Laman

Sabtu, 18 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (118): Soetan Casajangan, Kesadaran Berbangsa Penulisan Sejarah Indonesia; Awal Sejarah Nasional

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ketika orang Indonesia (baca: pribumi) mulai menyadari arti penting berbangsa, Indonesia (baca: Hindia Belanda) berada di bawah kekuasaan penjajah (Pemerintah Hindia Belanda). Kesadaran berbangsa ini oleh orang pribumi diwujudkan dalam banyak bidang seperti kesempatan untu mengekspresikan diri, hak meningkatkan tingkat pendidikan, berorganisasi dan penulisan sejarah bangsa. Memang pemberian hak mulai dilonggarkan setelah sekian lama terjajah, tetapi disana sini masih dibatasi bahkan dijaga ketat (alias terus diawasi). Yang terus mendapat pengawasan tetap adalah kebebasan berpolitik (berorganisasi). Untuk penulisan sejarah bangsa sudah mulai muncul, meski tetap diwasapadi tetapi kurang mendapat perhatian dari pemerintah (karena publikasinya masih terbatas).  

 

Seperti disebut pada artikel sebelum ini, penulisan sejarah diantara orang pribumi masih sangat jarang. Buku sejarah pertama yang ditulis orang pribumi dilakukan oleh Dja Endar Moeda tahun 1903 yang berjudul Riwajat Poelau Sumatra, Buku ini hanya sekadar narasi sejarah tidak berisi hal yang berbau politis. Oleh karena itu buku tersebut aman (dan beredar luas). Beberapa dekade sebelumnya sebuah buku yang ditulis oleh Sati Nasution alias Willem Iskander, pernah menjadi perhatian Pemerintah Hindia Belanda. Buku yang berjudul Siboeloes-boeloes, Siroemboek-roemboek, bukan buku sejarah, hanya buku kumpulan prosa dan puisi yang diterbiitkan oleh penerbit di Batavia tahun 1871.  Setelah bertahun-tahun beredar, pemerintah menemukan hal yang berbahaya di dalam buku tersebut. Satu bait yang mengusik pemerintah di bawah puisi berjudul Mandailing (halaman 20) adalah: ‘Adong halak roear…Na mian di Panjaboengan….Tiboe ia haroear…Baon ia madoeng boesoengan’, terjemahannya: Ada orang luar (Belanda)…Yang berada di Panjaboengan…Semoga mereka cepat keluar (dari Tanah Mandailing). Karena mereka sudah menghisap habis kekayaan penduduk. Willem Iskander adalah pendiri dan direktur sekolah guru Kweekschool Tanobato (didirikan oleh Willem Iskander tahun 1862). Buku tersebut akhirnya ditarik dari peredaran).

Lantas bagaimana sejarah kesadaran berbangsa selanjutnya? Salah satu nama yang perlu disebut adalah Soetan Casajangan (pendiri Indische Vereeniging di Belanda tahun 1908). Pada tahun 1913 Soetan Casajangan menerbitkan buku yang dicetak di Baarn berjudul Indische Toestanden Gezien Door Een Inlander' (negara bagian di Hindia Belanda dilihat oleh penduduk pribumi). Buku ini adalah suatu monograf (kajian ilmiah) meski bukan buku sejarah tetapi merujuk pada perspektif sejarah yang pada intinya menjadi kritik bagi pemerintah. Namun karena penyajiannya beretika, beredarnya aman. Lalu sejak itu mulai ada yang menulis secara khusus tentang sejarah nasional (Indonesia). Bagaimana semua terkait? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Soetan Casajangan: Kesadaran Berbangsa Indonesia

Hingga tahun 1900, tidak ada orang pribumi yang berbicara tentang nasionality. Meski sudah ada yang berbicara tentang perbedaan penjajah dengan penduduk asli, namun setiap orang hanya berbicara tentang sukunya (bangsanya sendiri). Singkatnya tidak ada yang begitu paham tentang arti perbedaan coklat dan putih di satu sisi dan penyatuan diantara suku bangsa pribumi, Seorang pensiunan guru di kota Padang, Dja Endar Moeda maju ke depan dengan menyatukan berbagai bangsa pribumi dengan menginisiasi organisasi yang disebut Medan Perdamaian. Inilah organisasi kebangsaan pertama dan yang menjadi cikal bakal upaya penyatuan nasional di wilayah nusantara.

Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, memiliki portofolio yang tinggi untuk berinisiatif untuk menyatukan bangsa dengan membangun pondasi awal sebuah organisasi. Medan Perdamaian dalam arti harpiah ibarat medan magnet atau medan listrik sebagai sebuah medium dimana terjadi penyatuan elemen dalam satu kesatuan yang memusat sebagai satu kekuatan energi (persatuan). Dja Endar Moeda lulus sekolah guru Kwekschool Padang Sidempoean tahun 1884. Saat pensiun jadi guru dan sepulang haji dari Mekkah mendirikan sekolah swasta di kota Padang. Dja Endar adalah seorang penulis, menuslis buku pelajaran dan buku umum. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi surat kabar berbahasa Melayu di Padang milik keluarga asing. Dja Endar Moeda juga mengakuisisi percetakannya. Lalu tidak hanya melanjutkan Pertja Barat juga mendirikan surat kabar baru berbahasa Melayu Tapian Na Olei serta majalah pembangunan Insulinden. Dengan latarbelakang dan kepemilikan ini Dja Endar Moeda berinisiatif mendirikan perstuan dalam wadah organisasi resmi dengan nama Medan Perdamaian. Dja Endar Moeda sendiri menjadi ketua pertama. Pada tahun 1902 Medan Perfdamaian mengumpulkan dana sebanyak f14.000 dan dikirimkan ke Semarang untuk membantu peningkatan pendidikan. Ini menginsikasikan Medan Perdamaian bersifat nasional.

Organisasi kebangsaan Boedi Oetomo yang dibentuk di Batavia tahun 1908 oleh Raden Soetomo dkk, awalnya dimaksudkan untuk tujuan nasional, namun segera sirna karena berubah haluan menjadi organisasi kebangsaan yang hanya terbatas untuk tujuan lokal (Jawa, Bali dan Lombok), Dalam hal ini Boedi Oetomo adalah organisasi kebangsaan kedua yang didirikan. Soetomo dkk (mahasiswa-mahasiswa STOVIA) menghadapi masalah, ketika akan diadakan kongres Boedi Oetomo yang pertama bulan September di Jogjakrata, para senior mengambil alih dan dalam keputusan rapat umum Boedi Oetomo bertujuan untuk kesejahteraan di Jawa, Bali dan Lombok. Apakah Soetomo dkk kecewa? Yang jelas seorang mahasiswa senior di Belanda, Soetan Casajangan berinisiatif mendirikan organisasi kebangsaan dengan mengundang semua mahasiswa pribumi di rumah di Leiden. Organisasi ini disebut Indische Vereeniging dan Soetan Casajangan didapuk menjadi presidennya. Dari namanya organisasi kebangsaan ketiga ini (kebetulan di luar negeri) mencerminkan nasional (Indische).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Penulisan Sejarah Indonesia; Sejarah Nasional

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar