Laman

Minggu, 14 Maret 2021

Sejarah Papua (21): Pulau Frederik Hendrik di Merauke; Benteng Fort du Bus di Papua, Benteng Frederik Hendrik di Weltevreden

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini

Hanya satu benteng yang pernah dibangun di Papua. Benteng tersebut adalah benteng Fort du Bus yang dibangun tahun 1828 di Dobo, teluk Triton. Benteng ini dibangun sehubungan dengan pembukaan pabrik (esrablissement) yang pertama di era Pemerintah Hindia Belanda. Pada era VOC pernah dibangun pabrik di Rumbati tahun 1667 namun beberapa tahun kemudisn diserang penduduk asli (kerajaan Rumbati). Pembangunan pabrik di Dobo adalah yang kedua di Papua dan juga pembangunan benteng pertama (untuk mengantisipasi tidak terulang kejadian era VOC di Rumbati).

Sejak kehadiran Belanda, sudah puluhan benteng dibangun, terutama pada era VOC. Benteng pertama yang dibangun di Amboina (Fort Voctoria) pada tahun 1605. Kemmudian dibangun benteng di Banda, Ternate dan Koepang. Lalu kemudian dibangun benteng di pulau Onrust yang menjadi batu loncatan untuk menyerang kerajaan Jacarta dan membangun benteng Kasteel Batavia pada tahun 1619. Sejak didirikannya VOC, Kasteel Batavia diperkuat benteng-benteng baru di seputar Batavia seperti Fort Anke, Fort Antjol, Fort Jacatra, Fort Riswijk (kini di  dan Fort Nordwijk. Setelah VOCdibubarkan pada tahun1799, pada era Pemerintah Hindia Belanda hanya beberapa benteng yang dibangun karena fungsi benteng sebagian telah digantikan oleh dungsi garnisun militer. Beberapa benteng yang dibangun antara lain benteng Fort de Kock, Fort du Bus dan benteng Willem I di Ambarawa. Benteng Fort du Bus adalah satu-satunya benteng yang dibangun di Papua.

Lantas apa hubungannya benteng Fort du Bus dengan Pulau Frederik Hentrik di Papua? Tampaknya Fort du Bus segera berakhir dan garnisun-garnisun militer akan menggantikannya. Mengapa? Selain membangun benteng mahal (daripada garnisun militer), juga karena jumlah pasukan militer Hindia Belanda dari waktu ke waktu semakin banyak dan semakin profesional, apalagi ada beberapa batalion yang bersifat mobile. Benteng Fort du Bus akhirnya dilikuidasi dan dibangun garnisun di Skroe (dekat Fakfak). Anehnya, ketika benteng-benteng mulai ditinggalkan, justru benteng kuno Fort Nordwijk di Weltevreden divermak dengan nama baru Fort Frederik Henrik. Bersamaan dengan ini pulau besar di pantai selatan Papua diberi nama Pulau Frederik Hendrik (kini Pulau Yos Sudarso). Lalu bagaimana sejarah Pulau Frederik Hendrik? Kini Pulau Frederik Hendrik disebut Pulau Yos Sudarso. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Mengapa Disebut Pulau Frederik Henrik?

Nama Pangeran Frederik Hendrik begitu penting dalam soal (pulau) Papua. Oleh karena itu pulau besar di (barat daya) Papua ditabalkan namanya sebagai Pulau Frederik Hendrik. Ini bermula dari usul sang Pangeran untuk mempertimbangkan kembali Papoea Niew Guinea (yang dianggap masih independen) untuk menjadi wilayah administrasi Pemerintah Hindia Belanda (lihat Algemeen Handelsblad, 06-03-1858).

Pada tahun 1605 pelaut-pelaut Belanda mengunsir Portugis dari Amboina. Sejak itu sudah beberapa kali pedagang-pedagang Belanda (VOC) menyambangi Papua, paling tidak pantai barat dan selatan serta pantai utara dan timur Papua. Atas dasar klaim Kesultanan Tidore pada tahun 1667 pedagang VOC membuka pabrik di Roembati. Namun tidak eksis lama karena diserang oleh Salawati. Pada era Gubernur Jenderal Baron van der Capellen telah dipikirkan kolonisasi di satu atau lebih pulau-pulau di Papoea dan bahkan gagasan itu telah diberitahukan kepada Gubernur Jenderal Duymaer van Twist dan meresponya. Namun karena kesibukan pemerintah di wilayah lain soal pemberontakan niat van de Capellen ini sepi hingga muncul usulan dari Pangeran Frederik Hendrik. Peta 1840

Usulan Pangeran Frderik Hendrik ini segera direspon Pemerintah Hindia Belanda dengan membentuk suatu komisi untuk mempelajari dan memetakan wilayah (bagian) barat Papoea Nieuw Guinea. Laporan komisi ini dapat dibaca yang dipublikan pada jurnal 1862.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Apa Istimewanya Pulau Frederik Hendrik?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar