Laman

Jumat, 18 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (479): Pahlawan Indonesia – Goenawan Mangoenkoesoemo; Indische Vereeniging dan Kongres Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam foto yang dimuat di Wikipedia disebut dari kiri ke kanan: Gunawan Mangunkusumo, Mohammad Hatta, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono dan RM Sartono. Tampakanya penulis teks foto itu keliru. Faktanya Goenawan Mangoenkoesoemo lulus dokter di Belanda dan kembali ke tanah air pada tanggal 4 April 1920 (lihat De avondpost. 02-04-1920). Sementara itu Mohamad Hatta lulus HBS di PHS Batavia pada tahun 1921 dan berangkat studi ke Belanda. Bagaimana mereka berdua bertemu dalam satu foto?

Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda didirikan tahun 1908. Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa [Radjioen Harahap gelar] Soetan Casajangan Soripada [dan R.M. Noto Soeroto] yang tujuan utamanya ialah [mengadakan pesta dansa-dansa dan pidato-pidato]. Sejak Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) masuk, pada 1913, [mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia]. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah vereeniging ini memasuki kancah politik. Waktu itu pula vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, tetapi isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik]. Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Para anggota Indonesische juga memutuskan untuk menerbitkan kembali majalah Hindia Poetra dengan Mohammad Hatta sebagai pengasuhnya. Saat Iwa Koesoemasoemantri menjadi ketua pada 1923, Indonesische mulai menyebarkan ide non-kooperasi yang mempunyai arti berjuang demi kemerdekaan tanpa bekerjasama dengan Belanda. Tahun 1924, saat M. Nazir Datuk Pamoentjak menjadi ketua, nama majalah Hindia Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka. Tahun 1925 saat Soekiman Wirjosandjojo nama organisasi ini resmi berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta menjadi Voorzitter (Ketua) PI terlama yaitu sejak awal tahun 1926 hingga 1930, [sebelumnya setiap ketua hanya menjabat selama setahun]. (Wikipedia). Catatan: Dicoret untuk dibahas

Lantas bagaimana sejarah Goenawan Mangoenkoesoemo? Seperti disebut di atas, Goenawam Mangoenkoesoemo berbeda generasi dengan Mohamad Hatta di Indische Vereeniging di Belanda. Keduanya sama-sama pernah memimpin Indische Vereeniging/Indonesisch Vereeniging. Lalu bagaimana sejarah Goenawan Mangoenkoesoemo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Foto: Pengurus Perhimpoenan Indonesia. Kiri ke kanan: Gunawan Mangunkusumo, Mohammad Hatta, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, dan R.M. Sartono

Pahlawan Indonesia – Goenawan Mangoenkoesoemo: Indische Vereeniging dan Kongres Indonesia

Setelah lulus sekolah dasar berbahasa Belanda, Goenawan Mangoenkoesoemo melanjutkan studi ke sekolah kedokteran Docter Djawa School/STOVIA di Batavia. Pada tahun 1904 Goenawan lulus ujian transisi naik dari kelas dua ke kelas tiga tingkat persiapan STOVIA (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-11-1904). Teman satu kelas antara lain R Soetomo dan R Slamet. Sementara itu pada kelas tertinggi Docter Djawa School lulus ujian transisi naik dari kelas lima ke kelas enam antara lain Abdoel Hakim Nasution, Abdoel Karim Harahap dan Tjipto Mangoen Koesoemo.

Pada tahun 1902 sekolah kedokteran pribumi (inlandsch) Docter Djawa School ditingkatkan dengan kurikulum bari. Namun lama studi tetap sama yang mana tiga tahun pertama tingkat persiapan dan enam tahun berikutnya tingkat medik. Nama sekolah diubah menjadi School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA). Siswa yang diterima di STOVIA tidak hanya pribumi. Meski demikian, siswa-siswa Docter Djawa School terus menyelesaikan programnya sampai lulus, Pada tahun 1905 di Docter Djawa School lulus ujian akhir antara lain Abdoel Karim, Abdoel Hakim dan Tjipto (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-11-1905), Teman-teman mereka yang juga lulus adalah Roem. Mochtar, Iskat. Kammar dan Soemowidigdo. Abdoel Hakim dan Abdoel Karim dari Padang Sidempoean, Tjito Mangoenkoesoemo berasal dari Poerwodadi (lihat     Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-11-1902). Dr Tjipto Mangoenkoesoemo adalah abang dari Goenawan Mangoenkoesoemo.

Pada tahun 1907 Goenawan lulus ujian transisi naik dari kelas dua ke kelas tiga tingkat medik (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-10-1907). Yang lulus ujian bersamaan juga R Slamet dan R Soetomo. Di atas mereka yang lulus ujian naik kelas empat antara lain J Warrow (dari Minahasa), yang lulus ujian naik ke kelas lima antara lain Mohamad Daoelay (Padang Sidempoean).

Pada tanggal 20 Mei di Batavia, sejumlah mahasiswa asal Jawa mendeklarasikan pembentukan organisasi kebangsaan yang diberi nama Boedi Oetomo ((lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-07-1908). Para deklator ini antara lain R Soetomo, Goenawan Mengoenkoesoemo dan R Slamrt. Organisasi kebangsaan Boedi Oetomo akan melaksanan kongres pertama pada bulan Oktober di Djogjakarta. Organisasi kebangsaan pertama didirikan di Padang pada tahun 1900 yang diberi nama Medan Perdamaian. Ketuka Medan Perdamaian yang pertama adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda.

Menjelang kongres Boedi Oetomo di Djogjakarta, di STOVIA diumumkan hasil ujian transisi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-09-1908). Dalam daftar yang lulus ujian transisi dari kelas tiga ke kelas empat medik antara lain Goenawan. Yang lulus bersamaan satu kelas adalah Latumeten, R Soeleman, R Djauhari, R Saleh, R Moehadjir, R Soemantri, M Ramelan, P Agustin, M Soekardjo dan AB Abdu.

Dalam kongres Boedi Oetomo yang diadakan di Djogjakarta tanggal 4,5 dan 6 Oktober 1908 disepkati bahwa visi Boedi Oetomo (hanya) terbatas di Jawa dan Madoera. Para golongan muda seperti Goenawan dan Soetomo yang bervisi nasional tidak bisa berbuat banyak karena kongres telah terkooptasi oleh para senior (yang bervisi kedaerahan) seperti Dr Soediro Hoesodo. Desas-desus sebelumnya yang terdengar hingga ke Belanda, pada bulan Oktober 1908 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan meminta Raden Soemitro mengirim undangan kepada semua mahasiswa pribuni di Belanda untuk berkumpul di kediamannya di Leiden. Pada pertemuaan yang diadakan pada tanggal 25 Oktober, semua sepakat membentuk organisasi (kebangsaan) mahasiswa pribumi di Belanda dengan nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia). Lalu dibicarakan pengurus dansecara aklamasi sepakat Soetan Casajangan sebagai ketua dan R Soemitro sebagai sekretaris.Untuk komite penyusunan statuta (AD/ART) disepakati terdiri dari mepat orang antara lain Soetan Casajangan dan Husein Djajadingrat. Organisasi kebangsaan Indische Vereeniging memiliki visi yang sama dengan organisasi kebangsaan Medan Perdamaian yakni bervisi nasional. Soetan Casajangan adalah adik kelas Dja Endar Moeda di sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoenan. Catatan: lahirnya Boedi Oetomo adalah lahirnya kebangkitan masyarakat (bangsa) Jawa, tetapi kebangkitan masyarakat lainnya, seperti di Pantai Barat Sumatra sudah lebih dulu terjadi. Kebangkitan mayarakat di Pantai Barat Sumatra adalah kebangkitan masyarakat bervisi nasional sebagimana juga digaungkan oleh masyarakat mahasiswa pribumi di Belanda (Indische Vereeniging).

Pada tahun 1909 Goenawan Mangoenkoesoemo lulus ujian naik ke kelas lima tingkat medik di STOVIA (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-09-1909). Pada tahun 1910 Goenawam lulus ujian naik ke kelas enam (lihat De Preanger-bode, 05-09-1910). Hingga sejauah ini Goenawan lancar dalam studi, tidak pernah ketinggalan kelas. Akhirnya Goenawan lulus ujian akhir dan mendapat diploma dokter djawa (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-04-1911). Pada berita lain dalam edisi surat kabar tersebut Goenawan dan Soetomo ditempatkan di rumah sakit kota di Semarang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Organisasi Mahasiswa di Belanda: Indische Vereeniging hingga Indonesiasch Vereeniging

Dr Goenawan Mangoenkoesoemo setelah berdinas di Jawa beberapa waktu kemudian dopindahkan ke Kapahijang di Bengkoele, Pada tahun 1913 Dr Goenawan dipindahkan dari Kapahijang ke Djember di Besoeki (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-08-1913). Sebagai pengantinya dipindahkan Dr Antariksa dari Djember ke Kapahijang.  Dr Soetomo tahun sebelumnya telah dipindahkan dari Semarang ke Loeboe Pakam di Deli (lihat Deli courant, 07-03-1912).

Ada beberapa peristiwa yang dianggap penting pada tahun 1913. Soetan Casajangan kembali ke tanah air pada bulan Juli. Soetan Casajangan ketua Indische Vereeniging pertama lulus medapat akta guru LO tahun 1909 dan kemudian melanjutkan studi dan pada tahun 1911 mendapat akta guru MO (sarjana pendidikan). Partai yang baru dididkan Indische Partij di Bandoeng dianggap menentang otoritas pemerintah. Tiga pimpinannya diasingkan ke Belanda yakni Dr EFE Douwes Dekker, Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soejadingrat. Mereka bertiga berangkat pada bulan September 1913 (lihat Algemeen Handelsblad, 07-09-1913). Peristiwa lainnya adalah Boedi Oetomo cabang Deli didirikan di Poelao Brayan dimana ketua terpilih adalah Dr Soetomo (lihat Deli courant, 26-05-1913). Disebutkan pada Sabtu malam diadakan pertemuan di sebuah rumah di Poeloe Brajan untuk pendirian cabang Boedi Oetomo. Hadir 56 orang Jawa, termasuk 11 tentara pribumi. Pertemuan itu selanjutnya dihadiri oleh seorang kepala polisi Eropa yang mengerti bahasa Jawa. Sebuah dewan diangkat dan anggaran rumah tangga dibuat. Dokter pribumi di Leeboeq Pakam, Raden Soetomo, terpilih sebagai ketua. Peristiwa lainnya adalah asisten dosen di sekolah kedokteran hewan Veeartsenschool di Buitenzorg, Sorip Tagor Harahap berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi di Universiteit te Utrecht. Di Belanda sudah ada rekannya sekampong sama-sama lahir di Padang Sidempoean yakni Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon (sejak 1910) dan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenong Moeli (sejak 1911).

Setelah menyelesaikan dinas di Kapahijang Goenawan dipindahkan ke Batavia sebagai asistes dosen di STOVIA, Pada tahun 1914 di Batavia Dr. Soetomo baru pulang berdinas dari Deli. Dr. Soetomo tiba di Batavia hatinya pilu dan sedikit marah. Dr. Soetomo merasa perlu berbicara di tengah anggota Boedi Oetomo. Satu-satunya cabang Boedi Oetomo yang dipimpin oleh orang muda adalah Boedi Oetomo cabang Batavia yang dipimpin oleh alumni STOVIA yakni Dr Sardjito (kelak lebih dikenal sebagai Rektor UGM yang pertama). Lalu Boedi Oetomo cabang Batavia mengadakan rapat umum (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-07-1914). Rapat publik ini diadakan di gedung Boedi Oetomo di Gang Kwinie 3 yang mana tema yang dibicarakan Dr. Soetomo tentang kontrak kuli di Deli. Dalam rapat publik di Boedi Oetomo cabang Batavia Dr. Soetomo dalam pidatonya berapi-api. Dr. Soetomo menyatakan: ‘Kita tidak bisa hidup sendiri’. Dr. Soetomo melanjutkan, ‘Kita tidak bisa hidup sendiri, bangsa kita Jawa tidak bisa terkungkung, kuli-kuli asal Jawa sangat menderita di Deli atas perlakuan yang tidak adil dari para planter pengusaha perkebunan asing’. Dr. Soetomo melanjutkan: ‘Banyak orang Tapanoeli yang pintar, mereka ada dimana-mana...kita tidak bisa hidup sendiri lagi’.

Pidato ini tentu dicatat intel/polisi Belanda sebab dalam rapat umum ini turut hadir pejabat-pejabat pemerintah. Lebih-lebih belum lama terjadi kasus Komite Boemi Poetra dengan pamflet terkenal dari RM Soewardi yang kini diasingkan di Belanda bersama Dr. Tjipto dan Douwes Dekker. Mengapa Dr. Soetomo bersemangat dengan nasioalis. Sjarikat Tapanoeli di Medan, idem dito Medan Perdamian di Padang memiliki visi nasional sebagaimana Indisch Vereeniging di Belanda. Apa yang diinginkan Dr. Soetomo di dalam rapat umum Boedi Oetomo di Batavia adalah bahwa menangani permasalahan kuli Jawa di Deli harus dilakukan secara nasional. Boedi Oetomo tidak bisa berpangku tangan soal poenalie sanctie di perkebunan-perkebunan di Deli. Catatan: Medan Perdamaian didirikan Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda di Padang 1900; Sjarikat Tapanoeli didirikan di Medan 1907 yang kini dipimpin Hasan Nasution alias Sjech Ibrahim; Indische Vereeniging didirikan di Leiden Belanda 1908 oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang kini dijabat RM Noto Soeroto. Pidato Dr. Soetomo ini telah membuka wawasan baru bagi golongan muda Boedi Oetomo bahwa Boedi Oetomo meski dengan populasi 30 juta tidak bisa hidup sendiri. Boedi Oetomo harus kembali ke kittah Boedi Oetomo pada awal pendiriannya 1908 (ketika masih dipimpin golongan muda sebelum kongres di Jogjakarta).

Di Batavia pada tahun 1916 mencalonkan untuk anggota dewan kota (gemeenteraad) Batavia. Goenawan terpilih bersama Dr Husein Djajadiningrat dan Dr Sardjito (lihat De nieuwe vorstenlanden, 06-03-1916). Namun tidak lama kemudian Dr Goenawan Mangoenkoesoemo yang kontraknya sebagai dokter pemerintah belum berakhir dan kemudian mengajukan cuti untuk ke Belanda untuk melanjutkan studi. Permohonan ini dikabulkan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-07-1916).  Goenwan juga harus melepaskan keanggotaanya di dewan kota Batavia.

Apa yang mendasari Dr Goenawan ingin melanjutkan studi ke Belanda? Besar dugaan diantaranya ada dua kemungkinan yakni bahwa Dr Tjipto yang disingkan ke Belanda tahun 1913 ingin melanjutkan studi di Belanda, tetapi mengalami sakit dan mendapat izin dari pemerintah untuk pulang ke tanah air pada tahun 1914 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-07-1914). Kemungkinan kedua rekannya sesama anggota dewan kota Batavia Dr Husein Djajadiningrat adalah ketua Indische Vereeniging yang kedua di Belanda (1910-1912). Seperti halnya Dr Soetomo, tampaknya Dr Goenawan sudah lebih menyadari arti persatuan diantara bangsa Indonesia.

Setelah menyelesaikan urusannya dengan tugas-tugas di STOVIA dan di dewan kota, Dr Goenawan dengan mantap berangkat ke Belanda (lihat Sumatra-bode, 30-12-1916). Disebutkan kapal ss Sindoro berangkat dari Batavia dengan tujuan akhir Nederland dimana dalam manifes kapal terdapat nama Goenawan Mangoenkoesoemo bersama istri. Dalam manifes kapal juga terdapat nama Abdoel Moeis, M Ngabehi Dwidjosewojo, Pangeran Ario Koesoemaningrat, RM Sanityasa, RM Sijaga, R Toemenggoeng Danoesoegondo dan RM Waloeja  

Pada awal tahun 1917 dengan semakin kuatnya Boedi Oetomo/kemajuan di Jawa, para mahasiswa asal Sumatra yang tergabung dalam Indische Vereeniging membentuk organisasi Sumatra Sepakat untuk mendukung kemajuan di Sumatratahun. Ketua Sorip Tagor Harahap, sekretaris Dahlan Abdoellah dan bendara Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia dengan komisari antara lain Mohamad Iljas dan Tan Malaka. Masih pada tahun 1917 ini mahasiswa asal Hindia (Indo. Cina dan pribumi) menyelenggarakan Kongres Hindia yang diketuai oleh HJ van Mook. Dari Indische Vereeniging yang berbicara dalam kongres ini antara lain Dahlan Abdoellah dan Soerip Tagor.

Di Belanda, Goenawan mengikuti studi kedokteran di Universiteit Amsterdam. Di Universitas ini beberapa tahun yang lalu sejumlah mahasiswa pribumi lulus dokter. Mereka itu adalah lulusan Docter Djawa School yang melanjutkan studi ke Belanda, antara lain Abdoel Rivai, F Laoh dan WK Tehupelory.

Pada awal tahun 1918 di Belanda diadakan pertemuan dalam rencana peringatan 10 tahun Boedi Oetomo yang mana sebagai ketua pertemuan M Soerjopoetro. Satu buku kenang-kenangan yang ditulis Sosro Kartono, Noto Soeroto dan Soerjaningrat yang mana ide penerbitannya dari Goenawan Mangoenkoesoemo, salah satu pendiri Boedi-Oetomo yang sekarang di Amsterdam (lihat De nieuwe courant, 04-03-1918). Panitia peringatan ditunjuka  Soerjopoetro, Soeriomihardjo dan Tjokroadisoerjo.

Pada bulan Juni 1918 Goenawan lulus ujian teoritis kedokteran di Amsterdam (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1918). Pada tahun 1918 ini diadakan Kongres Indonesia (pengganti nama Kongres Hindia) yang juga terdiri dari Indo, Cina dan pribumi. Kongres ini diketuai oleh JA Jonkman dengan tema pendidikan di Hindia, Dalam kongres ini berbicara antara lain Sorip Tagor, Dahlan Abdoellah dan Goenawan Mangoenkoesomo, Raden Sarengat dan Soewardi Soerjaningrat.

Di Belanda Goenawan Mangoenkosoemo terpilih menjadi ketua Indische Vereeniging pada tahun 1918 (lihat Het vaderland, 26-11-1918). Disebutkan orang Indonesia yang belajar di negeri ini, merayakan hari jadinya yang kesepuluh disini dalam sebuah pertemuan luar biasa. Dr Goenawan Mangunkusoemo, ketua yang baru diangkat, memimpin rapat yang dihadiri banyak orang, dan dalam pidatonya mengingatkan 'tujuan perkumpulan. Didirikan sebagai cerminan dari kelahiran Boedi Oetomo. Goenawan Mangoenkoeosoemo menggantikan Noto Diningrat. Mengapa Goenawan menyatakan Indische Vereeniging sebagai cerminan kelahiran Boedi Oetomo? Apakah karena Goenawan salah satu pendiri Boedi Oetomo? Yang jelas pada tahun 1908 keduanya berdiri dengan platform yang berbeda. Boedi Oetomo bersifat kedaerahan sedangkan Indische Vereeniging bersifat nasional seperti Medan Perdamaian di Padang. Jangan lupa pendiri Medan Perdamaian dan Indische Vereeniging sama-sama lulusan sekolah gueu Kweekschool Padang Sidempoean. Tampaknya Goenawan mulai memelintir sejarah Indische Vereeniging. Dalam pertemuan tersebut Noto Soeroto memberikan sketsa asal-usul dan perubahan-perubahan Indische Vereeniging. Ide pendiriannya didasarkan pada pangeran Solo Hadiwidjojo, yang saat itu tinggal disini, dengan tujuan pertama untuk mempromosikan hubungan antara orang Indonesia di Belanda. Selanjutnya, asosiasi memberikan informasi kepada rekan senegaranya, yang pergi ke Belanda atau tiba di Belanda. Awalnya terdiri dari 6 anggota, asosiasi berkembang menjadi 23 orang. Berkat aktivitas R Soetan Casajangan dan RM Soemitro, keduanya di Leiden, Indische Vereeniging menjadi mapan. Dalam pertemuan ini juga hadir Loekman Djajadiningrat. Pengurus sebelumnya adalah Noto Diningrat sebagai ketua, Soerjomihardjo sebagai sekretaris dan Tjondroadiserjo sebagai bendahara yanga mana sebagai komisaris Dahlan Abdoellah dan Noto Soeroto sebagai arsiparis. Pada kepengurusan ini dimulai penerbitan organ, majalah Hindia Poetra. Tampaknya Noto Soeroto juga mempelintir sejarah asal usul Indische Vereeniging. Hal ini karena berbeda dengan uraian Soetan Casajangan yang dipublikasikan di surat kabar pada awal tahun 1909.

Pada tahun 1919 Goenawan Mangoenkoesoemo lulus ujiak akhir di Amsterdam dan mendapat gelar dokter (lihat De Maasbode, 08-10-1919). Goenawan disebutkan lahir di Patjangaan, afd. Jepara. Goenawan akan bersiap-siap untuk pulang ke tanah iar. Sementara itu tugas Goenawan di Indische Vereeniging telah berakhir dan digantikan oleh Dahlan Abdoellah.

Pada awal tahun 1920 keluar surat keputusan dari Menteri Koloni. Dr Goenawan Mangoenkoesoemo diangkat sebagai dokter pemerinrtah ditempatkan di Hindia. Pada bulan April Goenawan kembali ke tanah air (lihat De avondpost, 02-04-1920). Disebutkan kapal ss Prinses Juliana pada tanggal 3 April berangkat dari Amsterdam dengan tujuan akhir Batavia dimana terdapat nama Goenawan dengan istri. Dri keterangan ini selama empat tahun (1916-1920) di Belanda, Goenawan dan istri belum memiliki anak. Dari ratusan penumpang hanya Goenawan dengan nama non Eropa/Belanda. Tidak lama kemudian rekan Goenawan di Belanda, Sorip Tagor, lulus dari Rijksveeartsenijschool, Utrecht dan mendapat gelar dokter hewan (Dr) pada tahun 1920 (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 02-07-1920). Untuk sekadar catatan: foto yang ditampilkan disamping ini yang beredar di internet haruslah dipandang sebagai foto (yang terbatas untuk) keluarga dan bukan foto yang dijadikan sebagai sumber sejarah. Dalam foto tersebut Mohamad Hatta dan kawan-kawan bersama dengan Dahlan Abdoellah. Padahal dalam sejarahnya, Dahlan Abdoellah dan Mohamad Hatta tidak berada dalam satu cohort (kelompok pertemanan). Dahlan Abdoellah tiba di Belanda tahun 1913 sedangkan Mohamad Hatta baru tiba di Belanda tahun 1921. Ada perbedaan waktu delapan tahun. Dahlan Abdoellah dan kawan-kawan aktif di Indisch Vereeniging pada tahun 1916-1918 sedangkan Mohamad Hatta dan kawan-kawan aktif di Perhimpunan Indonesia pada tahun 1924-1930. Cohort Dahlan Abdoellah adalah Sorip Tagor, Soetan Goenoeng Moelia, Goenawan dan lainnya, sementara cohort Mohamad Hatta adalah Abdoel Madjid, Gatot dan Ali Sastroamidjojo. Lantas apakah foto tersebut (di dalam buku Poeze ddk) ada yang salah. Jika diperhatikan foto ada perbedaan jas yang digunakan antara Dahlan Abdoellah dengan yang lainnya. Foto asli diduga dipotret di foto studio.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar