra baru terdapat di Padang, Palembang, Fort de Kock dan Kota Radja. Ini mengindikasikan bahwa jumlah societeit belum banyak dan belum menyeluruh di seluruh Hindia Belanda.

Di Medan tentu saja belum ada organisasi sosial (societeit). Hal ini karena kota Medan masih kota yang sangat kecil. Di Medan baru dibentuk cabang pemerintah dan ditempatkan seorang Controleur pada tahun 1875. Sehubungan dengan penempatan Controleur di Medan, status controleur di Laboehan sejak 1863 ditingkatkan menjadi Asisten Residen (Afdeeling Deli); Baru pada tahun 1879 ibu kota Deli dipindahkan dari Laboehan ke Medan (status controleur di Medan ditingkatkan menjadi Asisten Residen, sebaliknya di Laboehan diturunkan menjadi Controleur). Afdeeling Deli termasuk Residentie Oostkust van Sumatra yang beribukota di Bengkalis. Pemindahan ibu kota dari Laboehan ke Medan karena investor semakin banyak yang membuka perkebunan di sekitar Medan. Kota Medan cepat berkembang. Pada tahun 1883 ibukota Residentie Oostkust van Sumatra di Bengkalis dipindahkan ke Medan. Organisasi sosial di Medan baru dibentuk pada tahun 1883 (dengan nama De Witte Societeit).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Organisasi Kebangsaan Indonesia

Di Padang pada tahun 1900, seorang mantan guru, Dja Endar Moeda menggagas suatu organisasi sosial (societeit) yang dikelola oleh orang pribumi. Organisasi sosial ini diberi nama Medan Perdamaian. Organisasi ini dapat dikatakan organisasi kebangsaan pribumi (Indonesia) yang pertama, jauh sebelum organisasi kebangsaan Boedi Oetomo didirikan di Batavia pada bulan Mei 1908 oleh Raden Soetomo dkk (yang berkuliah di STOVIA).

Dja Endar Moeda setelah bertugas sebagai guru selama 10 tahun di berbagai tempat, pada tahun 1894 pensiun di Singkil dan kemudian berangkat naik haji ke Mekkah. Sepulang haji, Dja Endar Moeda memilih bertempat tinggal di Padang (ibu kota Province Sumatra’s Westkust). Pada tahun 1895 Dja Endar Moeda mendirikan sekolah swasta di Padang karena banyak penduduk usia sekolah tidak tertampung di sekolah pemerintah. Pada tahun 1897 Dja Endar Moeda diminta penerbit untuk menjadi editor surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat (editor pribumi pertama(. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi surat kabar tersebu termasuk percetakannya. Pada tahun itu Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu Tapian Na Oeli dan majalan dua mingguan Insulinde. Dengan portofolio yang tinggi tersebut menginisiasi organisasi kebangsaaan Medan Perdamaian yang mana surat kabar Pertja Barat sebagai organnya. Dja Endar Moeda bertindak sebagai direktur pertama Medan Perdamaian, organisasi yang bersifat nasional. Pada tahun 1902 Medan Perdamaian memberikan sumbangan ke Semarang sebesar f14.000 untuk peningkatan pendidikan pribumi di Semarang.

Menjelang kongres pertama Boedi Oetomo di Djogjakarta pada bulan Oktober 1908, organisasi Boedi Oetomo diokupasi oleh golongan senior yang umumnya pejabat lokal dan misinya berubah dari nasional menjadi kedaerahan (hanya Jawa, Madura dan Bali). Mendengar berita itu, seorang mahasiswa di Belanda, Soetan Casajangan berinisiatif mendirikan organisasi yang berhaluan nasional. Soetan Casajangan mengundang seluruh mahasiswa pribumi di Belanda ke rumahnya di Leiden untuk rapat pembentukan organisasi kebangsaan. Hasil rapat pada tanggal 25 Oktober 1908 disepakati didirikan organisasi Indonesia dengan nama Indische Vereeniging yang mana secara aklamasi mengangkat Soetan Casajangan sebagai presiden organisasi. Pada tahun 1924 Mohamad Hatta dkk mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI).

Soetan Casajangan adalah seorang guru di Padang Sidempoean, yang pada tahun 1905 melanjutkan pendidikan ke Belanda untuk mendapatkan akta guru setara Eropa. Pada saat tiba di Belanda, jumlah mahasiswa pribumi baru satu orang yakni Raden Kartono (abang dari RA Kartini). Pada tahun 1908 jumlah mahasiswa pribumi di Belanda sudah mencapai duapuluhan. Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan kelahiran Padang Sidempoean lulus sekolah guru di Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1887 ( yang mana sebagai direktur sekolah adalah Charles Adriaan van Oppuijsen). Sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean dibuka pada tahun 1879 (pengganti sekolah guru di Tanobato yang dibuka 1862 dan ditutup pada tahun 1872). Salah satu lulusan pertama Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1884 adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, kelabhiran Padang Sidempoean. Hal itulah mengapa organisasi kebangsaan yang pertama di Padang (Medan Perdamaian) terhubung dengan organisasi kebangsaan di Belanda (Indische Vereeniging) yang sama-sama berhaluan nasional.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar