Laman

Minggu, 01 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (564): Pahlawan Indonesia - Kapan Nama Bahasa Indonesia? Kongres Pemuda1926 Kongres Pemuda1928

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Indonesia merujuk pada bahasa asal, Bahasa Melayu. Sebagai Bahasa Indonesia, kapan nama itu diberikan? Ada kesan pada masa kini, nama Bahasa Indonesia baru diberikan pada saat Kongres Pemuda 1928, Namun yang sebenarnya Kongres Pemuda 1928 telah mengukuhkan nama Bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan, tetapi nama Bahasa Indonesia sendiri sudah muncul sebelumnya.

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan resmi di seluruh Indonesia. Ini merupakan bahasa komunikasi resmi, diajarkan di sekolah-sekolah dan digunakan untuk disiarkan di media elektronik dan digital. Dengan penutur bahasa yang besar di seantero negeri beserta dengan diaspora yang tinggal di luar negeri, bahasa Indonesia masuk sebagai salah satu bahasa yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Selain dalam skala nasional, bahasa Indonesia juga diakui sebagai salah satu bahasa resmi di negara lain seperti Timor Leste. Bahasa Indonesia juga secara resmi diajarkan dan digunakan di sekolah, universitas maupun institusi di seluruh dunia, terutama di Australia, Belanda, Jepang, Korea Selatan, Timor Leste, Vietnam, Taiwan, Amerika Serikat, Inggris, dll. Memiliki keterikatan sejarah yang panjang dengan bangsa-bangsa Eropa khususnya sejak era kolonialisme, beberapa kosakata Indonesia telah diserap ke dalam beberapa bahasa Eropa, terutama bahasa Belanda dan Inggris. Bahasa Indonesia sendiri juga memiliki banyak kata serapan yang berasal dari bahasa-bahasa Eropa, terutama dari bahasa Belanda, Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahasa Indonesia juga memiliki kata serapan yang berasal dari bahasa Sanskerta, Tionghoa, dan Arab yang membaur menjadi elemen dalam bahasa Indonesia yang terpengaruh karena adanya faktor-faktor seperti aktivitas perdagangan maupun religius yang telah berlangsung sejak zaman kuno di wilayah kepulauan Indonesia. Dasar bahasa Indonesia baku adalah bahasa Melayu Riau. Dalam perkembangannya, bahasa ini mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa". Proses ini menyebabkan berbedanya bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau dan kepulauan maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah nama Bahasa Indonesia? Seperti disebut di atas, Bahasa Indonesia adalah nama baru yang merujuk pada bahasa asal bahasa Melayu. Bahasa Indonesia kini telah menjadi bahasa internasional. Lalu bagaimana sejarah nama Bahasa Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Nama Bahasa Indonesia: Kongres Pemuda 1926, Kongres Pemuda 1928

Kapan nama Bahasa Indonesia muncul? Sebagai bahasa kebangsaan Indonesia (baca: Hindia) nama bahasa berproses seperti halnya nama bangsa. Nama Bahasa Indonesia sudah menjadi isu setelah Kongres Pemuda 1926 dan sebelum Kongres Pemuda 1928. Isu penamaan Bahasa Indonesia dimuat surat kabar di Belanda pada bulan Februari 1928.

Nieuwe Rotterdamsche Courant, 09-02-1928: ‘Bahasa Indonesia. Baru-baru ini, kaum nasionalis telah berbicara dan menulis banyak tentang gagasan persatuan. Pembentukan markas kesatuan, dimana semua organisasi nasionalis, dari Sarekat Islam hingga Boedi Oetomo (yang bahkan statuta) diwakili. telah memberikan bentuk baru pada gagasan persatuan. Memang benar bahwa di beberapa perwakilan daerah pribumi telah ada keluhan tentang fakta bahwa di Bandung diadakan pertemuan beberapa pemimpin, tetapi secara umum pembentukan ikatan yang lebih solid antara semua asosiasi besar ini dianggap sebagai kemenangan penting untuk satu pemikiran--pemikiran tentang adanya kesatuan Indonesia, mengingat kekuatan masyarakat bawahannya. Sekarang mereka ingin memecahkan masalah lain. Faktanya, sampai sekarang diantara Nasionalis Intelektual dari berbagai suku misalnya Batak, Jawa, Ambon dan Madoerese bahasa sehari-hari adalah bahasa Belanda. Lagi pula, ini adalah bahasa yang memperkenalkan prinsip-prinsip pengetahuan Barat sebagai bahasa resmi di sekolah HIS, yang kemudian memprakarsai pengetahuan di sekolah HBS atau AMS, masih kemudian, untuk orang-orang yang memiliki hak istimewa, membuka kamar-kamar ilmu pengetahuan Barat di universitas ilmu-ilmu terapan. Sekarang, bagaimanapun, itu sangat umum di kalangan Pemuda — di kalangan pengurus Jong Java. den Jong-Islamietenbond dan organisasi pemuda terbaru Pemoeda Indonesia — untuk meningkatkan perlawanan terhadap penggunaan bahasa Belanda. Oleh karena itu dalam kontradiksi ini dengan cita-cita nasionalis mereka. Alih-alih bahasa Belanda, bahasa Indonesia harus dipilih, mau tak mau bahasa Indonesia — Bahasa Indonesia. Dan karena tidak ada bahasa yang seragam, yang diucapkan oleh semua orang di Indonesia, jika bahasa yang paling luas digunakan untuk tujuan itu — dan ini adalah clan de lingua franca, dari pasar, pelabuhan dan jalan raya, bahasa Melayu. Bukan bahasa Melayu "asli", seperti yang paling murni terdapat di kepulauan kita di Minangkabau di Padangsche Bovenlanden, tetapi bahasa Melayu sehari-hari. Bahasa Melayu yang digunakan oleh pedagang Cina dan Arab serta pedagang Makassar, pendayung prahu Dayak dan pembantu rumah tangga Jawa. Jenis bahasa Melayu dimana sebelumnya orang Hindia yang lebih maju dapat mengekspresikan dirinya dengan cukup lancar — pengetahuannya tentang kata-kata biasanya lebih besar daripada orang Eropa, yang juga menggunakan bahasa ini — semakin tidak digunakan lagi telah digantikan oleh bahasa Belanda. Belum lama ini terjadi pada sebuah pertemuan besar Pribumi bahwa seorang Jawa harus melanjutkan pidato dalam bahasa Belanda yang telah dimulai dalam bahasa Melayu karena kosa kata Malayu gagal padanya ajari anak muda lebih teliti lagi pelembagaan bahasa Melayu ini yang disebut Bahasa Indonesia. Untuk menghindari kebingungan dengan bahasa Melayu, memang dapat diasumsikan, untuk menghilangkan kepekaan yang lebih sempit nasionalistik: bagaimanapun, tampaknya orang Melayu mengatur nada dalam persatuan nasional Indonesia. Praktek harus membuktikan apakah perjuangan penggantian bahasa Belanda dengan bahasa Melayu dalam ras intelektual dapat terwujud. Bagaimanapun juga ia akan menjadi bahasa Melayu diselingi dengan Belanda, karena banyak konsep yang dibawa Barat ke Timur tidak dapat direproduksi dalam bahasa Melayu asli. Sepertinya tidak ada kemajuan. Bahwa orang-orang Hindia memiliki bahasa mereka sendiri. tetap menghormati dan misalnya mengadvokasi penggunaannya di dewan kabupaten, berusaha untuk melengkapi bahasa mereka seperti yang dipersyaratkan oleh perluasan ruang lingkup. tentu saja mulia. Penggantian bahasa Barat yang kaya dengan bahasa yang miskin. oriental yang rusak karena bahasa Melayu sehari-hari (kami tidak berbicara tentang "Melayu") mungkin dapat memberikan kepuasan di kalangan tertentu, pengguna akan merugikan diri mereka sendiri dengan itu’.

Dari isu tersebut mengemuka di satu sisi untuk menolak penggunaan Bahasa Belanda, dan di sisi lain bahasa Melayu mana yang akan dijadikan sebagai bahasa persatu yang disebut Bahasa Indonesia. Orang-orang terpelajar, karena sistem pendidikan, selain menggunakan bahasa Melayu juga bahasa Belanda. Sementara perjuangan nasionalis adalah dalam rangka menolak Belanda (termasuk Bahasa Belanda). Sedangkan bahasa Melayu yang dipahami oleh para nasionalis (juga digunakan orang-orang Belanda) adalah bahasa Melayu pasaran (bukan bahasa Melayu yang dilestarikan penduduk pribumi seperti di Sumatra dan Riau).

Apa itu bahasa Melayu pasaran? Bahasa Melayu sudah sejak lama digunakan di Nusantara sebagai lingua franca dan semakin intens pada era VOC/Belanda. Suatu bahasa yang juga diadopsi oleh berbagai kelompok penduduk pribumi (suku) yang memiliki bahasa sendiri (dwi-bahasa). Pada tahun 1824 terjadi perjanjian antara Belanda dan Inggris (tractaat London 1824) dimana dilakukan tukar guling antara Bengkoeloe dan Malaka. Sejak itu batas-batas yurisdiksi antara Belanda (Hindia Belanda) dan Inggris (Semenanjung dan Borneo Utara) semakin tegas. Hindia Belanda sebagai suatu negara (semacam provinsi dari Kerajaan Belanda) maka diberlakukan izin (semacam visa dan passport). Arus orang dan barang antara Hindia Belanda dengan wilayah yurisdiksi Inggris semakin dibatasi. Dalam konteks inilah bahasa Melayu pasaran berkembang dengan adanya serapan dari bahasa Belanda dan bahasa-bahasa daerah dan bahasa Cina. Bahasa Melayu pasaran yang terus berkembang inilah yang kemudian diklaim sebagai Bahasa Indonesia yang menjadi satu isu dalam konteks nasionalis (untuk menolak bahasa Belanda).

Bahasa Melayu pasaran ini (yang menjadi lingua franca di wilayah yurisdiksi Hindia Belanda) secara intens digunakan Pemerintah Hindia Belanda untuk menerjemahkan berbagai peraturan perundang-undangan dan penulisan buku-buku pelajaran untuk sekolah guru dan sekolah dasar pemerintah. Bahasa Melayu pasaran ini, selain berkembanga dinatara para pelaku perdagangan dan pelayaran, juga bahasa Melayu pasaran ini mulai digunakan dalam penerbitan majalah dan surat kabar yang dikelola oleh investor Belanda, investor Cina dan kemudian investor pribumi.

Surat kabar dan majalah yang mengunakan bahasa Melayu (pasaran) yang beredar di wilayah yurisdiksi Hindia Belanda dan di negeri Belanda menjadi bahasa komunikasi dalam bentuk tulisan dan referensi. Organisasi-organisasi kebangsaan (Indonesia) termasuk organisasi pemudanya menjadikan bahasa Melayu pasaran tersebut sebagai bahasa penghubung. Intensitas penggunaan bahasa Melayu pasaran ini, dan semakin banyaknya pejuang bahasa yang mengedepankan bahasa Melayu pasaran di sekolah-sekolah semakin menekan pengguna bahasa Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda sempat mengkhawatirkan semakin melemahnya penggunaan bahasa Belanda diantara pribumi. Tekanan bahasa Melayu pasaran ini semakkin lama semakin kuat, lebih-lebih semakin banyak surat kabar dan majalah yang dikelolal oleh orang-orang pribumi.

Bahasa Melayu (pasaran) dalam konteks nasional, dengan kesadaran yang tinggi, yang tidak hanya telah diadopsi seluruh lapisan masyarakat di seluruh Hindia Belanda, diklaim sebagai bahasa persatuan yang disebut Bahasa Indonesia. Bahasa Melayu pasaran yang telah dibingkai sebagai Bahasa Indonesia menjadi berbeda dengan bahasa Melayu yang dilesetarikan oleh sebagian kelompok penduduk Indonesia yang dianggap sebagai bahasa daerah yang setara dengan bahasa-bahasa daerah lainnya seperti bahasa Jawa, Sunda dan Batak.

Pada Kongres Pemuda tahun 1926 (bulan April) tidak ada indikasi membahasa bahasa karena tidak menjadi isu dalam kongres. Isu yang mengemuka yang dibahas adalah tentang pendidikan, budaya Indonesia dan partisipasi perempuan. Pada kongres ini yang dihadiri berbagai organisasi pemuda belum membicarakan masalah persatuan dan kesatuan. Pada Kongres Pemuda 1928, sebelum kongres diadakan pada bulan Oktober, terlebih dahulu terjadi pertemuan para pemimpin organisasi pemuda yang kemudian menyatukan diri dalam satu federasi yang disebut Persatoean Pemoeda Peladjar Indonesia (PPPI). Federasi ini kemudian membentuk komiter kongres yang akanm mengoganisir kegiatan Kongres Pemuda 1928. Dalam kongres inilah kemudian dibuat satu keputusan kongres di bawah nama Poetoesan Kongres yang menyatakan ikrar satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa: Indonesia. Dalam Kongres Pemuda 1928 inilah nama Bahasa Indonesia diikrarkan kali pertama. Seperti disebut di atas, nama Bahasa Indonesia sendiri sudah menjadi isu jauh sebelum kongres itu sendiri.

Nama Bahasa Indonesia sebagai salah satu ikrar dalam Kongres Pemuda 1928 terus bergulir sebagai bahasa yang merekatkan dan mempersatukan satu sama lain bangsa Indonesia. Nama bahasa Melayu lambat laun telah digantikan oleh nama baru Bahasa Indonesia. Sementara perjuangan persatuan terus digalang diantara berbagai organisasi pemuda.  Akhirnya pada tahun 1930 federasi organisasi pemuda tahun 1928 (yang masih berifat integratif) ditingkatkan lagi persatuan dan kesatuannya dengan melebur semua organisasi pemuda dengan satu nama yakni Pemoeda Indonesia (dengan sendirinya seperti Jong Java, Jong Sumatra dan (jong) Pemoeda Indonesia dilikuidasi). Hasil peleburan itu menetapkan nama tunggal, dengan mengambil nama Pemoeda Indonesia, yakni Pemoeda Indonesia.

De Indische courant, 03-12-1929: ‘”Indonesia Muda". Tujuan dan sarana. Sehubungan dengan akan segera dibentuknya perhimpunan baru ini, maka dibentuklah suatu panitia yang dibentuk berdasarkan keputusan-keputusan Kongres, dan terdiri dari sembilan wakil dari tiga perkumpulan pemuda terbesar, yaitu "Jong Java", "Pemoeda Indonesia" dan "Pemoeda Soematra", yang mana pada majalah/organ Pemoeda Indonesia, yang di dalamnya kita baca, antara lain sebagai berikut: Perkumpulan bertujuan untuk memperkuat rasa memiliki di kalangan pemuda Indonesia yang menuntut ilmu dan untuk membangkitkan dan menghidupkan di dalamnya kesadaran bahwa mereka adalah satu dan satu. bangsa yang sama dan dari satu bangsa yang sama, tanah air yang tidak terpisahkan, untuk mewujudkan Indonesia Raya. Selain mengenal dan mengembangkan khazanah budaya spiritual dan material dari setiap kelompok penduduk Indonesia, memperjuangkan satu kebudayaan Indonesia, dan menggunakan bahasa persatuan untuk saling kontak: Bahasa Indonesia Selanjutnya perkumpulan itu berusaha mencapai tujuannya dengan: Menumbuhkan dan mempererat kebersamaan penghargaan dan rasa memiliki seluruh rakyat Indonesia; menerbitkan badan dan publikasi lainnya; mengadakan pertemuan dan kursus; berlatih olahraga, dll; Membangkitkan minat terhadap tanah dan rakyat Indonesia di kalangan orang luar; dan hal lain yang tidak dilarang oleh undang-undang’.  .

Saat fusi organisasi pemuda menjadi Pemoeda Indonesia pada tahun 1930, di lain pihak Ir. Soekarno berada di dalam tahanan (ditangkap setelah Kongres PPPKI tahun 1929 yang diadakan di Solo) dalam kasus PNI. Lalu bagaimana sikap Ir Soekarno tentang penggunaan nama Bahasa Indonesia? Ini dapat dibaca pada dialog persidangan Ir Soekarno yang menghadirkan sejumlah saksi dimana dalam persidangan ini salah satu pembela adalah Mr Sartno (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-10-1930).

Dalam dialog persidangan, ketua sidang mengkonfimasi saksi dengan statemen: “kita harus mencoba untuk mendapatkan metode Soviet, sehingga pada akhirnya akan ada kediktatoran proletariat.”. Saksi: Ir Sukarno menentang kemungkinan kediktatoran proletariat. Ir Soekarno berkata; ‘Kita harus bertujuan untuk republik yang demokratis, Ir Soekarno menyatakan "Putsch" adalah pemberontakan dalam skala kecil dan revolusi transformasi yang cepat. “Jadi, apakah Soekarno menentang reformasi yang cepat?” tanya ketua. "Tidak," kata saksi.—karena disini revolusi berarti pemberontakan". Pengacara Soekarno Mr. Sastromuljono menanyakan kepada saksi: “bahasa apa yang digunakan dalam pertemuan kursus?. Saksi mengatakan dia )Ir Soekarno) telah berbicara bahasa Melayu, yang segera diterjemahkan ke dalam bahasa Soenda”. Lalu pembela Ir Soekarno yang lain Mr Sartono menanyakan saksi: “Kenapa Ir Soekarno menunjuk orang-orang yang tidak tahu bahasa Soenda?" tanya Mr Sartono. Saksi menjawab: Ir Sukarno menjawab bahwa dia (Ir Soekarno) telah meninggikan bahasa Melayu menjadi "Bahasa Indonesia", “sementara itu lebih lanjut niatnya untuk membiasakan orang tidak dengan bahasa Melayu biasa, tetapi pada pengembangan dialek Melayu yang berbeda, yang kurang lebih sama dengan surat kabar (berbahasa) Melayu".

Dalam hal ini penamaan nama Bahasa Indonesia tidak hanya menyebar diantara para pemuda (sejak Kongres Pemuda 1928) tetapi juga telah digunakan oleh para senior seperti Ir Soekarno. Dengan demikian, penggunaan nama Bahasa Indonesia telah mantap.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Bahasa Indonesia: Semakin Dikenal Sejak Era Hindia Belanda Dipatenkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar