Laman

Rabu, 06 Oktober 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (154): Bahasa Belanda di Indonesia; Diplomat Belanda di Indonesia Seharusnya Berbahasa Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tempo doeloe, bahasa Belanda begitu penting di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh (kerajaan) Belanda (27 Desember 1949) jumlah penutur bahasa Belanda drastis menurun. Gejala ini sudah tampak pada masa pendudukan militer Jepang (1942-1945). Lantas apakah masa kini masih ada orang Indonesia yang sehari-hari berbahasa Belanda? Mungkin tidak ada lagi, tetapi masih banyak yang bisa berbahasa Belanda (terutama dari golongan senior/tua). Saya sendiri hanya bisa membaca teks berbahasa Belanda..

Di Malaysia banyak warga yang sehari-hari berbahasa Inggris. Penduduk yang memiliki pendidikan sekolah menengah ke atas umumnya mampu berbahasa Inggris. Di Indonesia hanya sebagian kecil dari populasi yang bisa berbahasa Inggris (sebagai bahasa asing). Seperti disebut di atas, bahasa Belanda sebagai bahasa asing hanya terdapat pada golongan tua/senior dan itu jumlahnya sangat sedikit. Sebaliknya, orang Indonesia di Belanda, meski menempuh pendidikan tinggi jarang yang bisa berbahasa Inggris, karena di perguruan tinggi untuk mahasiswa asing digunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Lantas bagaimana orang Belanda di Indonesia? Jelas mereka tidak berbahasa Belanda, tetapi menggunakan bahasa Inggris. Lalu apakah ada orang Belanda yang bisa berbahasa Indonesia? Tentu saja ada. Paling tidak Duta Besar Belanda di Jakarta Lambert Grijns bisa berbahasa Indonesia.

Lantas bagaimana sejarah bahasa Belanda di Indonesia? Seperti disebut di atas, bahasa Belanda di Indonesia (baca: Hindia Timur) sudah eksis bahkan sejak era VOC. Namun penggunaan bahasa Belanda di Indonesia menghilang seiring dengan perubahan politik terutama sejak pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda (1949). Lalu bagaimana dengan sekarang? Sebaiknya semua orang Belanda (paling tidak semua diplomat) di Indonesia seharusnya berbahasa Indonesia? Mengapa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bahasa Belanda di Indonesia: Apakah Masih Ada Tersisa Masa Kini?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Semua Diplomat Belanda di Indonesia Seharusnya Berbahasa Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar