Laman

Selasa, 05 Januari 2021

Sejarah Aceh (43): Sejarah Ir. Soekarno Berkunjung ke Aceh 1948, 1951 san 1953; PON Medan 1953, Pemberontakan di Atjeh

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini

Sesungguhnya Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia (RI) sangat respek terhadap Atjeh. Ini dibuktikan dengan tiga kali kunjungannya ke wilayah Atjeh di dalam zaman sulit: 1948, 1951 dan 1953. Pada fase zaman sulit ini dimulai pada Januari 1946, Pemerintah RI harus mengungsi dari ibu kota Djakarta ke Jogjakarta. Pada bulan Juni 1948 Presiden Soekarno mengunjungi rakyat Indonesia (republiken) di Atjeh. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, segera setelah RIS dibubarkan pada bulan Agustus 1950, Presiden Soekarno kembali ke Atjeh pada bulan Juli 1951 (setelah dibubarkannya RIS dan dibentuk kembali NKRI). Lalu Presiden Soekarno kembali ke Ateh pada bulan Maret 1953.

Pada zaman susah (awal berdirinya Republik Indonesia), bahkan pemerintah tidak memiliki tabungan. Pada saat awal pemindahan ibu kota ke Jogjakarta 1946 dilakukan pengumpulan dana dari masyarakat untuk turut mendukung keuangan pemerintah. Pada saat ibu kota diduduki militer NICA (Belanda) pada tahun 1948 juga diadakan penggalangan dana dari masyarkat si Sumatera Tengah. Pada tahun-tahun ini juga diadakan pengumpulan dana di Atjeh. Di daerah Tapanuli tidak ada penggalangan dana, karena lumbung-lumbung padi penduduk dialokasikasi untuk membantu para penduduk (republik) yang mengungsi dari Sumatra Timur ke wilayah Tapanuli dan demikian juga para pejuang dan TNI juga telah bergeser ke wilayah Tapanuli. Pemerintah RI hingga 1953 masih kesulitan finansial. Untuk penyelenggaraan PON II di Medan 1953 dari kebutuhan anggaran tujuh juta rupiah (termasuk pebanguan stadion) Pemerintah Pusat hanya memberikan Rp 750.000 kepada panitia yang dipimpin Gubernur Sumatra Utara Abdoel Hakim Harahap. Lalu dilakukan penggalangan dana dari masyarakat Sumatra Utara. Hal serupa ini juga pernah dilakukan oleh Gubernur Abdoel Hakim Harahap pada tahun 1951 dalam pendirian Universitas Sumatra Utara.

Lantas apa yang menjadi pangkal perkara munculnya pemberontakan di Atjeh pada tahun 1953? Yang jelas riak pemberontakan ini (di Langsa, Lhokseumawe dan Meulaboh) dimulai sejak kehadiran Presiden Soekarno di Medan dalam pembukaan PON ke-2 bulan September 1953 (lihat Algemeen Handelsblad, 22-09-1953). PON berakhir tanggal 27 September 1953 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 28-09-1953). Lalu apa yang menyebabkan Presiden Soekarno tersudut? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Ir. Soekarno Berkunjung ke Aceh 1948 dan 1951

Pesawat Presiden Soekarno dan rombongan sebelum mendarat di lapangan terbang Blang Bintang sempat berputar-berputar rendah beberapa kali di atas kota Sabang. Ini dapat dimaklumi menurut editor sebab seluruh rakyat Indonesia mengetahui slogan ‘Dari Sabang sampai Merauke’ (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 02-08-1951). Setiba di Kota Radja, Presiden Soekarno disambut gembira seluruh warga yang diiringi klakson kereta api. Presiden Soekarno di Kota Radja dua hari dan juga melakukan rapat akbar. Di hari kedia Presiden mengunjungi Museum Aceh dan beberapa hal lain termasuk proyek percontohan.

Sebelum perjalanan pulang, beberapa kali pesawat kepresidenan (Convairs) Radjawali berputar-putar di atas Sabang (pulau Weh), Dalam kunjungan ke Kota Radja ini, Presiden Soekarno didampingi Gubernur Sumatera Utara Abdoel Hakim Harahap, Kolonel M Simbolon, panglima militer Sumatra Utara dan Darwin Karim, kepala kepolisian Sumatra Utara. Catatan: Abdoel Hakim Harahap diangkat sebagai gubernur Sumatra Utara yang pertama pada bulan Januari 1950. Provinsi Sumatra Utara dalam hal ini tiga keresidenan: Tapanoeli, Atjeh dan Sumatra Timur. Abdoel Hakim Harahap di era perang kemerdekaan (1946-1949) adalah Residen Tapanoeli dan Gubernur Militer Tapanuli (setelah Sumatra Timur diduduki NICA-Belanda). Abdoel Hakim Harahap adalah pendiri Masyumi di Tapanoeli, pada era RIS, Abdoel Hakim Harahap adalah Wakil Perdana Menteri Republik Indonesia di Jogjakarta.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Ir. Soekarno Berkunjung ke Aceh 1953: PON II di Medan dan Pemberontakan di Atjeh

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar