Laman

Rabu, 08 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (281): Pahlawan-Pahlawan Indonesia di Pesantren; Cilegon, Singaparna, Sidoarjo, Jombang, Kotanopan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pahlawan-pahlawan Indonesia tentu saja saja tidak hanya berasal dari sekolah umum, juga banyak yang berasal dari pesantren. Pahlawan Indonesia yang berasal dari pesantren juga ada yang sudah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional seperti dari Singaparna KH. Zainal Mustofa (1899-1944); dari Djombang Wahid Hasyim (1914-1953); dan dari Kotanopan (Tapanuli Selatan) KH Zainoel Arifin Pohan (1909-1963). Wahid Hasyim adalah ayah dari Gusdur dan Zainoel Arifin Pohan adalah pendiri Partai NU yang tertembak di samping Presiden Soekarno di masjid.

Pesantren (pesantrian) adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, dimana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut (Wikipedia).:

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia dari pesantren? Seperti disebut di atas, banyak pahlawan Indonesia berasal dari pesantren dan bahkan ada yang berstatus Pahlawan Nasional. Peran pesantren dalam perjuangan sudah ada sejak lama. Perjuangan pesantren Tjilegon melawan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1887 terbilang sangat serius. Demikian juga pesantren di Singaparna pada tahun 1944 (melawan pemerintahan militer Jepang). Lalu bagaimana dengan pesantren di Sidoardjo dan Kotanipan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan-Pahlawan Indonesia di Pesantren: Tjilegon, Singaparna, Sidoardjo dan Kotanopan

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tokoh-Tokoh Pesantren: KH Wasid di Tjilegon; Mohammad Hasyim Asy'ari di Djombang dan Syeikh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily di Kotanopan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar