Laman

Senin, 25 Januari 2021

Sejarah Banten (34): Sejarah Kesehatan dan Awal Pembangunan Rumah Sakit di Banten; Serang, Pandeglang dan Rangkasbitung

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Sangat jarang sejarah kesehatan di suatu wilayah atau kota ditulis. Umumnya sejarah rumah sakit daerah dan rumah sakit kota yang sekarang yang ditulis. Yang jelas sejarah awal (pengembangan) kesehatan di suatu wilayah dan pendirian rumah sakit di ibu kota daerah tersebut adalah cikal bakal sejarh rumah sakit yang ada sekarang. Okelah, untuk melengkapi sejarah rumah sakit daerah diperlukan sejarah lama, terutama yang terkait dengan pendirian rumah sakit dan bentuk-bentuk pengembangan kesehatan penduduk di masa lampau.

Sejarah daerah pada awalnya relasi antara soal politik (para pemimpin penduduk pribumi) dan perdagangan (orang asing). Pada era Pemerintah Hindia Belanda, berbagai program pembangunan mulai diterapkan. Program pertama adalah pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang lalu diikuti pengembangan pertanian dan irigasi.Bersamaan dengan pembentukan dewan dan peradilan, mulai diperhatikan tentang pengembangan kesehatan penduduk dan pembangunan sarana kesehatan seperti mendatangkan dokter, pendirian klinik dan rumah sakit. Pentingnya kesehatan masyarakat tidak hanya untuk mencegah orang Eropa terjangkit, juga dengan eningkatnya status kesehatan penduduk akan meningkatkan produktivitas prnduduk yang mendorong volume perdagangan (ekonomi). Pada fase inilah awal sejarah kesehatan di suatu daerah.

Lantas bagaimana sejarah kesehatan di Residentie Banten? Itulah pertanyaan awalnya dan pertanyaan berikutnya bagaimana sejarah sarana kesehatan seperti rumah sakit bermula. Sebagaimana disebut di atas aspek sejarah ini kurang mendapat perhatian, dalam hal inilah narasi sejarah kesehatan di Banten diperlukan yang sudah barang tentu dimulai di Serang, kemudian disusul di Pandeglang dan Rangkasbitung. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pengembangan Kesehatan di Banten

Banten, sebuah kota pelabuhan begitu penting pada era Portugis maupun pada era VOC. Kerajaan (kesultanan) Banten adalah segalanya. Namun situasi berubah, ketika pada era Pemerintah Hindia Belanda, kota Banten (dan Karangantoe) memiliki banyak resiko: kondisi (pantai) yang tidak sehat dan memiliki potensi kerusakan jika terjadi tsunami. Lalu pada tahun 1830an ibu kota Residentie Banten dipindahkan dari Karangantoe (Banten) ke Serang.

Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1799, Pemerintahan Hindia Belanda dibentuk dimana wilayah Banten (eks kesultanan) dijadikan satu residentie (ibu kota di Karangantoe) dengan membentuk cabang pemerintahan di Serang, Anjer, Tjaringin yang kemudian disusul di Lebak. Pada era Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels mulai dibangun jalan poros trans Java antara Batavia-Panaroekan via Buitenzorg dan antara Batavia-Anjer via Tangerang. Jalan trans Java ini melalui beberapa tempat seperti Balaradja, Tjikande, Serang dan Tjilegon. Era lalu lintas daratan mulai berkembang. Posisi strategis Serang yang tegak lurus di kota (pelabuhan) Banten di Karangantoe menjadi penting. Ibu kota Residentie Banten mulai dipindahkan dari Karangantoe ke Serang.

Untuk mendukung ibu kota baru di Serang, selain sarana pemerintah dibangun seperti benteng, barak militer, rumah dan kantor residen, juga dibangun penjara sehubungan dengan terbentuknya peradilan. Pembangunan berikutnya adalah pembangunan rumah sakit dan sekolah untuk orang Eropa di Serang, Rumah sakit di Serang ini adalah rumah sakit yang pertama dibangun di Residentie Banten. Dalam perkembangannya diketahui sudah ada gereja di Serang dan sekolah pribumi dan masjid yang dibangun baru.

Nederlandsche staatscourant, 04-10-1854: ‘Gubernur Jenderal dan rombongan telah tiba di Serang pada tanggal 24 (Juli) tahun ini. Besok, Z. E. akan pergi ke bekas ibu kota Bantam, untuk melihat sisa-sisa dan bangunan-bangunan kunonya. Sekembalinya, Z.E. mengunjungi sekolah dasar negeri (ELS), sekolah pribumi, dan gedung gereja serta pada sore hari di Serang ke benteng, rumah sakit, barak militer, penjara dan mesigite (masjid) baru. Pada tanggal 26 Gubernur Jenderal berangkat ke Rangkas-Betoong, ibu kota dari Afdeeling Lcbak, untuk mengunjungi perumahan dan penjara yang sedang dibangun, dan kembali keesokan harinya melalui Pandeglang ke Serang. Di Pandeglang Z. E mengunjungi benteng dan messigite baru. Pada tanggal 28 Gubernur Jenderal meninggalkan ibu kota Serang dan melanjutkan perjalanan melalui Anyer menuju Tjiringien, dimana akan bermalam. Pada tanggal 29, Z. E. dari Tjiringien kembali ke Anjer dan naik kapal upa Sr. MS ‘Batavia’ untuk melanjutkan pelayaran ke pantai Province Sumatra’s Westkust’.

Rumah sakit di Serang tidak hanya digunakan untuk orang Eropa (dan militer) juga menjadi rumah sakit rujukan bagi penduduk di seluruh wilayah (Residentie) Banten. Kota Serang yang dibangun sejak era Daendels ini, seperti halnya Buitenzorg sudah menjadi rumah sakit alam sendiri seperti digambarkan oleh seorang penulis pada tahun 1857.

Nederlandsch Indie, 15-01-1858: ‘Ibu kota Serang adalah tempat kecil yang cantik, tempat dengan iklim yang sehat, lokasi yang indah, dikelilingi oleh lanskap (taman) dan pegunungan, rumah tinggal dan kantor Residen dengan lapang dan bangunan lain, bupati, sekretaris, kapten dan rumah perwira. Bangunan, jembatan Amerika, benteng kecil (blokhuis) dengan empat bastion, rumah sekolah yang indah dan gereja, serta beberapa rumah-rumah pribadi, yang umumnya tampak bersih-bersih sehingga Serang memberikan kesan yang cukup baik pada pandangan pertama orang asing yang datang. Ada juga alun-alun (aloen-alun) yang ditanami pohon waringin tinggi yang juga dibudidayakan di alun-alun itu sendiri, yang juga berfungsi sebagai lapangan. Rumah utama dibangun di sekitar alun-alun ini. Saya juga melihat rumah sakit yang sangat rapi, lengkap dan lapang….’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Rumah Sakit du Serang, Pandeglang dan Rangkasbitung

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar