Laman

Jumat, 18 Desember 2020

Sejarah Aceh (7): Sejarah Awal Penyebaran Bahasa Melayu, Sejarah Navigasi Pelayaran; Madagaskar, Bengali, Luzon, Pasifik, Maori

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini 

Penyebaran bahasa, terutama bahasa Melayu, sudah barang tentu peran kota (pelabuhan Atjeh) begitu penting. Hal ini karena posisi strategis pelabuhan Atjeh sebagai hub perdagangan internasional di ujung pulau Sumatra. Posisi pelabuhan Atjeh tidak hanya dilihat dari ujung daratan India di Ceylon dan ujung Africa di Goode Hoop, juga tidak karena hanya lalu lintas navigasi yang intens di selat Malaka, ternyata juga pelbabuhan Atjeh menjadi tujuan perdagangan di kawasan utara laut Andaman seperti Benggala, Pegu, Arakan dan Siam. Dalam situasi dan kondisi tersebutlah, pelabuhan Atjeh menjadi salah satu titik penyebaran bahasa Melayu.

Bahasa Melayu tidak hanya intens digunakan di Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Jawa, Celebes dan Maluku, tetapi bahasa Melayu juga ditemukan di Afrika Selatan, Madagaskar, Maladewa, Paragoa, Luzon, bahkan kawasan di lautan Pasifik hingga ke pulau Tasman dan New Zealand. Hal itulah mengapa bahasa Melayu (bahasa Indonesia) dalam banyak kosa kata terserap ke dalam bahasa setempat. Bagi pengamat bahasa internasional sekarang baik melalui media tulisan atau youtube merasa heran mengapa ada kemiripan (similarity) dengan bahasa Indonesia (bahasa Melayu) dengan bahasa Tagalog atau Filipino (Filipina), bahasa Maori (New Zealand), bahasa Tamil (India), bahasa Bengali (Bangladesh), bahasa Afrikaaans (Afrika Selatan), bahasa Malagasi (Madagaskan), Ke dalam daftar ini jangan lupa bahasa Belanda (karena banyaknya migran asal Indonesia di Belanda).

Lantas bagaimana persebaran bahasa Melayu sejak zaman kuno? Tentu saja urusan ini masuk pada bidang linguistik, tetapi tidak begitu menarik bagi para sejarawan. Okelah itu satu hal. Hal yang lebih penting adalah bagaima sejarah penyebaran bahasa Melayu itu bermula dan berlangsung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Era Moor dan Portugis: Filipina dan Kawasan Pasifik

Tunggu deskripsi lengkapnya

Era Belanda (VOC): Madagaskan dan Afrika Selatan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar