Laman

Rabu, 02 Desember 2020

Sejarah Singapura (12): Sejarah Pahang di Pantai Timur Semenanjung Malaya; King of Pan dan Navigasi Perairan Laut Cina Selatan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini 

Pada jaman lampau, tidak hanya secara navigasi, Pahang di pantai timur Semenanjung Malaya dalam transaksi perdagangan lebih dekat ke pantai barat Borneo, seperti Sambas, Mampawah dan Pontianak. Mengapa? Itu satu hal. Namun dua wilayah perdagangan (pantai timur Malaya dan pantai barat Borneo) secara teritorial dipisahkan oleh Riau-Lingga. Mengapa? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya dapat dijelaskan oleh sejarah Pahang.

Ketika bangsa Tartar mengusai daratan Cina (pada era VOC), perairan Laut Cina adalah perairan yang sangat intens oleh lalu lintas pelayaran orang-orang Eropa. Lalu lintas pertama di perairan Laut Cina adalah kapal-kapal Portugis yang menjalin hubungan perdagangan dengan China. Lalu kemudian menyusul Belanda yang menjalin hubungan perdagangan dengan Jepang. Sementara Spanyol yang terusir oleh Portugis dari Maluku membentuk koloni di Manila (Filipina). Lalu dalam perkembangannnya Belanda menaklukkan Malaka tahun 1643 dan kemudian Belanda mengusir Portugis dari Ternate (Maluku). Hal itulah yang menyebabkan Portugis membentuk koloni di Macao. Lalu kemudian muncul Inggris dengan membuka pos perdagangan di Hong Kong (yang disusul pembanguna pos perdagangan antara di pulau Penang dan kemudian Singapoera dan kemudian Malaka (tukar guling dengan Belanda di Bengkoelen tahun 1824). Sebelumnya pada tahun 1792 Amerika Serikat mengambil alih Filipina (dari Spanyol). Seorang pedagang Inggris tahun 1833 menemukan pulau di tengah perairan Laut Cina dan disebut namanya sesuai pemiliknya yakni Sprately (pedagang yang hilir mudik antara Batavia-Hongkong). Setelah Inggris menduduku pantai utara Borneo, si pendatang baru Prancis memulai peruntungan di Indochina (di selatan Hongkong dan Macao) pada tahun 1884 dan kemudian Prancis memperluas koloninya ke tengah perairan dengan menduduki pulau Sprately pada tahun 1930. Itulah dinamika perairan Laut Cina, dimana terdapat kesultanan Pahang dan kesultanan Sambas serta kesultanan Riau-Lingga.

Lantas bagaimana sejarah Pahang sendiri? Itulah yang akan diselidiki. Yang jelas dalam transaksi perdagangan Pahang lebih dekat ke Sambas tetapi secara teritorial dipisahkan oleh Riau-Lingga. Bagaimana semuanya terjadi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah internasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Singapura (11): Sejarah Kota Klang, Pulau di Muara Sungai Klang, Ibu Kota Tempo Dulu; Perang Selangor (1867-1874)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini

Pada zaman kuno, Klang tidak sepopuler Malaka. Sebelum terbentuk pulau Klang, kota Malaka sudah menjadi kota perdagangan yang ramai. Nama yang sudah eksis adalah nama sungai (Songi Kalang). Oleh karena terjadi proses sedimentasi jangka panjang di teluk dimana sungai Klang bermuara maka terbentuk beberapa pulau, salah satu diantaranya yang terpenting disebut pulau Kalang (Calang). Di pulau Klang ini kemudian terbentuk hunian (penduduk) yang lambat laun menjadi kota satelit Malaka (seperti halnya pulau Penang).

Kota Malaka ini awalnya adalah kota dagang di pantai barat Semenanjung Malaka dimana terdapat banyak orang yang berasal dari India. Kota ini awalnya disebut (hi)Malaya yang kemudian digunakan sebagai nama wilayah (Semenanjung Malaya). Orang-orang Moor atau Portugis menulisnya Malaka (Malaca). Nama Malaka yang kemudian terus eksis hingga ini hari. Namun demikian, nama Malaya (dari Himalaya) juga tetap eksis tetapi bukan nama kota tetapi nama wilayah semenanjung. Orang-orang Inggris mulai memperkenalkan nama Malaya sebagai Malay (Malajoe) dan pada saat pembentukan federasi (kesultanan) pada tahun 1963 di semenanjung dan pantai utara Borneo ditabalkan nama Malaysia..

Lantas bagaimana sejarah Klang? Namanya sudah sejak lama dikenal di wilayah Mandailing dan Angkola (Tapanoeli). Nama Klang semakin populer pasca Perang Selangor (1867-1874). Pada saat itu ibu kota (district) Selangor berada di Kwala Selangor (muara sungai Selangor). Namun dalam perkembangannya Inggris lebih tertarik menetapkan pusat pemerintahan di Kwala Loempoer (tempat dimana kounitas Cina dan komunitas Mandailing dan Angkola di wilayah hulu sungai Klang. Meski demikian, Klang tetap penting karena pintu masuk (gate) ke Koeala Loempoer. Dalam hal inilah sejarah Klang berlangsung. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah internasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.