Laman

Selasa, 16 Februari 2021

Sejarah Ternate (1): Asal Usul Ternate dan Pelaut Portugis 1511; Menurut Ahli Sejarah Tempo Doeloe, Semuanya Ada Permulaan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Sejarah masa lampau nusantara, lebih-lebih pada zaman kuno sangat sulit dipahami. Hal itu karena minimnya data. Prasasti dan candi tidak terlalu banyak memberikan keterangan, Laporan-laporan para pelancong dan laporan dari Tiongkok sedikit tetapi meyakinkan mulai membuka tabir sejarah. Baru pada era Portugis berbagai data yang disimpan sedikit banyak telah mampu menjelaskan sejarah. Dari data-data era Portugis inilah orang Eropa berikutnya seperti Belanda dan Inggris menyambungkan data sejarah. Namun yang tetap menjadi pertanyaan dan mengundang penasaran adalah bagaimana situasi dan kondisi sebelum kehadiran pelaut-pelaut Portugis dan Spanyol di Ternate? Itu jelas berada pada rentang akhir peradaban Hindoe-Boedha dan awal peradaban Islam.

Seperti halnya kamper dan kemenyan ditemukan di Tanah Batak (Sumatra), pala dan cengkeh ditemukan di kepulauan Maluku. Pada era yang berbeda, ke wilayah inilah para pedagang-pedagang berdatangan. Emas, kamper dan kemenyan adalah komoditi kuno. Puncak perdagangan emas, kamper dan kemenyan adalah awal peradaban Hindoe-Boedha di nusantara. Sementara itu, perdagangan cengkeh dan pala ke Maluku baru terjadi pada awal peradaban Islam. Seperti halnya Hindoe-Boedha, permulaan peradaban Islam di Sumatra. Tentu saja karena faktor kedekatan geografis pulau Sumatra dengan India (Boedha-Hindoe) dan Timur Tengah (Islam). Kelak, peradaban Eropa (seperti Portugis, Spanyol dan Belanda) mengikuti jalur navigasi pelayaran yang sama. Komoditi yang paling dicari pada era ini adalah lada.

Lantas bagaimana sejarah asal usul Ternate? Sudah barang tentu sudah ada yang menulisnya. Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejauh data baru ditemukan, penulisan narasi sejarah Ternate tidak pernah berhenti. Lalu apa pentingnya sejarah Ternate? Yang jelas Kota Ternate (di pulua Ternate) pernah menjadi ibu kota Provinsi Maluku Utara (kini di Sofifi, pulau Halmahera). Yang lebih penting dari itu, (kota pulau) Ternate di masa lampau adalah simpul perdagangan yang penting di Kepulauan Maluku dan pusat pemerintahan. Okelah kalau begitu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Ternate di Maluku: Akhir Era Peradaban Hindoe, Awal Era Peradaban Islam

Menurut ahli sejarah tempo doeloe, sejarah adalah narasi fakta dan data. Sumber data tidak hanya dalam bentuk teks, tetapi juga bisa dalam bentuk sketsa atau peta-peta kuno. Meski demikian, tidak mudah mendapatkan data yang dimaksud apalagi data tentang yang jauh di masa lampau. Untuk mengatasi permasalahan itu, kombinasi teks dan peta dapat digunakan yang dengan demikian dimungkinkan menggunakan berbagai pendekatan seperti pendekatan geografis dan pendekatan ekonomi (perdagangan). Dari kesimpulan para ahli geografi tempo doeloe, peta Maluku pertama dibuat berdasarkan suvei tiga kapal Portugis yang berlayar dari Malaka pada tahun 1511. Salah satu kapal tersebut adalah D'Abreu yang dipimpin oleh Francisco Serrao. Lalu kemudian disusul pelayaran Joam Lopez Alvim pada tahun 1513. Kemudian peta-peta tersebut disatukan oleh Pedro Reinel dalam petanya yang dibuat pada tahun 1517 yang kemudian direproduksi dengan judul ‘La première carte des Moluques, d'après les Reinel’. Kompilasi peta lainnya dibuat oleh Francisco Rodriguez. Dalam peta-peta awal ini nama Maluku sudah diidentifikasi sebagai Malluquo,

Nama-nama lainnya adalah Rio de Mellaa (Malaka), Muar, Rio Fermosso, Samgepura, Ilha de Bumambas (Anambas), Ilha de Camatara, Palembam, Nucapare, Ilha de Bamca, Este hei compeco da Ilha de Iaaoa y a esta Parasem (Lasem) se chama Ssumda (Soenda), A gramde Ilha de Maquacer (Makasser), Borney, Lloutam, Tanhumbagubari, Pamgun Agaci, Ssurubaia, Ilha de Jaoa, Ilha de madura, Bllarain, Lamboquo, Ssimbaua, Aramaram, Ilha de Sollor, Cabo das Frolles, Batutara, Ilha de Timor, Ilhas de Bainda, Buro, Ceiram tem Bouro, Eslas quatro Ilhas Azurs(i) ssam as de Malluquo, Ilha do Dama tem, Ilha de Papoia a Jemte della sam Cafris. Dari peta-peta awal ini pelaut-pelaut Portugis bermula dari Malaka ke arah selatan laut Jawa, pantai Timur Sumatra, barat dan selatan Kalimantan, pantai utara Jawa, kepulauan Nusa Tenggara, pantai selatan Sulawesi hingga ke Banda dan Maluku. Beberapa nama geografis di kepulauan Maluku ini antara lain diidentifikasi Seram dan Buru. Nama Papua sudah diidentifikasi, tetapi nama Eslas quatro Ilhas Azurs(i) ssam as de Malluquo diduga kuat identifikasi untuk semua pulau-pulau di provinsi Maluku Utara yang sekarang.

Malluquo mengindikasikan pulau-pulau yang banyak yang kini menjadi wilayah Provinsi Maluku Utara. Dalam peta-peta awal Maluku ini pulau Seram dan pulau Buru terpisah dari kepulauan Maluku (Malluquo). Nama-nama Ternate, Tidore, Batjan, Obi, Gilolo (Halmahera) dan lainnya tidak (belum) teridentifikasi. Mengapa? Kita haru memutar jarum jam ke masa lampau di Malaka.

Nama-nama geografis pada peta-peta awal ini mengindikasikan nama-nama yang merujuk pada nama-nama India. Rute navigasi pelayaran pelaut-pelaut Portugis ini seakan mengukuti rute pedagang-pedagang India yang berbasis di Malaka ke arah selatan di Laut Jawa dan terus ke arah timur di Banda, Seram dan Boeroe. Tiga nama ini juga merujuk pada nama India. Jika kita merujuk pada nama-nama tempat yang disebut dalam buku Negarakertagama, yang juga menyebut Seram, maka nama Seram dapat dianggap sebagai nama kuno. Tampaknya Seram adalah wilayah terjauh pengaruh Hindoe-Boedha. Nama-nama di kepulauan Maluku tidak terindetifikasi dari wilayah pengaruh Hindoe, Boedha di Sumatra, Semenanjung, Kalimantan, Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara. Pantai utara Kalimantan, pantai utara Sulawesi, kepulauan Maluku ke arah utara seperti Filipina seakan wilayah terpisah dari (pengaruh) wilayah Hindoe-Boedha. Apakah karena alasan ini yang menyebabkan pelaut-pelaut Portugis tidak (bisa) mengidentifikasi pulau-pulau di kepulauan Maluku? Pulau-pulau itu disatukan dengan nama tungga: (kepulauan) Maluku (Malluquo).

Malaka adalah sebutan orang-orang Moor pada kota pelabuhan Malaya (di Semenanjung). Nama Malaya sendiri merujuk pada nama India (Himalaya). Orang-orang Moor datang ke Semenanjung tidak berkoloni di Malaya tetapi di arah selatannya di Muar. Nama Muar sendiri merujuk pada orang Moor, yang mana tempat itu disebut orang lain sebagai Moar atau Muar. Orang-Orang Moor menyebut Malaya sebagai Malaka (yang kemudian orang-orang Portugis yang datang kemudian menyebutnya sebagai Malacca.

Orang Moor adalah orang yang berasal dari Afrika Utara (Mediterania) yang beragama Islam. Orang-orang Moor adalah pelaut-pelaut ulung dan pedagang-pedagang yang tangguh. Merekalah yang yang di zaman kejayaan Islam di Eropa yang mendiami wilayah Spanyol dan Portugal seperti Cordoba. Orang-orang Moor banyak ditemukan di Aljazair, Morocco (Maroko) dan Mauritania. Nama Morocco diduga kuat merujuk pada nama Moor. Orang-orang Moor juga menyebar ke wilayah timur Afrika seperti Malagasi (Madagaskar) hingga ke India (Guzarat dan Goa). Seperti orang Mesir, Persia dan Arab, orang-orang Moor juga menyebarkan agama Islam di India dan Semenanjung dan Sumatra. Orang-orang Moor yang tidak memiliki negara lagi (di Eropa selatan) mudah beradaptasi (dan berbaur) di berbagai wilayah rantau. Rute navigasi pelayaran orang-orang Moor inilah yang kemudian diikuti oleh orang-orang Portugis hingga ke India dan Malaka. Orang Moor dalam hal ini dapat dianggap sebagai pendahulu (predecessor) pelaut-pelaut Portygis.

Orang Moor di Semenanjung (Malaka dan Muar) dan pantai-pantai utara pulau Sumatra tidak bergerak ke selatan (Jawa), tetapi navigasi pelayaran mereka mengarah ke Laut Cina, pantai utara Kalimantan, Luzon dan Mindanao (Filipina) dan pantai utara Sulawesi hingga mereka menemukan jalan ke Maluku. Nama Maluku sendiri diduga kuat merujuk pada nama Malaka melalui orang-orang Moor. Seperti kita lihat nanti, sisa-sisa kejayaan orang Moor di jalur navigasi pelayaran utara ini, selain nama Muar, juga nama pulau Paragoa (kini pulau Palalawan), pulau Moro (di Riau), penyebutan penduduk Moro di Mindanao, kota Amoerang (Minahasa) dan tentu saja nama pulau Morotai. Hal itulah mengapa dalam peta-peta Portugis, pantai sebelah barat pulau Gilolo (Halmahera) disebut Cabo del Moro atau Costa del Moro. Nama Morowali juga merujuk pada nama Moor (Moro).

Sulit dipastikan, awalan Ma (merujuk nama India dan Moor), entah kebetulan nama-nama tempat banyak ditemukan pada jalur navigasi orang-orang Moor ini mulai dari Eropa (Malaga, Madrid), Afrika utara (Maroko, Mauritania), Afrika timur (Malagasi atau Madagaskar), India (Malabar, Maladewa), Sumatra (Malaboh), Semenanjung (Malaka), Tiongkok (Macao), Filipina (Mangindanao, Manila), Kalimantan (Matan, Malinau), Sulawesi (Manado, Mamuju, Majene, Makassar, Maros), Timor Groep (Mangarai, Maumere) dan Papua (Merauke). Catatan: Nama Madura merujuk pada nama India.

Dalam konteks navigasi pelayaran inilah orang-orang Moor berdagang dan berkoloni di berbagai tempat termasuk di kepulauan Maluku. Suatu nama kepulauan yang dicatat pelaut-pelaut Portugis sebagai Malluquo (Maluku). Nama Maluku dalam hal ini, tidak merujuk pada era Hindoe-Boedha (di Jawa), tetapi merujuk pada era baru (Islam) di India, Sumatra dan Semenanjung.

Orang-orang Mesir, Persia dan Arab memperkuat kota-kota pelabuhan di pantai barat dan pantai utara Sumatra, sementara orang-orang Moor memperkuat kota-kota pelabuhan di pantai tiur Sumatra dan pantai barat Semenanjung. Kerajaan-kerajaan Hindoe di pantai barat dan utara Sumatra menjadi Islam seperti Lamuri, Daya dan Pasai. Orang-orang Moor memperkuat kerajaan-kerajaan di pantai timur Sumatra dan pantai barat Semenanjung seperti Kerajaan Aroe dan Kerajaan Malaka, Ibnu Batutah pada tahun 1345 mengunjungi Kerajaan Pasai di pantai timur bagian utara Sumatra. Ibnu Batutah adalah orang Moor yang berasal dari Tunisia (Afrika Utara). Bagaimana Ibnu Batutah hingga sampau ke Tiongkok, tentu saja mudah dipahami, Ibnu Batutah mengikuti navigasi pelayaran (perdagangan) orang-orang Moor di Malaka, Filipina dan Tiongkok (Makau). Dalam hal ini jalur penyebaran Islam terhubung antara India dan Tiongkok. Pada era itu Jawa masih sangat kuat Hindoe-Boedha. Setelah Radja Majapahit Hayam Wuruk meninggal  pada tahun 1389, kerajaan Majapahit mundur drastis. Tidak lama kemudian muncul pelayaran muhibah yang terkenal Cheng Ho dari Tiongkok ke India melalui Kerajaan Aroe di pantai timur Sumatra dan juga singgah di Jawa (1403-1424). Sejak inilah penyiaran agama Islam semakin intens di Jawa.

Pada saat pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di bagian utara Sumatra dan Semenanjung inilah pedagang-pedagang Moor di Muar menemukan jalan ke Maluku melalui pantai utara Borneo dan Sulawesi. Sebelum kehadiran pelaut-pelaut Portugis di Maluku, kerajaan-kerajaan di Maluku sudah lama terbentuk yang diperkuat oleh orang-orang Moor.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Ternate di Kepulauan Maluku: Era Portugis dan Era VOC

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar