Laman

Selasa, 16 Maret 2021

Sejarah Papua (26): Sejarah Gunung Arfak, dari Teluk Geelvink dan Kota Manokwari; Potensi Alam Arfak Tersembunyi nan Indah

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini 

Pegunungan Arfak berada di sisi timur laut dari Semenanjung Kepala Burung. Puncak tertingginya adalah Gunung Arfak, Kota Manokwari dapat terlihat. Selama musim dingin, puncak gunung es biasanya ada, kadang-kadang salju dapat jatuh di puncak. Gunung ini merupakan bagian dari Cagar Alam Pegunungan Arfak,kawasan lindung yang melindungi bagian hutan hujan.

Kabupaten Pegunungan Arfak adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua. Ibukota kabupaten ini terletak di Anggi. Kabupaten Pegunungan Arfak merupakan pemekaran dari Kabupaten Manokwari, (2012). Kabupaten Pegunungan Arfak memiliki tanah yang subur. Dari situlah ada tanaman kopi yang jadi andalan. Selain itu, kabupaten ini memiliki potensi Danau Anggi yang nerupakan salah satu objek wisata yang sedang dikemas. Di Papua Barat sendiri, pegunungan ini merupakan satu-satunya pegunungan yang jadi wilayah penadah hujan di sana. Danau Anggi yang ada ini pun juga terbagi dua, yakni Danau Anggi Giji, dan Danau Anggi Gida. Danau yang pertama, disebut pula sebagai danau laki-laki, dan yang kedua, disebut sebagai danau perempuan. Dua danau yang indah ini, hanya dipisah oleh perbukitan belaka (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pegunungan Arfak? Boleh jadi belum ada yang menulis, karena sejarah Manokwari lebih menarik. Okelah itu satu hal. Yang jelas bahwa Pegunungan Arfak memiliki sejarahnya sendiri, namun selama ini kurang terinformasikan. Lalu bagaimana sejarahnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Pegunungan Arfak

Teluk Geelvink (kini teluk Cendrawasih) sudah sejak lama ditemukan oleh pelaut-pelaut Belanda. Berdasarkan catatan yang ada teluk itu ditemukan oleh kapal Geelvink pada tahun 1701. Jauh sebelumnya kawasan teluk ini sudah dikalaim oleh Sultan Tidore. Dengan demikian jejak Belanda semakin kuat di kawasan teluk tersebut. Sejak adanya Proklamasi wilayah Papoea pada tahun 1828 dan pada tahun 1845 dimasukkan ke wilayah Residentie Ternate, orang Eropa yang memiliki aktivitas di kawasan ini adalah pedagang-pedagang Prancis dengan stasion di Pulau Mansinam (lihat Algemeen Handelsblad, 06-03-1858). Pada tahun 1860 diketahui seorang pedagang Belanda di Ternate menyewa pulau Mapia untuk stasion perdagangan. Kawasan utara teluk ini juga kerap disinggahi oleh penangkap paus Amerika Serikat.

Pada tahun-tahun ini misionaris Bink sudah bekerja di kawasan teluk ini yang mengambil pos di (pulau) Shouten (kini pulau Biak) yang kemudian relokasi ke kampong Manokwari. Keberadaan pedagang-pedagang Prancis di pulau Mansinam boleh jadi faktor penting misionaris Bink relokasi ke Manokwari (sebelumnya sudah pernah ditempati selama dua tahun oleh misionaris Eisler dan Ottow). Pada tahun-tahun ini juga Pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapk cabang pemerintahan di Papua dengan membentuk suatu komisi untuk mempelajari dan memetakan wilayah (bagian) barat Papoea Nieuw Guinea. Laporan komisi ini dapat dibaca yang dipublikasikn pada jurnal 1862. Pada tahun-tahun inilah diduga pegunungan Arfak khususnya puncak Arfak terlihat jelas sebagai salah satu alasan utama kemudian merekomendasikan ibu kota afdeeling utara ditetapkan tidak jauh dari pelabuhan (pulau) Mansinam dan ibu kota afdeeeling barat ditetapkan tidak jauh dari pelabuhan Skroe. Kelak, Residen Horst memilih di kampong Manokwari dan di kampong Fakfak.

Dalam hal ini pegunungan Arfak yang hijau dan subur sudah sejak lama dikenal bahkan sejak era VOC (wilayah yurisdiksi Sultan Tidore). Pedagang-pedagang Prancis membangun stasion di pulau Mansinam juga diduga karena faktor kawasan pegunungan Arfak. Tampaknya kehadiran orang asing di sekitar teluk di Dorei telah mengusik penduduk asli pegunuangan Arfak dan mulai melancarkan perlawanan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-01-1864).

Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-01-1864: ‘Pada tanggal 11 November Resident Ternate kembali ke ibu kota dari pelayaran ke Papoea Nieuw Guinea, Batjan. dan Gebeh. Di Doreh dan Mansiuam diambil tindakan untuk memulihkan perdamaian yang selama ini terusik oleh penduduk Pegunungan Arfak; sementara pada saat yang sama hal itu perlu dilakukan untuk menjamin keselamatan para misionaris Eropa yang hadir disana, yang berada dalam bahaya besar karena ancaman penduduk pegunungan, seperti yang kami beritakan dalam terbitan kami tanggal 9 Desember tahun sebelumnya’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Danau Anggi dan Ekspedisi Pegunungan Arfak

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar