Laman

Jumat, 18 Desember 2020

Sejarah Aceh (6): Sejarah Bahasa Melayu, Bagaimana Terbentuknya Lingua Franca; Malaya, Atjeh dan Padang Sidempoean

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana terbentuknya lingua franca di nusantara pada zaman doeloe? Sulit diketahui. Yang jelas lingua franca di nusantara kemudian disebut bahasa Melayu. Lantas bagaimana lingua franca itu disebut bahasa Melayu? Juga suli diketahui. Namun, lingua franca tentu saja tidak dapat dikatakan dimulai dari kota (pelabuhan) Malaya (yang merujuk pada nama Himalaya, Malaya bergeser menjadi Malayu, Malay dan Malaysia). Sebab banyak kota-kota kuno sebagai pelabuhan sebelum munculnya kota (pelabuhan) Malaya. Sebut saja: Baroes di pantai barat Sumatra dan Binanga di pedalaman Sumatra (keduanya di wilayah Tapanuli bagian selatan yang sekarang).

Di dalam prasasti Kedukan Bukit (Sriwijaya, Palembang tahun 682) yang menggunakan bahasa Sanskerta, beberapa kosa kota terdapat dalam bahasa Melayu (bahasa Indonesia sekarang). Satu yang penting dalam teks prasasti itu dinyatakan: ‘vulan jyeşţha ḍapunta hiyaṃ maŕlapas dari minānga tamwan’ =  bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga’. Dari prasasti ini mengindikasikan Dapunta Hyang berangkat dari Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya prasasti ini (di Sungai Musi, Palembang). Dimanakah Minanga berada? Banyak para ahli yang menafasirkan berbeda. Namun yang paling masuk akal nama Minanga pada zaman kuno tersebut berada di Binanga yang sekarang (di daerah aliran sungai Barumun, Padang Lawas Sumatra Utara). Lalu dari nama Minanga atau Binanga berlepas? Boleh jadi dari pantai barat Sumatra di sekitar danau Siais pada masa ini (dekat kota Padang Sidempuan). Dalam teks bebeberapa kosa kata seperti ‘vulan’ diartikan ‘bulan’ dan ‘marlapas’ yang diartikan ‘berlepas’. Awalan ‘mar’ yang sama dengan ‘ber’ pada masa ini hanya ditemukan di Padang Lawas dan Padang Sidempuan. Minanga Tnmwan haruslah diartikan Binanga Temuan, yang berarti pertemuan sungai di Binanga. Pada masa ini di Binanga terdapat pertemuan dua sungai besar dimana juga di kawasan setempat ditemukan banyak candi kuno. Nah, lho!

Bagaimana terbentuknya lingua franca di nusantara dan bagaimana lingua franca tersebut  diklaim bahasa Melayu tentu saja menjadi pertanyaan-pertanyaan yang tetap menarik diselidiki. Sebab sejauh fakta dan data baru ditemukan, narasi sejarah harus diperbarui. Sebab sejarah adalah narasi fakta dan data. Menurut anak milenial sekarang seharusnya sejarah jangan banyak bacot. Lalu dari mana dimulai penyelidikannya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Lingua Franca Zaman Kuno: Binanga dan Sriwijaya

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca: Atjeh dan Padang Sidempoean

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar