Laman

Minggu, 17 Januari 2021

Sejarah Banten (22): Pulau Deli dan Pulau Tinjil Pantai Selatan Pandeglang; Kerajaan Kuno Angaina dan Aionaora Selatan Jawa

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Seperti halnya di pantai utara (pulau) Jawa, di pantai selatan (pulau) Jawa banyak kota-kota pelabuhan (kerajaan-kerajaan kecil di pantai) yang eksis sebelum (kerajaan) Demak menduduki kota pelabuhan Banten. Kerajaan-kerajaan kecil di pantai utara antara lain Tangerang, Tanara, Pontang, di pantai barat Anjer dan Panimbang dan di pantai selatan Sibongar, Sisurade dan Djampang Kulon.

Kerajaan-kerajaan kecil di pantai selatan (pulau) Jawa ini berdasarkan peta-peta Portugis antara lain Sebongar, Sesucar dan Junculon. Kerajaan Sebongar ini diduga nama tempat Tjiboengoer di sungai Tjimandiri (arah hulu Pelabuhan Ratu yang sekarang). Sementara Sesucar diduga nama tempat Surade yang sekarang. Sedangkan Junculon, adalah nama wilayah Djampang Kulon yang mereduksi menjadi Djoeng Kulon. Nama (pulau) di pantai barat Oedjoeng Koelon adalah hal yang lain. Pada peta-peta yang lebih tua buatan (berbahasa) Italia (Peta 1570) di pantai utara (pulau) Jawa diidentifikasi kota Demak dan Japara. Sementara di pantai selatan (pulau) Jawa diidentifikasi kota Angaina dan Aionaora. Nama yang mirip dengan Angaina ini adalah nama Angsana di pantai barat daya Banten (kini nama kecamatan Angsana, kabupaten Pandeglang). Nama tempat yang mirip dengan sulit diketahui. Pelabuhan Angaina berada di pantai selatan dan Aionaora berada di daerah aliran sungai, yang diduga sungai Tjimandiri tempat dimana kemudian diidentifikasi nama tempat Tjobongar. Dua nama tempat ini diduga adalah pelabuhan (kerajaan) Pakwan-Padjadjaran di pantai selatan Jawa.

Di pantai selatan, tidak jauh dari kerajaan-kerajan kuno di atas, terdapat dua pulau. Pulau ini sudah sejak lampau diidentifikasi dan masih eksis hingga ini hari yang dikenal sebagai Pulau Deli dan Pulau Tinjil (masuk wilayah kabupaten Pandeglang). Lantas apa menariknya sejarah dua pulau ini? Hal itulah yang ingin diketahui. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama-nama Kerajaan Kuno

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Kalapa dan Pulau Tinjil

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar