Laman

Jumat, 27 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (615): Alam Minangkabau; Raja Alam di Pagaroejoeng hingga Presiden Sarikat Alam Minangkabau

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada beberapa yang menggunakan nama Alam, seperti Pakoe Alam, Pagar Alam dan Alam Ninangkabau. Apa itu Alam? Suatu kata dalam bahasa Melayu, yang dalam bahasa yang lebih tua disebut Banua. Pakoe Alam adalah nama gelar di Jawa, Pagar Alam nama tempat di Sumatra Selatan. Kata alam dalam pengertian geopolitik di wilayah Minangkabau adalah Alam Minangkabau, suatu kawasan dimana terdapat bahasa dan budaya Minangkabau. Cakupan wilayah geografis itu berbeda dengan wilayah adminstrasi (provinsi) Sumatra Barat yang sekarang.

Dalam laman Wikipedia bahasa Indonesia belum ada yang menulis. Akan tetapi sudah ada yang menulis dalam laman Wikipedia dalam bahasa Minangkabau, sebagai berikut: Alam Minangkabau marupokan konsep wilayah ateh budayo jo adat Minangkabau, manuruik Tambo Minangkabau. Kasadoalahannyo, wilayah ko tadiri ateh daerah darek jo rantau di mano kaduonyo saliang tajalin hubuangan nan indak tapisahkan. Dalam konsep ko indak dapek disamoan antaro wilayah Sumatera Barat kini jo Alam Minangkabau, karano Alam Minangkabau indak hanyo tadiri ateh Sumatera Barat sajo. Alam Minangkabau, kok dibandiangan jo geografi kini, tadiri ateh Sumatera Barat (indak tamasuak Mentawai), barat Riau, barat Jambi, utara Bengkulu, barat Sumatera Utara, barat Aceh, inggo Nagari Sambilan, Malaysia. Namun, bateh-bateh wilayah ko alun sapanuahnyo jaleh sacaro empiris.  

Lantas bagaimana sejarah Alam Minangkabau? Seperti disebut di atas, penggunakan terminologi Alam Minangkabau hanya ada di wilayah Sumatra khususnya di Sumatra Barat. Apa yang dimaksud Alam Minangkabau. Lalu bagaimana sejarah Alam Minangkabau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Alam Minangkabau: Raja Alam di Pagaruyung hingga Presiden Sarikat Alam Minangkabau

Kapan muncul nama Alam Minangkabau tidak diketahui secara pasti. Sementara nama Alam Minangkabau sendiri baru muncul ke permukaan pada tahun 1912 sebagai nama organisasi sosial yang disebut Sarikat Alam Minangkabau (lihat Deli courant, 24-02-1912). Disebutkan Sarikat Alam Minangkabau yang juga akan menerbitkan surat kabar baru berbahasa Melayu yang diberi nama Oetoesan Melajoe.

Besar dugaan nama Alam Minangkabau merujuk pada era Pagaroejoeng. Dalam pemerintahan (kerajaan) Pagaroejoeng kepemimpinan terbagi kedalam tiga: Raja Alam dan Raja Adat yang terdiri dari pemimpin agama dan pemimpin adat. Raja Alam sendiri merujuk pada Radja Pagaroejoeng (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indi, 1838).

Kehadiran organisasi sosial yang baru ini terkait dengan gerakan muda yang lebih modern, siswa-siswa STOVIA di Batavia untuk mengkampanyekan perubahan di Sumatra Barat. Hal serupa ini pernah terjadi di Jawa dengan didirikannya Boedi Oetomo oleh para siswa-siswa asal Jawa di STOVIA pada tahun 1908 namun Boedi Oetomo ini diselewengkan oleh para senior yang mana Boedi Oetomo mengalami titik balik yang cepat pada Kongres Boedi Oetomo pertama bulan September di Jogjakarta. Hal serupa inilah yang terjadi di pantai barat Sumatra yang berpusat di Padang. Untuk mengimbangi gerakan modoren dibentuk gerakan senior dengan mendirikan Sarikat Alam Minangkabau.

Pada tahun 1900 di kota Padang didirikan organisasi sosial yang diberi nama Medan Perdamaian. Organiusasi ini digagasa oleh Haji Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, pemimpin surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat. Dja Endar Moeda menjadi presiden pertama. Oranisasi ini bersifat nasional. Pada tahun 1902 Medan Perdamaian melalui Dja Endar Moeda memberi bantuan sebesar f14.000 untuk peningkatan pendidikan di Semarang. Dalam Kongres Boedi Oetomo di Jogjakarta September 1908 terungkap bahwa di Padang telah terlebih dahulu organisasi yang mirip dengan organisasi Boedi Oetomo dimana juga menerbitkan organ organisasi. Organmisasi yang dimaksud tersebut adalah Medan Perdamaian. Sebagaimana diketahuii pada bnlan Oktober 1908 di Belanda didirikan organisasi kebangsaan yang digagas Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang diberi nama Indische Vereeniging. Organisasi ini juga bersifat nasional. Sebagai presiden pertama adalah Soetan Casajangan. Dja Endar Moeda adalah kakak kelas Soetan Casajangan di sekolah guru (Kweekschool) Padang Sidempoean.   

Organisasi Sarikat Alam Minangkabau lebih bersifat konservatif (lihat  Sumatra-bode,  07-10-1918). Sarikat Alam Minangkabau dipimpin oleh Datoek Soetan Maharadja yang juga menjadi pemimpin surat kabar Oetoesan Melajoe. Sebagai organisasi sosial yang bersifat konservatif ini juga mengindikasikan organisasi Boedi Oetomo setelah`berpindah tangan ke golongan senior.

Organisasi Boedi Oetomo yang bersifat modern yang awalnya digagas golongan junior dari siswa-siswa Stovia mati suri dan berubah menjadi organisasi konservatif. Hal itu juga yang terjadi diantara siswa-siswa STOVIA yang ingin mendirikan organisasi modern mati suri dengan terbentuknya Sarikat Alam Minangkabau. Disebut konservatif karena merujuk pada tatanan adat (lihat De Sumatra post, 20-08-1918). Disebutkan bersifat konservatif karena asosiasi dibentuk atas dasar adat, baiik di pantai barat Sumatra maupun sebelum di Jawa (Boedi Oetomo). Ini dihubungkan dengan semakin gencarnya pengaruh Sarikat Islam. Resistensi di pantai barat Sumatra dengan terbentuknya Sarikat Alam Minangkabau untuk mencoba melawan gerakan Abdoel Moeis (Sarikat Islam).

Lahirnya Sarikat Alam Minangkabau seakan ingin kembali mengangkat (spirit) batang tarandam pada era (kerajaan) Pagaraoejoeng yang mana pemimpin pemerintahan disebut Radja Alam. Dialektika anatara adat dan agama kembali muncul dalam alam modern yang disebut Sarikat Alam Minangkabau. Datoe Soetan Maharadja motornya di kampung halaman, untuk menahan gerakan muda yang dipimpin oleh Abdoel Moeis dari Jawa.  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Alam Minangkabau: Ada Alam Lain di Semenanjung Disebut Alam Melayu

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar