Laman

Sabtu, 14 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (589): Pahlawan Indonesia–Hang Tuah di Malaka; Gelar Raja di Kerajaan Aroe di Pantai Timur Sumatra

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa sebenarnya Hang Tuah? Ada yang mengklaim tokoh sejarah Malaysia dari era Kerajaan Malaka. Ada juga yang mengklaim tokoh sejarah Indonesia masa lampau. Okelah sampai disitu masalah. Yang jelas era Hang Tuah negara Indonesia dan negara Malaysia belum terbentuk. Wilayah dimana tokoh Hang Tuah beada di wilayah yang disebut Nusantara. Namun yang menjadi pertanyaan dimana asal usulnya berada?

Nama Hang Tuah telah ditabalkan menjadi nama jalan di Djakarta pada tahun 1950. Nama-nama selain Hang Tuah sebagai nama jalan di Jakarta Selatan adalah Hang Lekir dan Hang Jebat. Nama Hang Tuah sebagai nama julan juga ditemukan antara lain di Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang dan Bali. Nama Hang Tuah juga telah digunakan untuk nama Universitas Hang Tuah di Surabaya dan nama Sekolah Menengah Kejuruan Pelayaran Hang Tuah di Kediri. Tentu saja tidak hanya itu, Nama Hang Tuah juga ditabalkan namanya menjadi nama kapal perang Indonesia, KRI Hang Tuah. Nama Hang Tuah juga dijadikan nama sekolah di Medan Belawan. Lalu mengapa tidak ada nama Hang Tuah di Tapanuli Bagian Selatan?  

Lantas bagaimana sejarah Hang Tuah? Seperti disebut di atas, Hang Tuah adalah nama tokoh besar di masa lampau. Namun bagaimana sejarah Hang Tuah yang sebenarnya masih suatu perdebatan. Semua pihak mengklaim. Lalu bagaimana sejarah Hang Tuah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia – Hang Tuah dan Kerajaan Malaka: Gelar Hang di Kerajaan Aroe Sumatra Timur

Hang Tuah adalah nama gelar. Nama gelar ini terdiri dari dua kata Hang dan kata Tuah. Dalam sejarah kuno, nama Hang adalah nama gelar, sedangkah Tuah adalah nama gelar yang menyertai Hang. Sebelum memahami gelar Hang, haruslah terlebih dahulu memahami nama Tuah.

Dalam data sejarah kuno, kata tuah tidak dikenal. Kata tuah baru muncul belakangan (abad ke-19). Dalam bahasa Melayu kata tuah adalakanya ditulis tuha. Dalaman bahasa Melayu. Kata tuah (toeah) dan tuha (toeha) mengindikasikan maksud yang sama pada masa ini tua (old).

Hang Tuah dipersepsikan di Malaka/Malaya (Hikayat Hang Tuah) sebagai nama/gelar tokoh hebat. Oleh karena itu kata tuha atau tuah dalam hal ini tidak dimaksudkan tua dalam usia. Kata Tuah dalam nama/gelar Hang Tuah haruslah dihubungkan dengan nama yang agung, besar, yang terhormat dan lain sebagainya.

Sampai sejauh ini nama/kata Tuah tidak ditemukan dalam bahasa Melayu, kecuali kata tuah dan tuha sebagai kata yang berkaitan dengan usia. Kata tuah, tuha juga dalam bahasa Melayu pada abad ke-19 juga ada yang menulis tuwa/toewa, Kata tuah/tua dalam arti agung hanya dikenal dalam penduduk Batak, seperti nama saya Matua, Simatua, namartua, sarimatua. Kata-kata tua atau dalam hal ini tidak dikaitkan dengan usia, tetapi suatu harapan, suatu yang diagungkan atau dihormati. Khusus untuk kata/nama matua tidak hanya ditemukan di Batak, juga ada nama kota kuno di Sumatra Barat (Matua); di Sulawesi, diu Maori dan sebagainya.,  

Lantas apa itu Hang? Kata hang sebagai nama/gelar sudah dikenal pada zaman kuno. Nama Hang sebagai nama gelar disebutkan dalam prasasti Batugana 1. Dalam prasasti ini juga ditenukan nama/gelar Mpu. Prasasti ini diduga berasal dari abad ke-12 dan ke-14. Nama/gelar Hang juga ditemukan dalam teks prasasti Sitopayang 1. Prasasti ini diduga berasal dari abad ke-13. Nama/gelar Hang dan Mpu juga ditemukan pada prasasti Prasasti Sitopayan II (abad ke-13).

Nama/gelar Hang diduga berasal dari zaman kuno. Ini dapat dihubungkan dengan teks prasasti-prasasti yang berasal dari abad ke-7. Dalam prasati Kedoekan Boekit (682 M) disebutkan nama/gelar raja sebagai Dapunta Hyang Nayik. Apakah Dapunta dalam hal ini kemudian mereduksi menjadi Mpu dan Hyang mereduksi menjadi Hang? Dalam prasasti Talang Tuwo (684 M) juga disebut nama/gelar raja Dapunta Hyang Srinagajaya.

Nama/gelar Hang ini tampaknya bermula di pantai timur Sumatra. Seperti disebut di atas, nama/gelar Hang ditemukan pada prasasti-prasasti yang ditemukan di daerah aliran sungai Barumun, Padang Lawas, Tapanuli (Batugana 1, Sitopayan 1 dan Sitopayan 2). Juga nama/gelar Hang/Hyang pada prasasti-prasasti yang berada di wilayah Palembang (Kedoekan Boekit dan Talang Tuwo). Dalam prasasti Kedoekan Boekit disebutkan raja Dapunta Hyang Nayik berangkat dari Minana (nama yang diduga kini Binanga, nama kota kecamatan di Padang Lawas). Bukankah nama-nama tempat ditemukan nama/gelar Hang berada cukup dekay dengan Malaka/Malaya?

Banyak sejarawan yang telah membuktikan buku/teks Hikayat Hang Tuah adalah mitos. Tidak ada bukti nama/gelar itu ada di Semenanjung Malaya, dan cerita dalam teks juga banyak yang tidak masuk akal. Boleh jadi bahwa nama Hang Tuah di Malaya/Malaka adalah cerita/mitos belaka, tetapi boleh jadi itu benar, hanya saja tidak di Malaya/Malaka tetapi di pantai timur Sumatra khususnya Tapanuli Selatan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Hang Tuah Era Maritim Pra Eropa: Kerajaan Aroe versis Kerajaan Malaka

Di Malaysia disebut Hikayat Hang Tuah disebut bukan mitos tetapi (fakta) sejarah. Seperti disebut di atas, nama/gelar Hang Tuah faktanya tidak ditemukan di wilayah Melayu di Malaysia (Semenajung Malaya), justru nama/gelar itu ditemukan di Tapanuli (Padang Lawas). So, bagaimana sejarah yang sebenarnya tentang Hang Tuah yang ditipersepsikan di wilayah Melayu (Malaysia)? Dalam sejarah Melayu disebutkan nama kapal Hang Tuah diberi nama Mendam Berahi. Kapal yang digunakan Hang Tuah (beroperasi 1498 sampai 1511).

Kapal ini digunakan pada masa Kesultanan Melaka pada abad ke-16 di bawah kendali Laksamana Hang Tuah saat ia melakukan perjalanan ke 14 negara atau kota. Kapal ini khusus dibangun untuk membawa pesan kepada raja Majapahit akan keinginan raja Melaka untuk menikahi putri raja Majapahit. Namun anehnya kisah ini menjadi dongeng saja karena fakta dalam hikayat itu nama Gajah Mada, ysudah meninggal dunia tahun 1365. Catatan mengenai kapal ini hanya terdapat dalam Hikayat Hang Tuah, catatan Melayu lain seperti Sejarah Melayu tidak mencatatnya. Malah catatan Portugis tidak mencatat Mendam Berahi, meskipun rujukan kepada satu kapal besar dapat dilihat dalam Suma Oriental karya Tomé Pires, Lagipula, Hikayat Hang Tuah dikarang setelah abad ke-17 (lebih dari 100 tahun setelah peristiwa itu), jadi informasi di dalamnya mungkin tidak tepat. Disebutkan kapal Mendam Berahi panjangnya 60 gaz (180 kaki atau 54,9 m) dan lebar 6 depa (36 kaki atau 11 m). Menurut kajian Rohaidah Kamaruddin, penukaran satuan yang disebutkan dalam manuskrip Melayu lama akan menghasilkan panjang 50,292 m dan lebar 10,9728 m. Kapal ini dibuat dengan kerangka yang kuat, dindingnya dibuat sangat indah dengan diberi lis (bingkai) dari kayu, dan ditutupi oleh kain beledu berwarna kuning, merah, dan hijau. Atapnya (kemungkinan disini bermaksud atap dari kabin belakangnya) terbuat dari kaca kuning dan merah, dengan beberapa pola yang menggambarkan awan dan petir. Hiasan lain pada kapal itu adalah kain kuning kerajaan dan sebuah kursi singgasana. (Wikipedia)  

Benar apa tidak sejarah Hang Tuah di wilayah Melayu, nama kapal yang diberi nama Mendam Berahi ada baiknya juga dicari artinya apa dan ditemukan di wilayah mana. Dalam bahasa Melayu kata mendam adalah menyimpan seperti memendam amarah (kosa kata mendam dalam Bahasa Indonesia adalah tahan). Lalu apa arti kata berahi? Dalam bahasa Melayu kata berahi berarti sensual. Lantas apakah dalam hal ini nama kapal Hang Tuah pantas dengan nama Mendam Berahi, apakah relevan dengan nama memendam sensual. Itu terserah andalah kalau hanya sekadar cerita, hikayat atau mitos. Yang penting bisa menyenangkan dan membuat senang. Suka-sukamulah.

Dalam bahasa Angkola Mandailing terdapat nama Mendam Berahi yang mirip yang lebih sesuai dengan konteks kapal Hang Tuah. Kata ‘mundom’ dalam bahasa Angkola Mandailing adalah suatu wujud yang timbul dari dalam air. Ibarat air, batu yang sebagian besar berada di dalam air dan sebagian kecil berada di atas permukaan air. Wujud batu di atas permukaan air ini disebut ‘mundom’ dalan hal ini ‘batu mundom’. Di wilayah Angkola Mandailing juga ditemukan nama tempat Bator Moendom. Dalam konteks kapal Hang Tuang nama Mendam Berahi masih lebih tampak relevan jika dibandingkan kata mendam dalam bahasa Melayu. Lalu apakah ada arti yang mirip dengan kata berahi dalam bahasa Angkola Mandailing. Tamaknya tidak ada. Namun ada yang mirip yakni ‘burari’ yang artinya keluar dari teror untuk mengalahkan; ‘birara’ atau ‘burara’=terlihat merah karena marah’. Diantara kata-kata ini kata ‘burari’ mirip secara fonetik dengan kata ‘berahi’ yang diartikan dalam bahasa Melayu sebagai sensual.

Nama Mendam Berahi tampaknya ditemukan nama yang sesuai dengan kapal Hang Tuah di dalam bahasa Angkola Mandailing. Lantas apakah nama kapal ini pernah benar-benar ada di pantai timur Sumatra (Padang Lawas, Tapanuli) yang mana nama kapal Mendam Berahi di pantai barat Semenanjung yang menjadi nama fiktif/cerita? Lantas apakah nama/gelar Hang Tuah juga pernah benar-benar ada di Padang Lawas?

Dalam laporan Mendes Pinto, seorang Portugis di Malaka yang pernah berkunjung ke Kerajaan Aroe Batak Kingdom di pantai timur Sumatra tahun 1537 menyatakan pasukan Kerajaan Aroe beberapa kali menyerang (kerajaan) Malaka, dan orang di Malaka selalu takut kepada Kerajaan Aroe. Sebagaimana diketahui kota (kerajaan) Malakan ditaklukkan Portugis pada tahun 1511. Sudah barang tentu kapal Hang Tuah bernama Mendam Berwahi tidak ada lagi pada saat Mendes Pinto, karena kapal Hang Tuah disebutkan hanya beroperasi pada tahun 1498 sampai 1511. Namun dalam laporan Portugis terdahulu Tome Pires tidak menyebitkan nama Hang Tuah maupun nama Mendam Berahi. Nah, jika dihubungkan laporan Mendes Pinto bahwa Kerajaan Aroe pernah beberapa kali menyerang Malaka, itu harus diartikan keberadaan kapal menurut versi bahasa Angkola Mandailing sebelum kehadiran pelaut-pelaut Portugis di Malaka (sejak 1509). Lalu mengapa Mendes Pinto tidak mencatat nama Hang Tuah dan nama Mendam Berahir di Kerajaan Aroe? Boleh jadi kedua nama itu telah lama berakhir di masa lampau, yang dibangkitkan di di wilayah Melayu sebagai bahan cerita?  

Namun yang menjadi persoalan, hingga kini masih banyak para ahli, sejarawan di Malaysia menganggap hikayat Hang Tuah sebagai fakta sejarah. Fakta bahwa sejak era Hindia Belanda, banyak peneliti Belanda telah meragukan isi hikayat Hang Tuah yang ditulis di Semenanjung Malaya. Buku teksnya tidak hanya satu, ada beberapa dengan dengan versi yang berbeda-beda. Akan tetapi tentu saja, belum lama ini ada juga sejarawan Malaysia yang melakukan otokoreksi bahwa disebutnya hikayat Hang Tuah adalah fiksi.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Yang jelas di sejumlah kota ada yang ditabalkan nama Hang Tuah sebagai nama jalan. Misalnya di Jakarta, tidak hanya nama Hang Tuah yang dijadikan nama jalan, juga nama-nama dengan gelar Hang, seperti Hang Lekir, Hang Jebat dan sebagaimanya. Lantas apakah nama-nama jalan Hang Tuah di Indonesia harus dikoreksi pula? Ntar dulu! Sebab pertanyaan yang muncul adalah apakah ada versi Hang Tuah yang sebenarnya sebagai fakta sejarah? Nah, itu dia. Seperti disebut di atas, nama/gelar Hang Tuah ditemukan di Tapanuli (Padang Lawas) dan juga nama kapal Hang Tuah yang diberi nama Mendam Berahi dimana kosa kata mendam dan kosa kata berahi  ditemukan dalam bahasa Angkola Mandailing. Apakah bukti-bukti lain masih perlu ditunggu kapan ditemukan?

Pertanyaan yang memerlukan jawaban dalam penyelidikan sejarah adalah bagaimana sejarah Kerajaan Aroe Batak Kingdom? Dalam blog ini sudah beberapa artikel yang membahasnya. Banyak bukti yang mengindikasikan Kerajaan Aroe Batak Kingdom adalah kerajaan besar yang telah berumur tua (namun diduga telah memudar sejak menguatnya Kerajaan Atjeh, hingga nama Kerajaan Aroe yang masih tersisa.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar