Laman

Jumat, 05 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (215): Pahlawan Nasional Era Awal VOC; Sultan Agung 1593-1645 Menyerang Pusat VOC, Batavia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada Pahlawan Nasional era Portugis, tetntu saja ada Pahlawan Nasional pada awal era Belanda (VOC). Salah satu yang penting dari Pahlawan Nasional era awal Belanda (VOC) ini adalah Sultang Agung Hanyokrokusumo (1593-1645) dari kerajaan Mataram. Dalam catatan sejarah VOC, Sultan Agung menyerang (benteng) Batavia pada tahun 1629..

Kesultanan Mataram adalah negara berbentuk kesultanan di Jawa. Kesultanan ini didirikan sejak pertengahan abad ke-16, namun baru menjadi negara berdaulat di akhir abad ke-16 yang dipimpin oleh dinasti yang bernama wangsa Mataram. Sepanjang abad ke-16, tepatnya pada puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Anyakrakusuma, Mataram adalah salah satu negara terkuat di Jawa, kesultanan yang menyatukan sebagian besar pulau Jawa, Madura, dan Sukadana (Kalimantan Barat). Kesultanan ini terdiri dari wilayah kutagara, nagaragung, mancanagara, pasisiran dan sejumlah kerajaan vasal, beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan beragam tingkat otonomi. Kesultanan ini secara de facto merupakan negara merdeka yang menjalin hubungan perdagangan dengan VOC (Belanda). Kedua pihak saling mengirim duta besar. Anyakrakusuma di bawah kepemimpinannya tidak mengizinkan Serikat Dagang Hindia Timur (VOC) untuk mendirikan loji-loji dagang di pantai utara. Hal ini ditolak karena bila diizinkan maka ekonomi di pantai utara akan dikuasai dan melemah. Penolakan ini membuat hubungan keduanya sejak saat itu merenggang. Menjelang keruntuhannya, Kesultanan Mataram menjadi negara protektorat Kerajaan Belanda, dengan status pzelfbestuurende landschappen. Perjanjian Giyanti membuahkan kesepakatan bahwa Kesultanan Mataram dibagi dalam dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasunanan Surakarta dan Nagari Kasultanan Ngayogyakarta. Perjanjian yang ditandatangani dan diratifikasi pada tanggal 13 Februari 1755 di Giyanti ini secara de jure menandai berakhirnya Mataram (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasioanal Sultan Agung (1593-1645) dari Mataram? Seperti disebut di atas, kerajaan Mataram berdiri pada abad ke-16 (saat kerajaan Demak masih berjaya). Kerajaan Demak berada di pesisir pantai, sedangkan kerajaan Mataram berada di pedalaman. Lalu bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Sultan Agung dari Mataram? Yang jelas Sultan Agung menyerang pusat VOC di Batavia tahun 1629. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Peta desain awal kota Batavia (1619)

Era Awal Belanda (VOC): Kerajaaan Mataram

Sultan Agung naik tahta pada tahun 1613 (hingga 1645). Saat itu, kerajaan Jacatra tenang-tenang saja. Di wilayah timur, pelaut-pelaut Belanda mulai menguat, ini sehubungan dengan pelaut-pelaut Belanda telah berhasil mengusir pelaut-pelaut Portugis (di Amboina, 1605 dan di Solor dan Koepang 1612). Dengan basis yang kuat di Bali (sejak Cornelis de Houtman 1596), jalur navigassi pelayaran dari pantai selatan Jawa ke Maluku tidak maksimal. Sebab intensitas perdagangan di pulau Jawa berada di pantai utara (yang berpusat di Banten). Untuk meratakan jalan, pelaut-pelaut Belanda membangun pos perdagangan di laut lepas di pulau Onrust. Celakanya, dari pulau Onrust inilah pelaut-pelaut Belanda yang dipimpin Jan Pieterzoon Coen menyerang (kerajaan) Jacatra pada tahun 1619 yang kemudian membangun Batavia.

Jan Pieterzoon Coen sesungguhnya dikirim dengan misi untuk membangun pos perdagangan permanen kelompok 17. Sebelum penyerangan kerajaan Jacatra, Coen sudah memiliki desain kota (casteel). Kota dalam benteng inilah yang kemudian dikenal sebagai Casteel Batavia. Kota ini dibangun tepat di muara pada sisi timur (kawasan rawa-rawa). Dengan begitu, kota memiliki tiga akses: ke darat, ke sisi sungai (arus perdagangan) dan ke laut (jalur escape). Sejak 1619 secara defacto ibu kota Belanda (VOC) telah direlokasi dari Amboina ke Batavia. Peta kondisi Batavia (1626)

Sejak pusat perdagangan Belanda (VOC) direlokasi dari Amboina ke Batavia, intensitas pelayaran Texel (Belanda) dan Batavia (Oost Indie) semakin tinggi. Seperti yang dapat dikutip dari surat kabar Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 31-07-1627 disebutkan kapal-kapal kargo dari Batavia pada buklan Desember 1626 telah tiba bulan Juli 1627 di Leyden dan Enckhuisen (Noord Holand). Barang-barang yang dibawa antara lain lada (termasuk lada Sumatra), pala, getah puli. Ini mengindikasikan bahwa pelaut-pelaut Belanda telah memenuhi barang dagangannya dari seluruh penjuru (Jawa, Sumatra dan Maluku) yang dipusatkan di Batavia.

Di Mataram, Sultan Agung yang naik tahta sejak tahun 1613, pada tahun 1628 sudah berumur 35 tahun (lahir 1593). Suatu usia yang cukup matang dan semangat yang tinggi. Dengan volume perdagangan VOC yang terus meningkat, sudah barang tentu arus perdagangan di pantai utara Jawa drastis sepi. Komoditi perdagangan dari Maluku dan nusa tenggara tentu mengalir ke Batavia. Arus pertukaran antara Jawa dan Sumatra juga sudah memusat ke Batavia. Besar dugaan pedagang-pedagang Jawa hanya tangan hampa pulang dalam transaksi perdagangan di pelabuhan Banten. Sebagaimana diketahui pengaruh Portugis di pelabuhan Banten sudah terusir sejak 1613 dan pedagang-pedagang Belanda di pelabuhan Banten sudah mendapat izin dari Sultan Banten untuk membangun loji (yang pada dasarnya adalah benteng). Besar dugaan dengan melihat situasi dan kondisi yang dihadapi oleh sultan muda dari Mataram (Sultang Agung) jalan satu-satunya hanya dengan menyerang dan melumpuhkan benteng (casteel) Batavia.  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sultan Agung (1593-1645) dari Mataram Menyerang Pusat VOC di Batavia

Bagaimana Mataram menyerang Batavia di bawah pimpinan Sultan Agung sesungguhnya tidak ada keterangan yang pasti. Meski demikian ada beberapa sumber tertua yang dapat digunakan yakni berita surat kabar dan lukisan (yang terus disalin) yang menggambarkan pertempuran di Batavia pada tahun 1628. Dalam berbagai literatur masa kini disebut pertempuran di Batavia terjadi pada bulan Agustus 1628 yang mana disebutkan pasukan Mataram mengalami kekalahan (dipukul mundur).

Berdasarkan surat kabar Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 14-07-1629 disebutkan pada tanggal 4 November 1628 dari Batavia berlabuh kapal-kapal kargo Nassau, Prince Wilhlem dan Leeuwinne; kapal Meleis di Delft dan kapal-kapal Vlislingher dan Ter-Veer di Zeelandt. Dalam berita ini disebutkan kapal-kapal itu memuat barang dari Stadt (kota) Batavia dan (pelabuhan) Banten, mengindikasikan bahwa tidak ada pengaruh yang besar di pelabuhan Batavia (ketika seperti disebutkan terjadi penyerangan Mataram ke Batavia). Lukisan pertempuran di Batavia, 1628

Dalam pertempuran yang digambarkan pada lukisan dapat diidentifikasi bahwa pertempuran itu terjadi di sisi barat sungai (Ciliwung) di seberang sebelah barat kota (casteel) Batavia. Pasukan militer VOC telah keluar benteng menyeberang sungai berhadapan dengan pasukan Mataram.

Dengan memperhatikan peta-peta yang ada Peta 1619 dan Peta 1628 yang diperlihatkan di atas, kota Batavia, sisi timur adalah wilayah rawa-rawa (perairan). Ini mengindikasikan bahwa pasukan Mataram yang melalui darat datang dari arah utara sisi barat sungai Ciliwung. Pelabuhan Sunda Kalapa yang terletak di arah hulu benteng (castel Batavia) berada di sisi barat sungai, pelabuhan yang menjadi tujuan perdsgangan (kerajaan) Pakwan Pajajaran dari pedalaman. Jalan kuno yang dari dan ke Pakwan Pajajaran berada di sisi barat sungai Ciliwung yang merupakan jalan yang eksis hingga kini dari Drpok, Pasar Minggi, Cikini, Cideng hingga ke (pelabuhan) Sunda Kalapa. Dalam hal ini pasukan Mataram dari arah timur menyeberangi sungai Tjiliwong di sekitar Depok (karena hanya di daerah itu sungai Ciliwung yang bisa dilewati melalui sungai, karena pasukan Mataram membawa alat transportasi gajah) dan kemudian mengikuti jalan kuno di sisi barat sungai hingga ke pelabuhan Soenda Kalapa.. Apakah dari sini asal-usul nama (kota) Depok? Hal ini karena nama Depok sudah sejak lampau ada di Mataram (daerah Bantul yang sekarang).

Dalam pertempuran di Batavia tampaknya pasukan Banten telah turut bergabung dengan pasukan Mataram. Ini dapat dibaca kembali pada surat kabar Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 14-07-1629 yang bersumber dari kapal yang datang dari Oost Indie. Disebutkan bahwa orang Banten dan orang Jawa telah menyerang Batavia dengan kekuatan 50,000 orang yang ditahan oleh pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Koenen. Orang-orang Benten dan Jawa telah mengepung kota, Jenderal Koenen telah mempersempit ruang gerak setengah dari kota dan membakarnya setengah yang tersisa agar bisa lebih bertahan.

Dalam berita ini juga disebutkan kapal kargo Enckhuysen yang telah beberapa bulan ke Oost Indie yang secara tidak sengaja melintas, telah dikepung oleh  10.000 orang dan kapal telah dibakar, Hanya sebanyak 50 orang awak kapal yang berhasil menyelamatkan diri. Dimana kejadian ini berlangsung tidak disebutkan secara jelas. Jika keterangan pertempuran ini digabungkan pihak Belanda (VOC) telah kehilangan setengah kota dan satu buah kapal kargo. Berapa korban di pihak Mataram (termasuk Banten) tidak diketahui. Berita tambahan adapat dibaca pada surat kabar Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 21-09-1629 bahwa orang-orang Jawa dan Banten telah meninggalkan teritori Batavia dengan kehilangan banyak orang. Dalam berita ini juga disebutkan sisa muatan kargo (yang terselematkan) Enckhuysen telah tiba di Cardiff dibawa kapal Inggris pada tanggal  18 Maret 1629.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar