Laman

Sabtu, 20 Maret 2021

Sejarah Papua (34): Berakhirnya Kolonial Belanda, Pendudukan Militer Jepang; Detik-Detik Kemerdekaan Indonesia di Papua

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini

Setelah sekian abad di Indonesia (baca: Hindia Timur) termasuk di dalamnya wilayah pulau Papua (bagian barat), Belanda harus berakhir. Tragisnya, saat-saat berakhir era Belanda ini terjadi pendudukan militer Jepang. Semua orang Belanda, laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berada di Hindia Belanda ditangkap dan diinternir (dimasukkan tahanan dan penjara). Masa makmur orang-orang Belanda yang diawali sejak 1605 tiba-tiba menjadi gelap, tanpa harapan. Itulah defacto, akhir kisah Belanda di Indonesia.

Pelaut-pelaut Eropa, kali  pertama Portugis tiba tahun 1511 di Maluku, Pelaut-pelaut Belanda seabad kemudian menyerang Portugis tahun 1605 di Amboina. Sejak itu pula Belanda dengan bendera VOC menguasai seluruh kawasan Maluku dan Papua. Pedagang-pedagang VOC kali pertama membuka pos perdagangan di Papua atas izin Sultan Tidore di Rumbati (dekat Fakfak) pada tahun 1667. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, wilayah Papua dibangun kembali pos perdagangan dan benteng Fort du Bus tahun 1828 di teluk Triton. Lalu wilayah Papua ini dimasukkan ke dalam wilayah Residentie Ternate sejak 1845. Satu abad kemudian tahun 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Itu berarti gong berakhirnya Belanda bergema kemana-mana termasuk di wilayah Papua.

Lantas bagaimana sejarah wilayah Papua di seputar berakhirnya kolonial Belanda? Sudah barang tentu sudah ada yang menulisnya. Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejauh data baru ditemukan, penulisan narasi sejarah detik-detik kemerdekaan Indonesia di wilayah Papua tidak pernah berhenti. Okelah kalau begitu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Detik-Detik Berakhirnya Kolonial Belanda

Tanda-tanda berakhirnya kolonial Belanda di Indonesia (baca: Hindia Belanda) dimulai dengan invasi Jepang ke negara-negara di Asia Tenggara. Ini bermula ketika angkatan udara Jepang mengebom Tarempa (Natuna) yang mengira itu adalah wilayah Straits settlements (Inggris) pada tanggal 22 Desember 1941 (lihat Indische Courant, 08-01-1942). Orang-orang Belanda di Indonesia semakin panik, ketika sejumlah pesawat angkatan udara Jepang benar-benar telah memasuki wilayah Indonesia dengan menjatuhkan bom di Tarakan (Kalimantan Timur) dan Kakas (Minahasa) pada tanggal 11 Januari 1942 (lihat Amigoe di Curacao : weekblad voor de Curacaosche eilanden, 12-01-1942). Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia (kini Jakarta) segera mengutus Letnan Gubernur Jenderal HJ, van Mook ke Amerika Serikat (untuk meminta bantuan).

Dordrechtsche courant, 14-01-1942: ‘Dari kantor berita SPT bahwa Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, van Mook, tiba di San Francisco dari Australia pada hari Selasa (13 Januari). Dia akan segera melakukan perjalanan ke Washington’. Sebelumnya diberitakan melalui Radio Tokyo agar Belanda di Indonesia menyerah, namun permintaan tersebut ditolak.

Di daerah Tarakan, pesawat Jepang telah menembak jatuh bomber bermesin ganda milik lawan dan mesin kedua. Markas besar Jepang juga melaporkan (tanggal 11 Januari) bahwa angkatan laut Jepang juga telah menghancurkan kapal tanker Hindia Belanda Prins van Oranje yang berusaha melarikan diri dari Tarakan. Menurut kantor berita ANP dari Batavia, otoritas yang berwenang telah mengakui jatuhnya pusat minyak Tarakan. Setelah Tarakan dan Minahasa serangan militer Jepang diarahkan ke timur, termasuk Papua.

Opregte Steenwijker courant, 16-01-1942: ‘Serangan terhadap Ambon dan Temate. Menurut komunike dari markas besar Kekaisaran Jepang, pesawat angkatan laut Jepang juga melakukan serangan yang sangat ekstensif pada hari Kamis di pulau Molukka (termasuk di Ambon), di New Guinea (termasuk Sorong), serta pulau New Britain di Australia (pulau terakhir, yang terletak di lepas pantai timur laut New Guinea, juga disebut New Pomerania). instalasi hancur atau dibakar. Sementara itu, komunike selanjutnya menyatakan bahwa angkatan bersenjata Jepang di Minahasa sedang dalam proses operasi telah menangkap sejumlah besar mobil lapis baja musuh, senjata lapangan, senapan mesin, bahan peledak, amunisi dan bahan perang lainnya’.

Permintaan Tokyo untuk menyerah yang ditolak menjadi alasan militer Jepang menghancurkan properti, pesawat dan kapal Pemerintah Hindia Belanda. Jepang tidak dalam situasi bermusuhan dengan Pemerintah Hindia Belanda tetapi Jepang melawan Amerika Serikat dan Kerajaan Inggris (lihat Opregte Steenwijker courant, 16-01-1942). Jepang menahan diri untuk tidak mengambil tindakan permusuhan terhadap Hindia Belanda. Ini dilakukan dengan keinginan yang tulus, sejauh mungkin, untuk mencegah penduduk Hindia Belanda terkena kengerian perang. Namun karena Pemerintah Hindia Belanda menolak, itulah mengapa serangan dan invasi ke Hindiea Belanda di Minahasa dan Tarakan dimulai pada tanggal 11 Januari 1941 yang kemudian berlanjut di Ternate, Amboina dan Sorong. Ini bukan sekadar peringatan lagi, tetapi tanda-tanda berakhirnya kolonial Belanda di Indonesia, dari Sabang (Sumatra) hingga Merauke (Papua).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pendudukan Militer Jepang; Detik-Detik Kemerdekaan Indonesia di Papua

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar