Laman

Jumat, 23 April 2021

Sejarah Filipina (17): Miangas Tempo Dulu, Sengketa Antara Amerika Serikat vs Hindia Belanda; Miangas-Rote, Mindanao-Spratly

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Filipina dalam blog ini Klik Disini

Pulau Miangas begitu dekat dengan pantai selatan pulau Mindanao, tetapi begitu jauh dari pantai utara pulau Talaud. Ini ibarat pulau Cocos dan pulau Natal begitu dekat dengan pulau Jawa, tetapi begitu jauh dari pantai barat Australia. Namun kini pulau Miangas masuk wilayah kabupaten Kepulauan Talaud (Indonesia) dan pulau Cocos dan pulau Natal masuk wilayah teritori Australia. Dua kasus itu bermula di masa lalu dan telah diselesaikan pula di masa lalu. Dalam hal ini pulau Miangas menjadi perselisihan antara Amerika Serikat (Filipina) dan Hindia Belanda (Indonesia). Lalu yang menarik apa yang menjadi pangkal masalah dan apa pula yang mengakhiri masalah?

Perselisihan batas yursidiksi wilayah antara negara pada masa lampau sangat lazim. Hal itu juga banyak terjadi sejak era Hindia Belanda hingga era Republik Indonesia dengan negara lain. Hal yang terbaru adalah soal pulau Ligitan dan pulau Sipadan antara Indonesia dengan Malaysia. Itu sudah diselesaikan. Tempo doeloe, selain pulau Miangas, juga terjadi pada pulau Rondo di Atjeh antara teritori Hindia Belanda dengan teritori Inggris di Andaman. Demikian juga dengan pulau Cocos dan pulau Natal yang secara historis ditemukan oleh Belanda (dan bahkan benua Australia ditemukan pelaut Belanda). Namun dalam perkembangannya Inggris menklaim Australia dan juga pulau Cocos dan pulau Natal. Hindia Belanda yang begitu luas, Pemerintah Hindia Belanda sudah cukup dengan yang ada dan mengabaikan Australia dan pulau-pulau lainnya di selatan Jawa. Akibatnya Australia menjadi milik Inggris, demikian juga pulau Cocos dan pulau Natal yang begitu dekat dengan pantai selatan pulau Jawa. Sisa perselisihan batas yurisdiksi ini masih ada hingga sekarang soal pulau Spratly yang diklaim China maupun Filipina. Kasus ini belum selesai.

Lantas bagaimana sejarah sengketa pulau Miangas di dekat pulau Mindanao? Tentu saja topik ini sudah pernah dibahas, namun sejarah tetaplah sejarah. Yang jelas pulau ini yang pernah tempo doeloe dipersengkatan antara Amerika Serikat dengan Hindia Belanda tidak terlalu dipermasalahkan Filipina pada masa ini. Dalam hal inilah muncul kedekatan antara Indonesia dan Filipina di pulau Miangas. Namun persoalannya sedikit berbeda dengan kasus pulau Ligitan dan pulau Sipadan (Indonesia vs Malaysia yang di masa lalu ketika Amerika Serikat, Inggris dan Hindia Belanda menarik batas-batas yurisdiksi). Lalu apa pentingnya sejarah sengketa pulau Miangas? Sebagai sejarah, bagaimana kisahnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pulau Miangas: Klaim Amerika Serikat Berpangkal  pada Klaim Spanyol

Laut Cina (selatan) sudah dikenal sejak tempo doeloe (sejak era VOC). Namun kawasan ini baru mendapat perhatian sejak kehadiran Prancis di Laut Cina bagian barat di Indochina (Vietnam) pada tahun 1884. Sebelumnya sudah sejak lama pengaruh Eropa lainnya di kawasan Laut Cina ini. Dengan kehadiran Prancis di kawasan tradisional Tiongkok (Laut China), jumlah kehadiran Eropa menjadi: Belanda (Riau dan pantai barat Borneo), Inggris (Semenanjung Malaya, Borneo Utara dan Hongkong-Kowloon), Spanyol (Filipina), Portugis (Macao) dan Prancis (Indochina). Sejak kehadiran Prancis di kawasan (laut China) nama pulau Spratly mulai dikenal.

Pada tahun 1930 muncul berita heboh, Prancis memperluas koloninya ke tengah perairan (lihat Algemeen Handelsblad, 01-06-1930). Disebutkan pada tanggal 15 April, kapal perang Malieieoise menguasai sebuah pulau atas nama Prancis, yang terletak 600 mil laut dari Poeloe Condor, setengah jalan antara Indochina dan Borneo. Pulau itu tidak dikenal di index pelayaran namun disebut sebagai Storm eiland (dalam atlas Andrees disebut sebagai Spratly). Pulau tersebut panjangnya 600 m dan lebar 300 m, ada pohon kelapa tumbuh dan ada penduduknya juga, empat orang Cina yang tidak menentang aneksasi itu. Siapa empat orang Cina di pulau tersebut tidak diketahui secara jelas. Namun diduga adalah pegawai atau orang yang dipekerjakan atau orang yang bermukim yang sudah dikenal oleh pelaut Inggris (pelayaran swasta) yang menghubungkan perdagangan Tiongkok (Hongkong) dan Singapoera.

Sebelumnya sudah dikenal pelaut Inggris yakni Spratly. Nama keluarga Spratly mulai dikenal dengan nama B Spratly pemilik kapal York (lihat Nederlandsch-Indisch handelsblad, 03-06-1833). Disebutkan kapal York yang dinahodai B Spratly dari Soerabaja tiba di Nederland via Singapoera dengan membawa berbagai barang dagangan yang dimiliki tiga (perusahaa) perdagangan. Pada tahun 1844 kapal Cyrus yang dinahodai Spratly dari Kema (Manado) via Batavia berangkat ke London (lihat Javasche courant, 20-04-1844). Keberadaan keluarga Spratly tercatat lagi pada tahun 1860 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-10-1860). Disebutkan pada tanggal 27 Oktober tiba di Batavia kapal berbendera Inggris Atalante yang dinahodai R Spratly dari Singapoer tanggal 14 Oktober dengan agent Busing Schroder en Co.

Dalam hal ini B Spratly dan R Spratly adalah berkerabat yang diduga sebagai ayah-anak. Saudara R Spratly adalah Kapitein T Spratly (Bataviaasch handelsblad, 03-11-1860). Disebutkan kapal Atlantie yang akan dinahodai Kapitein T Spratly akan berangkat ke London medio November, hubungi agent Busing, Schroder & Co. Keluarga Spratly inilah diduga yang menjadi asal-usul pulau di Laut Cina (Chineese Zee) disebut pulau Spratly. Nama pulau disebut Spratly paling tidak sudah diberitakan pada tahun 1927 (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 04-07-1927). Disebutkan di Saigon pada tanggal 2 Juli kapal Prancis  St Francois Xavier di dekat pulau Spratly (Spratly eiland) paa koordinat  9 N en 112 O terdampar. Dalam hal ini berita surat kabar di Rotterdamn (Belenda) memberitakan satu kapal Prancis di Laut Cina terdampar (karena rusak dihantam badai) di suatu pulau yang disebut nama Inggris. Kapal yang terdampar itu disebutkan surat kabar di Belanda telah ditinggalkan oleh pemiliknya di pualau tersebut (lihat De Maasbode, 05-07-1927).

Terdamparnya kapal Prancis di pulau Spratly diduga menjadi sebab Prancis memperluas wilayah koloni di perairan Laut Cina. Pada saat itu Prancis sudah sejak lama berada di daratan di Indochina (Vietnam yang sekarang). Berita ini telah menjadi viral koran-koran yang terbit di Belanda. Mengapa? Apakah Inggris, Spanyol dan Belanda memiliki kepentingan dalam pulau ini? Lantas apakah pulau Spratly akan menjadi sengketa? Yang jelas belum lama masalah sengketa pulau Miangas diputuskan oleh pengadilan internasional yang dimenangkan oleh Hindia Belanda (Indonesia) dari tuntutan Amerika Serikat (Filipina).

Apa yang membuat Amerika Serikat ngotot untuk mempertahankan pulau Miangas karena peta yang diserahkan oleh Spanyol kepada Amerika Serikat dalam perundingan di Paris tahun 1989 termasuk di dalamnya pulau Miangas.Hal itulah yang menjadi sebab Amerika Serikat mengibarkan bendera di pulau itu yang langsung ditanggapi pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1906 militer Amerika Serikat mengkonfirmasi kepada Madrid (Spanyol) tentang soal status pulau itu, tetapi tidak ada respon dari Madrid. Kasusnya kemudian dibawa ke pengadilan arbitrase. Fakto apa yang memenangkan Hindia Belanda adalah keterangan ahli seorang ahli bahasa di Poso tahun 1910 yang menyatakan bahwa bahasa penduduk sebanyak 500 jiwa di pulau Miangas adalah bahasa yang digunakan di pulau Talaud. Faktor kedua yang memperkuat adalah bahwa Radja Taboekan (Sangihe) menjadi saksi bahwa pedagang-pedagangnyalah yang berinteraksi dengan penduduk yang bermukim di pulau Miangas. Dengan keputusan arbitrase itu lambat laun Amerika Serikat tidak mempermasalahkannya lagi. Pada tahun 1911 diberitakan militer Hindia Belanda akan segera mengambilalih pulau Miangas (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 27-04-1911). Sementara disebutkan dari Washington dikomunikasikan oleh Reuter: Pemerintah Amerika Serikat tidak menerima laporan tentang pulau Palmas, tetapi dicatat dari sisi resmi bahwa selain dari pertanyaan sentimen, tidak ada bedanya bendera apa yang berkibar disana. Dalam perkembangannya diketahui bahwa Amerika Serikat telah menghapus pulau Miangas dari peta mereka. Tampaknya perlu waktu lima tahun sejak 1906 sengketa pulau Miangas dapat diselesaikan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Spratly: Klaim China vs Klaim Filipina

Pulau Spratly dan pulau Natuna memiliki karakteristik yang sama, sama-sama jauh di lautan di Laut China. Yang membedakan adalah bahwa pulau Natuna sudah sejak lama diklaim oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai miliknya yang berada di bawah yurisdiksi Kerajaan Riaou di pulau Bintan. Penduduk pulau Natuna berbahasa Melayu dan sudah sejak lama berinteraksi dengan pedagang-pedagang Kerajaan Riaou dan Kerajaan Pontionak. Meski pulau ini jauh di lautan (Laut China) penduduknya intens berdagang ke Pontionak atau Sambas. Hal itulah yang menyebabkan tidak ada permasalahan tentang pulau Natuna antara Hiindia Belanda, Inggris, Spanyol dan Prancis. Berbeda dengan pulau Spratly yang jarang dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Manila (karena memang tidak ada produksi dan hanya kerap disinggahi oleh para nelayan). Namun yang pasti bahwa setelah era (keluarga) Spratly, militer Prancis yang pernah berada di pulau Spratly.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar