Laman

Rabu, 03 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (210): Peta Teluk di Sumatra, Sisa Teluk Purba di Tapanuli; Melacak Teluk-Teluk yang Menjadi Daratan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Gambaran bentuk pulau Jawa kurang lebih mirip dengan pulau Sumatra. Yang membedakan pulau Sumatra lebih besar dari pulau Jawa. Empat pulau besar di Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan an Papua) pada zaman kuno berbeda dengan bentuk masa kini. Gambaran pulau Sumatra dan pulau Jawa zaman kuno lebih ramping jika dibandingkan dengan kondisi pada masa ini. Persamaan kedua pulau yang awalnya ramping ini, pulau Sumatra bertmabah luas ke arah timur (pantai timur) dan pulau Jawa bertambah luas ke arah utara (pantai utara). Persamaan lainnya, kedua pulau ini di sisi sebaliknya relatif tidak berubah (kecuali di beberap titik).

Sumatra adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 473.481 Km². Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu pulau Percha, pulau Andalas atau pulau Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta sebagai pulau emas). Pulau Sumatra terletak di bagian barat gugusan kepulauan Nusantara. Di sebelah utara berbatasan dengan teluk Benggala, di timur dengan selat Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda dan di sebelah barat dengan Samudra Hindia. Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar yang bermuara, antara lain Asahan (Sumatra Utara), Sungai Siak (Riau), Kampar, Indragiri (Sumatra Barat, Riau), Batang Hari (Sumatra Barat, Jambi), Musi, Ogan, Lematang, Komering (Sumatra Selatan), Way Sekampung, Way Tulangbawang, Way Seputih dan Way Mesuji (Lampung). Sementara beberapa sungai yang bermuara ke pesisir barat pulau Sumatra di antaranya Batang Tarusan (Sumatra Barat) dan Ketahun (Bengkulu). Di bagian barat pulau, terbentang pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari barat laut ke arah tenggara dengan panjang lebih kurang 1500 Km. Sepanjang bukit barisan tersebut terdapat puluhan gunung, baik yang tidak aktif maupun gunung berapi yang masih aktif. Gunung yang masih aktif antara lain Geureudong (Aceh), Sinabung (Sumatra Utara), Marapi dan Talang (Sumatra Barat), Gunung Dempo (Sumatra Selatan), Gunung Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Sumatra Barat, Jambi). Di pulau Sumatra juga terdapat beberapa danau, di antaranya D Laut Tawar (Aceh), D Toba (Sumatra Utara), D Singkarak, D Maninjau, D Diatas, D Dibawah, D Talang (Sumatra Barat), D Kerinci (Jambi) dan D Ranau (Lampung dan Sumatra Selatan). Gunung-gunung di Sumatra dengan kjetinggian di atas 2.500 meter adalah G Bandahara, Aceh (3.030 M); G Dempo, Sumatra Selatan (3.159 M); G Geureudong, Aceh (2.885 M); G Kerinci, Jambi (3.805 M); G Leuser, Aceh (3.172 M); G Marapi, Sumatra Barat (2.891 M); Perkison, Aceh (2.828 M); G Singgalang, Sumatra Barat (2.877 M); G Talamau, Sumatra Barat (2.912 M): dan G Talang, Sumatra Barat (2.597 M).

Lantas bagaimana sejarah teluk-teluk di pulau Sumatra? Seperti disebut di atas, pulau Sumatra mirip dengan pulau Jawa dari segi topografi (gunung, sungai dan danau). Seperti di pulau Jawa kini dikenal luas teluk Jakarta, sementara di pulau Sumatra dikenal teluk Tapanuli. William Marsden (1781) menyebut teluk Tapanuli sebagai teluk terbaik di Sumatra. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Peta Teluk di Sumatra, Sisa Teluk Purba di Tapanuli

Banyak teluk di pulau Sumatra apakah di pantai barat atau pantai timur. Di pantai barat Sumatra tempo doeloe ada beberapa teluk besar, tetapi kini hanya terbilang tinggal satu yakni teluk Tapanuli. Teluk yang berada di wilayah Tapanuli ini, diantara teluk yang terdapat di pulau Sumatra, menurut William Marsden (1781) teluk Tapanuli yang terbaik. Disebutnya terbaik karena sangat aman untuk navigasi pelayaran.

Kawasan teluk Tapanuli terhalang oleh pulau besar pulau Nias. Lebih dekat ke teluk juga terdapat pulau yang juga berfungsi sebagai penghalan yakni pulau Mursala. Lebih dekat lagi ke teluk terdapat pulau-pulau kecil seperti pulau Poncan. Boleh jadi itulah alasan Marsden menyebut teluk Tapanuli sebagai teluk teraman dan yang terbaik dalam navigasi pelayaran.

Tentu saja teluk Tapanuli yang dimaksud William Marsden adalah teluk yang dilihatnya pada tahun 1981, teluk yang diduga kurang lebih sama dengan teluk yang sekarang. Lantas bagaimana dengan beberapa abad yang lalu (pada zaman kuno)? Besar dugaan teluk Tapanuli sangat berbeda dengan bentuk yang sekarang.

Pada era Portugis, Singkil adalah sebuah teluk. Di teluk ini bermuara dua sungai besar yang kini diidentifikasi sebagai sungai Simpang Kanan dan sungai Simpang Kiri. Teluk itu kemudian terjadi proses sedimentasi yang membentuk daratan yang mana dua sungai yang awalnya terpisah menjadi menyatu dengan membentuk sungai yang lebih menuju laut. Sungai besar yang terbentuk ini kini dikenal sebagai sungai Singkil. Di muara sungai Singkil inilah terbentuk pemukiman baru (kini menjadi kota Singkil). Kurang lebih dengan teluk Singkil ini, besar dugaan kota Padang yang sekarang awalnya adalah suatu teluk. Namun sekarang yang terlihat adalah bawah kota Padang segaris dengan garis pantai barat Sumatra. Di tengah danau Padang ini tempo doeloe diduga kuat terdapat satu pulau, pulau tersebut adalah gunung Pangilun yang sekarang. Teluk yang mengalami proses sedimentasi ini sungai Batang Arau menemukan jalan sendiri menuju laut. Muara sungai Batang Arau ini tempo doeloe berada di Limau Manis yang sekarang (Universitas Andalas). Proses sedimentasi ini menjadi lebih cepat terjadi karena terjadinya tsunami pada era VOC. Masih pada era VOC, posisi benteng VOC di Barus berada jauh di pedalaman. Boleh jadi pada era Ptolomeus (abad ke-2) posisi (pelabuhan) Barus tepat berada di pinggir pantai. Besar dugaan makam tua yang terdapat di Barus pada masa ini , pada masa lampau berada di dalam kota Barus (dekat dengan pantai). Kota Barus zaman kuno ini diduga kuat berada di suatu teluk (di muara sungai Sirahar).

Bentuk teluk Tapanuli yang sekarang dapat dikatakan adalah sisa teluk Tapanuli zaman kuno. Teluk Tapanuli zaman kuno jauh lebih besar dari yang sekarang, Batas teluk di utara berada di utara kota Sibolga. Sedangkan batas teluk di selatan berada di (danau) Siais yang sekarang. Ke dalam teluk ini sejumlah sungai bermuara seperti sungai Batang Toru dan sungai Lumur/Pinangsori. Teluk yang lebih kecil juga diduga terdapat di Sorkam dan Barus. Di teluk Sorkam bermuara sungai Aek Sibundong (kecamatan Soekam) dan teluk Barus bermuara sungai Sirahar (kecamatan Barus). Dari sungai-sungai yang ada dari Barus hingga Siais sungai terbesar adalah sungai Batang Toru (sungai terpanjang yang berhulu di Tapanuli Utara). Sungai Batang Toru ini awalnya bermuara di sekitar Siais yang sekarang (Sangkunur).

Danau Siais tempo doeloe berada cukup dekat dengan pantai. Di sebelah utara danau ini bermuara sungai Batang Toro. Kecamatan Muara Batang Toru (kabupaten Tapanuli Selatan) yang sekarang tempo doeloe adalah perairan/laut. Demikian juga dengan kecamatan Lumut, kecamatan Badiri dan kecamatan Kalangan tempo doeloe adalah perairan/laut. Peraiaran di dalam teluk dimana sungai Batang Toru dan sungai Lumut/Pinangsori bermuara, terjadi proses sedimentasi jangka panjang yang perairan berubah menjadi rawa-rawa dan kemudian terbentuk daratan. Teluk yang lain juga diduga terdapat di Singkuang (muara sungai Batang Gadis (yang di pedalaman sungai Batang Angkola bergabung dengan sungai Batang Gadis). Teluk lainnya adalah teluk Natal dan teluk Batahan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Melacak Teluk-Teluk Menjadi Daratan di Sumatra

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar