Laman

Jumat, 16 April 2021

Sejarah Filipina (4): Benteng Fort San Pedro di Zebu; Sejarah Benteng di Asia Tenggara Portugis, Spanyol hingga Belanda, Inggris

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Filipina dalam blog ini Klik Disini

Benteng Fort San Pedro adalah benteng tertua di Filipina. Benteng ini berada di pulau Cebu. Pulau ini dikunjungi pelaut-pelaut Spanyol pada tahun 1521. Setelah kunjungan tahun 1521, pelaut-pelaut Spanyol yang juga sempat mengunjungi Maluku, baru beberapa dekade kemudian pelaut-pelaut Spanyol mendirikan koloni di Tidore dan pulau Cebu (San Miguel) pada tahun 1565. Sejak inilah pelaut-pelaut Spanyol mendirikan benteng (yang berfungsi sebagai pertahanan, pabrik dan gudang komodiri, serta kantor perdagangan).

Benteng Eropa pertama di Hindia Timur adalah benteng Portugis di Malaka (1511). Benteng-benteng lainnya yang dibangun Portugis antara lain berada di Ternate, Amboina dan Banda. Pelaut-pelaut Belanda yang kali pertama tiba di Hindia Timur pada tahun 1597, dalam perkembangan membuat persaingan perdagangan antara orang-orang Eropa di Maluku semakin ketat. Pada tahun 1605 pelaut-pelaut Belanda menyerang dan menguasai benteng Portugis di Amboina (Fort Victoria). Sejak ini pelaut-pelaut Belanda semakin banyak mendirikan benteng. Benteng Belanda terbesar dibangun di Batavia pada tahun 1619. Pelaut-pelaut Spanyol juga mendirikan benteng di (pulau) Ternate.

Lantas bagaimana sejarah benteng Fort San Pedro di Zebu, Filipina? Seperti disebut di atas, benteng San Pedro di Zebu (kini Cebu) adalah benteng pertama Spanyol di Filipinan. Pelaut-pelaut Spanyol juga kemudian membangun benteng di Manila. Namun benteng San Pedro menjadi sangat penting bagi Spanyol, tidak hanya karena yang dibangun pertama, tetapi benteng ini menjadi pertahanan utama dari ancaman Portugis dan Belanda di Maluku, Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Benteng Fort San Pedro di Zebu

Kapan adanya benteng Spanyol di Zebu tidak begitu jelas. Yang jelas sejak 1565 Spanyol telah mendirikan koloni di pulau Zebu (pulau yang kali pertama dikunjungi pelaut-pelaut Spanyol yang dipimpin Ferdinand Magellan pada tahun 1521).

Ketika Ternate (dan Tidore) pusat perdagangan rempah-rempah yang mana Portugis mengusir Spanyol (tersingkir ke Filipina) dan membangun benteng di Ternate. Pada tahun 1575 benteng Portugis di Tèrnate dikuasai Baab dari Kesultanan Ternate (Portugis terusir ke Tidore dan membangun benteng di Tidore pada tahun 1578). Lalu giliran Belanda pada tahun 1605 mengusir Portugis dari Amboina dan Tidore.

Yang jelas Spanyol telah membangun benteng di Tidore pada tahun 1609. Boleh jadi ini setelah pelaut-pelaut Belanda pada tahun 1605 menyerang Portugis dan menduduki benteng Victoria di Amboina dan bekerjasama dengan Ternate. Namun benteng Spanyol ini direbut Belanda, akan tetapi setelah ditinggalkan Belanda, diambil kembali oleh Spanyol pada tahun 1621.

Di bagian barat Tidore, di atas bukit terjal 400 meter dari laut, sebuah kampong kecil Marieko, pada tahun 1609 orang Spanyol membentengi kampong ini dengan membangun tembok cincin batu dengan dua benteng dan persenjataan dari dua meriam. Benteng baru ini diberi naa Marieco del Grande yang ditempati oleh 14 tentara Spanyol dan sejumlah Papangers (tentara pribumi Filipina). Benteng ini hanya bisa dicapai dengan mendaki bukit terjal setinggi 60 derajat. Antara November 1609 dan Januari 1610, Belanda di bawah komando Simon Jansz Hoen mencoba dengan sia-sia untuk merebut benteng di atas bukit. Pada tanggal 8 Februari 1613, serangan kedua yang diperintahkan oleh Gubernur Jenderal Pieter, kedua benteng Spanyol ini berhasi direbut. Sebelumnya pada tahun 1612 pelaut-pelaut Belanda telah mengusir orang-orang Portugis di benteng Koepang (dan bergeser ke bagian timur pulau Timor, kini Timor Lester). Praktis tahun 1613 Belanda telah menduduki benteng Portugis di Amboina, Banda dan Koepang, menduduki benteng Spanyol di Mariko. Di atas benteng Spanyol di Mariko segera dibangun Belanda  benteng baru berbentuk persegi panjang dengan empat buah bastion yang masing-masing diberi nama Utrecht, Enkhuizen, Amersfoort dan Reaal. Dua kompi tentara ditempatkan di dalamnya. Pada 1616 Willem van Anssing menjadi komando benteng. Jan Pietersz Coen memerintahkan pembongkaran dan pengabaian benteng pada Juni 1621. Hal ini karena pusat Belanda di Amboina (Fort Victroria) telah relokasi ke Jawa (Batavia) pada tahun 1619. Pada awal 1622, orang Spanyol menduduki benteng yang ditinggalkan dan mulai membangunnya kembali dan menempatinya.

Sejak kehadiran Spanyol kembali di Tidore (1621) benteng Mariko dibangun kembali, Untuk memperkuat pertahanan Spanyol dibangun benteng baru di Tidore yang terletak di lereng bukit curam dekat Soasiu yang diberi nama Fort Cobo (Tjsobbe). Benteng ini sendiri dibangun pada tahun 1637 oleh orang Spanyol dan penduduk Tidore. Karena lokasinya strategis, benteng ini dapat menjaga istana Sultan Tidore di Saosiu maupun navigasi pelayaran di selat antara Tidore dan Halmaheira. Benteng itu sempat pembangunannya ditinggalkan tetapi pada 1640 orang Spanyol merebutnya kembali. Benteng lainnya juga dibangun. Namun lagi-lagi Spanyol terusir dari Maluku.

Orang Belanda yang semakin menguat di Ternate (senasib dengan Portugis yang terusir sebelumnya), Spanyol akhirnya terusir dari Maluku. Kerjasama kesultanan Ternate dan Belanda (VOC) juga mengakhiri  pengaruh Spanyol di semenanjung Celebes dan pulau-pulau sekitar (Sangihe dan Talaud) pada tahun 1659. Belanda VOC yang telah mendirikan cabang pemerintahan di Ternate (ditempatkannya Residen), sejak 1661 mulai membangun benteng di Manado (benteng Amsterdam). Keberangkatan terakhir orang Spanyol dari Maluku ke Manila terjadi pada bulan Mei 1663.

Pada tahun 1664 orang Spanyol membersihkan semua benteng mereka di Maluku dan mundur secara permanen ke Filipina. Penduduk Ternate menduduki tiga benteng Spanyol yang terbengkalai (Cobo, Tahula dan Rum) dan mengklaim itu milik mereka. Belanda (VOC) menuntut agar benteng-benteng itu dibongkar. Setelah negosiasi, kesepakatan dicapai pada 1666, benteng Tahula dan Cobo diserahkan kepada Sultan Tidore dan benteng Rum dibongkar. Sultan menggunakan Fort Cobo sebagai barak pengawal Eropanya.

Habis sudah pengaruh Spanyol di Hindia Timur (Belanda) dan hanya terisa di Hindia Timur (Spanyol) yang kini wilayah Filipina. Pengaruh Portugis masih ada yang tersisa di Hindia Timur (Portugis) di bagian timur pulau Timor (kini Timor Leste). Pengaruh Portugis di Semenanjung (sejak 1511) juga menghilang setelah Belanda menaklukkan Malaka pada tahun 1642. Setahun kemudian pada tahun 1644 Belanda mengusir Portugis di Kamboja. Praktis pengaruh Portugis hanya tersisa, selain bagian timur pulau Tior, juga di Makao (Tiongkok). Sejak 1664, Spanyol semakin intens di Filipina, namun selalu was-was dari ancaman Belanda yang telah memiliki hubungan perdagangan yang baik dengan Jepang (wilayah Filipina berada di antara jalur navigasi pelayaran ini di Laut Cina).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Benteng di Asia Tenggara Sejak Era Portugis hingga Era VOC (Belanda)

Setelah Spanyol membentuk koloni di Zebu (benteng San Miguel), pada tahun 1570, ekspedisi Spanyol di bawah pimpinan Miguel López de Legazpi membentuk koloni di Manila setelah menyerang orang-orang muslim Tagalog. Spanyol kemudian membangun benteng di teluk Manila.

Pada tanggal 10 Juni 1574, Raja Phillip II dari Spanyol memberi gelar Insigne y Siempre Leal Ciudad pada Manila. Nama Filipina merujuk pada nama Raja Phillip II. Di bawah kekuasaan Spanyol, Manila dijadikan sebagai ibu kota Filipina pada 1595.

Benteng Manila dibangun oleh Miguel Lopez de Legazpi. Benteng ini diberi nama Fort St Jago (benteng Santiago). Disebutkan benteng ini mulai dibangun tahun 1590 dan selesai tahun 1593. Benteng ini menjadi benteng kedua Spanyol di Filipina. Seperti disebut di atas, setelah Spanyol sempat membangun benteng dan terusir dari Maluku tahun 1664, benteng-benteng Filipina semakin diperkuat, tidak hanya untuk tempat berlindung dari serangan penduduk asli, juga pertahanan dari ancaman orang asing (terutama Belanda).

Benteng Manila sudah beberapa kali mengalami renovasi. Gambaran benteng Manila pada tahun 1680 terdiri dari empat bastion. Benteng ini berada pada huk muara sungai Papanca atau sungai Papanga (kini sungai Pasig) dengan pantai. Gambaran ini kurang lebih sama dengan lukisan Johannes Vingboons 1665. Dua bastion berada di depan di sisi sungai (salah satu tepat di muara sungai) dan dua bastion di bagian belakang satu dekat pantai yang lainnya di sisi dalam. Pintu masuk benteng ini dari arah muara sungai, Di dalam benteng ini terdapat bangunan utama untuk gubernur. Satu bangunan penting lainnya adalah rumah seorang Majoor yang membawahi satu bataljon militer. Bangunan lainnya adalah barak militer, bangun administratur lainnya, gudang, kantin, tempat MCK dan lainnya. Benteng ini menjadi ibu kota (stad).

Benteng Spanyol yang berada di Manila adalah tipikal dengan benteng-benteng besar di Hindia Timur seperti benteng-benteng Belanda. Benteng Belanda di Jawa, Kasteel Batavia sejak 1619 telah dijadikan sebagai ibu kota, yang juga tempat gubernur jenderal berkedudukan. Kedudukan benteng Manila tampaknya telah menggantikan posisi benteng San Miguel (di Cebu).

Benteng lainnya di teluk Manila adalah Fort Cavila. Benteng ini lebih kecil berada di suatu tanjung di sisi kanan teluk. Benteng ini diduga adalah benteng awal sebelum dibangun benteng Manila. Namun yang jelas dua benteng ini saling memperkuat di teluk untuk kepentingan Spanyol. Benteng Cavila ini lebih dekat ke pintu masuk teluk, ini mengindikasikan benteng pada barus pertahanan terdepan, yang boleh jadi sangat berguna untuk melindungai pertahanan utama di stad Manila, Ini ibarat benteng Belanda di pulau Onrus di teluk Batavia untuk menjadi benteng terdepan untuk mengawal benteng Kasteel Batavia di muara sungai Tjiliwong.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar