Laman

Minggu, 17 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (538): Pahlawan Indonesia - Guru Hamsah Studi ke Belanda; Kementerian Tak Miliki Sejarah Pendidikan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada narasi sejarah pendidikan di Indonesia? Tampaknya belum ada. Memang sudah banyak yang menulis sejarah pendidikan di Indonesia, tetapi belum ada yang menarasikan sejarah pendidikan di Indonesia secara lengkap. Disebut lengkap jika semua elemen pendidikan terdapat dalam narasi dengan data yang akurat. Oleh karena itu, dalam hubungan ini, akan sangat sulit menemukan salah satu nama dari banyak nama, siapa Guru Hamsah?

Bagaimana narasi sejarah pendidikan di Indonesia dapat dibaca antara lain pada laman Kompas.com: Pendidikan di Indonesia telah ada sejak tahun 1901. Saat itu, Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk kalangan pribumi. Tujuannya adalah sebagai bentuk upaya dari kebijakan Politik Etis. Namun, seiring berjalannya waktu, sistem pendidikan sudah mulai berkembang, Tahun 1901, Belanda mulai memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi penduduk. Namun pendidikan formal dibagi berdasarkan kelas sosial dan keturunan. Baru anak pejabat dan bangsawan pribumi yang bisa mengenyam pendidikan formal. Sistem yang mereka perkenalkan yaitu dengan tingkatan sebagai berikut: Europeesche Lagere School, sekolah dasar bagi orang Eropa Hollandsch Inlandsche School (HIS), sekolah dasar bagi pribumi Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Algemeene Middelbare School (AMS), sekolah menengah atas Lalu, sejak tahun 1930-an, pendidikan formal ini mulai dikenal hampir di semua provinsi. Namun kondisi ini berubah. Di masa pendudukan Jepang (1942-1945), sistem digantikan. Pertama, bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan bahasa Belanda. Kedua, sistem pendidikan diintegrasikan. Pendidikan berdasarkan kelas sosial yang sebelumnya berlaku dihapuskan. Ketiga, masa belajar diubah. Setelah sekolah dasar enam tahun, ada sekolah menengah pertama tiga tahun dan sekolah menengah tinggi tiga tahun. Pendidikan di masa Jepang jauh lebih buruk dibanding di masa Hindia Belanda. Pada tahun ajaran 1940/1941 (Hindia Belanda) jumlah sekolah dasar 17.848 buaah. Namun di akhir pendudukan Jepang (1944/1945), jumlah sekolah dasar menjadi 15.069 buah.

Lantas bagaimana sejarah guru Hamsah? Seperti disebut di atas, narasi sejarah pendidikan di Indonesia tidak pernah ditulis secara lengkap. Hal itulah mengapa setiap penulis berbeda-beda dalam menarasikannya seperti narasi sejarah di atas. Oleh karena itu, akan banyak pelaku sejarah pendidikan di masa lampau yang tidak dikenal, padahal mereka adalah pionir. Dalam hal ini apakah Kementerian Pendidikan tidak memiliki narasi sejarah pendidikan di Indonesia secara lengkap? Lalu bagaimana sejarah guru Hamsah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Guru Hamsah Studi ke Belanda: Willem Iskander hingga Raden Kamil

Nama Hamsah kali pertama diberitakan pada tahun 1877. Hamsah adalah salah satu dari dua guru muda yang dikirim ke Belanda, setelah gelombang pertama gagal. Pada tahun 1877 Hamsah Soeyoed dan Raden Kamil berangkat ke Belanda dengan menumpang kapal ss Koning der Nederlanden (lihat Algemeen Handelsblad, 30-06-1877). Dari puluhan penumpang hanya mereka bertiga yang bernama non Eropa/Belanda.

Pada tahun 1874 Pemerintah Hindia Belanda mengirim tiga guru muda ke Belanda untuk studi dalam mendapatkan akta guru. Tiga guru muda tersebut adalah Barnas Lubis dari Tapanuli, Raden Soerono dari Soeracarta dan Raden Ardi Sasmita dari Bandoeng. Untuk mjendampingi mereka selama di pelayaran dan selama studi di Belanda akan dibimbing oleh guru Willem Iskaander. Awal pengiriman ini bermula setelah sukses sekolah guru (kweekschool) Tano Bato. Ini bermula pada tahun 1857 Sati Nasoetion berangkat studi ke Belanda untuk mendapat akta guru (pribumi pertama studi ke Belanda). Sati Nasoetion alias Willem Iskander lulus tahun 1860 dan pada tahun 1861 kembali ke tanah air. Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru di kampong halamannya di Tano Bato (sekolah guru ketiga setelah sekolah guru Soeracarta , 1851; dan sekolah guru Fort de Kock, 1856). Pada tahun 1864 Inspektur Pendidikan Pribumi Mr CA van der Chijs mengunjungi Kweekschool Tanobato dan merasa puas dan menilai sekolah itu terbaik diantara tiga sekolah guru yang ada. Pada tahun 1872 Pemerintah berencana mengirim beberapa guru muda ke Belanda. Untuk mendampinginya ditunjuk Willem Iskander dengan diberikan beasiswa untuk melanjutkan studi mendapat akta guru kepala. Sekolah guru Tanobato ditutup dan Willem Iskander akan dproyeksikan menjadi direktur sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean yang akan dibuka pada tahun 1879. Willem Iskander dengan tiga guru muda berangkat pada bulan Mei 1874. Barnas Lubis meninggal selama studi. Raden Soerono sakit lalu dipulangkan tetapi Raden Soerono meninggal di tengah pelayaran di sekitar Fort Said. Pada bulan Mei 1876 Willem Iskander diberitakan meninggal dunia di Belanda. Dengan situasi dan kondisi yang ada, Pemerintah kembali mengirim tiga guru muda ke Belanda, Raden Kamil dan Hamsah serta Soejoed.

Pada tahun 1878 Pemerintah Hindia Belanda kembali mengirim dua guru muda untuk studi ke Belanda. Dua guru muda tersebut adalah Jozias Ratlangi dan Elias Kandou. Mereka berdua berangkat dengan kapal ss Prins van Oranje dari Batavia dengan tujuan akhir Nederland (lihat Bataviaasch handelsblad, 27-04-1878). Dari puluhan penumpang hanya mereka bedua yang bernama non Eropa/Belanda.

Dalam dua tahun terakhir Pemerintah Hindia Belanda telah mengirim lima guru muda untuk studi ke Belanda yakni Raden Kami. Raden Soejoed, Hamsah, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou.

Pada tahun 1879 guru muda Hamsah setelah beberapa lama di Belanda, dan belum menyelesaikan studi, Hamsah kembali ke tanah air (lihat Het vaderland, 14-04-1879). Disebutkan kapal st Amalia dari Nieuwediep dengan tujuan akhir Batavia dimana di dalam terdapat penumpang bernama S Hamsah. Dalam manifes kapal juga terdapat nama Mas Ardi Sasmita. Dari puluhan penumpang hanya mereka berdua bernama non Eropa/Belanda.

Besar dugaan Mas Ardi Sasnita adalah orang yang sama dengan nama Mas Ardi Sasmita yang berangkat dengan Willem Iskander ke Belanda tahun 1874. Yang jelas Hamsah berangkat tahun 1877 bersama dengan Raden Kamil dan Raden Soejoed. Lantas apakah Mas Ardi Sasmita telah menyelsaikan studinya?

Dengan kepulangan Hamsah dan Mas Ardi Sasmita, guru muda yang meneuskan studi di Belanda sebanyak empat orang, yakni Raden Kamil, Soejoed, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou. Pada tahun 1880 tiga dari empat guru muda telah menyelesaikan studi (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 10-11-1880). Disebutkan tiga dari empat pemuda pribumi yang dilatih di Amsterdam baru saja lulus ujian untuk asisten guru (yang keempat masih belum siap untuk mendaftar ujian) dan akan segera kembali ke Hindia Belanda.

Raden Kamil dkk kembali ke tanah air pada bulan Desember 1880 (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 06-12-1880). Disebutkan dari Amsterdam tanggal 4 Desember berangkat dengan tujuan akhir Batavia kapal ss Prins van Oranje dimana diantara penumpang terdapat nama Raden Kamil, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou. Dari puluhan penumpang hanya mereka bertiga nama non Eropa/Belanda. Tampaknya guru muda yang belum menyelesaikan studi adalah Raden Soejoed. Dengan lulusnya Raden Kamil, Jozias Ratulangi dan Elias Kandou studi di Belanda dengan akta guru maka sejauh ini baru empat pribumi yang berhasil. Seperti disebut di atas Sati Nasoetion alias Willem Iskander mendapat akta guru di Belanda pada tahun 1860. Ada jarak 20 tahun. Selain itu, diharapkan Raden Soejoed yang berasal dari Magelang dapat menyelesaikan studinya di Belanda.

Sementara itu Pemerintah Hindia Belanda sudah merencanakan mengirim tiga guru muda satu dari Residentie Padangsche Benelanden dan dua dari Residentie Ambon. Namun yang terinformasikan dua guru muda dari Ambon berangkat ke Belanda. Kedua guru dari Ambon tersebut adalah ME Anakotta dan JH Wattimena berangkat tahun 1881 (lihat Het nieuws van den dag : kleine courant, 16-09-1881). Disebutkan kapal ss Conrad dari Batavia menuju Amsterdam pada tanggal 13 Agustus 1881 dimana terdapat dua penumpang bernama ME Anakotta dan JH Wattimena. Dalam manifest kapal ini hanya mereka berdua dengan nama non Eropa/Belanda.

Di tanah air Raden Kamil ditempatkan sebagai guru di sekolah guru di Magelang sedangkan Ratulangi dan Kandou di sekolah guru di Tondano. Raden Kamil, ditempatkan di sekolah guru di Magelang pada bulan September (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 01-10-1881). Pada tahun 1881 sekolah guru yang ada di Hindia Belanda berada di Magelang (suksesi Soeracarta), Fort de Kock. Tondano (didirkan 1873), Ambon (didirikan 1874), Probolinggo (didirikan 1875), Banjarmasin (1875-1893), Makassar (1876-1895) dan Padang Sidempuan (1879-1891).

Untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah guru, Pemerintah Hindia Belanda kemudian membuat satu kebijakan baru untuk dilakukan ujian guru di Hindia. Dua guru muda yang tidak menyelesaikan studi di Belanda dipanggi untuk mengikuti ujian. Namun sebelum itu keduanya mempersiapkan diri dengan bantu guru Eropa/Belanda di Fort de Kock dan di Chirebon. Hamsah dan Mas Ardi Sasmita berhasil lulus ujian. Lalu kemudian diusulkan garu muda di Fort de Kock Nawawi untuk mengikuti ujian guru.

Pada tahun 1883 Hamsah dan Nawawi yang telah lulus ujian dipekerjakan sebagai guru (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-09-1883). Disebutkan dipekerjakan sementara di sekolah guru di Probolinggo, Residentie Probolinggo Si Hamzah dan di Fort de Koek, Residentie Padangsche Bovenlanden, Province Sumatra’s Westkust Si Nawawi galar Soetan Maamoer, yang keduanya baru saja lulus ujian Asisten Guru di Het Openbaare Lager Onderwijs voor Europeanen, yang mana Si Nawawi saat ini guru dalam bahasa Melayu di sekolah guru di Fort de Koek.

Dalam perkembangannya diketahui bahwa Raden Soejoed akhirnya menyelesaikan studinya di Belanda. Sementara dua guru muda dari Ambon hanya satu orang yang menyelesaikan studinya. Pada tahun 1884, JH Wattimena dikabarkan lulus sekolah guru di Amsterdam dan mendapat akta guru Lager Onderwijs (LO) (lihat Algemeen Handelsblad, 07-04-1884).  Disebutkan dari 14 kandidat yang diuji oleh Universiteit Amsterdam empat siswa dinyatakan lulus, salah satu diantaranya JH Wattimena (di Amsterdam).

Sebelumnya di Hindia diberitakan bahwa Raden Kamil guru kelas lima diangkat sebagai guru kelas empat di sekolah guru Magelang; Raden Soejoed dan Hamsah diangkat sebagai guru kelas lima di sekolah guru Probolinggo (lihat Bataviaasch handelsblad, 21-02-1884). Bagaimana Hamsah tidak menyelesaikan studi di Belanda disebutkan karena gagal dua (atau tiga kali) dalam ujian transisi (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 29-03-1884). Seperti disebut di atas, kini Hamsah telah memenuhinya dengan baik di Hindia.

Setelah semua urusan beres di Belanda, JH Wattimena kembali ke tanah air. Dalam manifes kapal yang diberitakan Algemeen Handelsblad,  06-09-1884 terdapat nama JH Wattimena. Kapal Prins van Oranje yang ditumpangi JH Wattimena berangkat dari Amsterdam menuju Batavia pada tanggal 6 September 1884. Sekali lagi, dalam daftar penumpang ini tidak ada nama pribumi selain JH Wattimena.

ME Anakotta tidak berumur panjang, ME Anakotta meninggal selama pendidikan karena penyakit paru-paru di Amsterdam. Ini menambah daftar guru-guru yang meninggal di Belanda. Dua guru muda yang dulu tahun 1874 meninggal satu per satu selama pendidikan dan pelayaran pulang. Willem Iskander yang telah menyelesaikan pendidikannya, sebelum pulang ke tanah air juga dikabarkan meninggal di Amsterdam.

Tidak lama kemudian, sebelum kapal yang membawa JH Wattimena tiba di Ambon sudah keluar beslitnya untuk ditempatkan sebagai guru di Kweekschool Ambon (De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 04-11-1884). Dengan kembalinya Raden Soejoed dan JH Wattimena, maka sejauh ini tidak ada lagi guru muda yang tengah studi di Belanda. Secara keseluruhan guru-guru yang dikirim ke Belanda (termasuk Willem Iskander) sebanyak enam orang berhasil, meninggal empat orang, gagal satu orang dan lulus sebagian satu orang.

Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-01-1885: ‘Terhitung sejak 1 Februari 1885 Raden Kamil diberhentikan Raden Kamil di sekolag guru Magelang. Sementara itu Raden Soejoed dari Magelang dipindahkan ke sekolah guru di Bandoeng; Hamsah (tetap) di Probolinggo. Lalu bagaimana dengan Raden Kamil sendiri?  Raden Kamil tetap di Magelang tetapi sekolah guru Magelang berubah status menjadi Hoofdenschool.  

Pada tahun 1887 Hamsah dan Nawawi diangkat kembali (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-02-1887). Disebutkan diangkat sebagai guru Hamsah di sekolah guru Probolinggo dan Nawawi di sekolah guru Fort de Kock. Pada tahun 1890 Hamsah masih tetap di Probolinggi di sekolah Hoofdenschool.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Guru Hamsah: Apakah Kementerian Pendidikan RI Tidak Miliki Narasi Sejarah Pendidikan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar