Laman

Selasa, 31 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (623): Kedah di Semenanjung Malaya; Daya Pencarian Situs Zaman Kuno Era Semenanjung Chersonesus

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Kedah, khususunyta Keah zaman kuno (Kedah Tua) sudah banyak ditulis. Dengan mengacu pada tulisan-tulisan itu, dalam artikel ini, dihubungkan dengan peta zaman kuno Ptolomeus abad ke-2. Peta zaman kuno itu disebut semenanjung Aurea Chersonesus. Sejumlah ahli telah meyakini peta semenanjung itu kini adalah Semenanjung Malaya (negara Malaysia).

Kerajaan Kedah Tua merupakan salah satu kerajaan awal terkenal yang terletak di Semenanjung Tanah Melayu. Ia juga dikenali sebagai Kataha, Kadaram, Sai, Kalah, Kalah Bar dan Kalagram. Menurut catatan I-Tsing (Yijing, 635-715, sami di Dinasti Tang) dari negara China, Kedah Tua juga disebut sebagai Cheh-Cha / Chiecha dalam rekod Cina). Kerajaan Kedah Tua diasaskan pada abad ke 2. Pada peringkat awal, Sungai Mas merupakan pelabuhan utama tetapi kemudian dipindah ke Lembah Bujang. Masyarakat Kedah Tua menghasilkan barang perdagangan seperti rotan, damar, kayu cendana dan gading gajah. Kedah Tua dipengaruhi oleh agama Buddha dan seterusnya diikuti oleh agama Hindu, pengaruh Hindu-Buddha ini boleh dibuktikan melalui peninggalan candi yang terletak di Lembah Bujang. Gunung Jerai telah menjadi petunjuk atau panduan kepada pedagang luar untuk singgah di pelabuhan Lembah Bujang ataupun di Sungai Mas. Pelabuhan Kedah Tua telah menjadi tempat penukaran barang, tempat persinggahan dan tempat membaiki kapal pelayar dan pedagang dari Arab, India, Sri Lanka, Parsi dan Eropah sebelum mereka meneruskan perjalanan mereka ke Timur. Ia juga menjadi pusat perdagangan pelbagai hasil tempatan yang dikumpul oleh penduduk tempatan seperti bijih timah, emas, beras, lada hitam, gading, damar, rotan, tanduk dan sebagainya. Walaupun ia adalah sebuah kerajaan samudera tetapi juga menjadi pengeluar padi terkenal kerana dikurniakan tanah pamah yang rata dan luas. Kerajaan Kedah Tua mencapai zaman kegemilangan semasa pemerintahan Sultan al-Mutawakil (847-861). Ini dapat dibuktikan melalui penemuan wang perak pada zaman Sultan, manik yang dibawa dari negara India dan barangan kaca dari Timur Tengah. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Kedah di Semenanjung Malaya yang dapat dihubungkan dengan upaya pencarian situs zaman kuno era semenanjung Aurea Chersonesus? Seperti disebut di atas, banyak ahli yang menyatakan Kedah adalah pusat peradaban awal di Semenanjung dengan berdeirinya kerajaan tua di kawasan. Lalu bagaimana sejarah Kedah di Semenanjung Malaya yang dapat dihubungkan dengan upaya pencarian situs zaman kuno era semenanjung Aurea Chersonesus? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kedah di Semenanjung Malaya: Upaya Pencarian Situs Zaman Kuno Era Semenanjung Chersonesus

Kedah pada masa kini, adalah suatu negara bagian di (negara) Malaysia yang terdiri dari sejumlah distrik dengan  Alor Setar sebagai ibu kota. Wilayah Kedah berada di sebelah utara pantai barat Semenanjung Malaya yang relatif berdekatan wilayah Thailand di tanah genting (sempit) Kra. Secara horizontal sejajar dengan ujung utara Sumatra (Atjeh). Di depan wilayah Kedah ini terdapat pulau Langkawi dan pulau Penang. Lantas bagaimana menghubungkan wilayah Kedah dengan peta kuno semenanjung Aurea Chersonesus?

Peta kuno semenanjung Aurea Chersonesus yang berasal dari abad ke-2 era Ptolomeus. Peta ini diduga kuat alah peta yang menunjukkan Semenanjung Malaya masa kini. Seperti dikutip di atas, disebutkan Kedah Tua diasaskan pada abad ke 2 yang pada peringkat awal, Sungai Mas merupakan pelabuhan utama tetapi kemudian dipindah ke Lembah Bujang. Masyarakat Kedah Tua menghasilkan barang perdagangan seperti rotan, damar, kayu cendana dan gading gajah. Kedah Tua dipengaruhi oleh agama Buddha dan seterusnya diikuti oleh agama Hindu, pengaruh Hindu-Buddha ini boleh dibuktikan melalui peninggalan candi yang terletak di Lembah Bujang. Gunung Jerai telah menjadi petunjuk atau panduan kepada pedagang luar untuk singgah di pelabuhan Lembah Bujang ataupun di Sungai Mas.

Oleh karena kerajaan Kedah disebutkan sudah didirikan pada abad ke-2, maka dapat diperbandingkan dengan peta semenanjung Aurea Chesonesus yang disalin Ptolomeus pada abad ke-2. Apakah bisa ditemukan posisi pusat (kerajaan) Kedah ini di dalam peta Ptolomeus tersebut? Dalam analisis, sisa semenanjung Aurea Chersonesus adalah wilayah Semenanjung Malaya yang sekarang.

Seperti telah dideskripsikan pada artikel terdahulu tentang peta semenanjung Aurea Chersonesus adalah semenanjung Bangka (sebelum terbentuk Semenanjung Malaya yanng sekarang). Dalam peta Semenanjung Bangka atau semenanjung Aurea Chersonesus terdapat empat sungai besar yang mengalir ke selatan. Sungai besar yang memanjang dari pegunungan di utara bercabang tiga di arah muara di selatan. Pegunungan ini adalah pegunungan yang memisahkan wilayah Thailand dan Myanmar yang sekarang. Sementara sungai yang mengalir dari arah pegunungan itu diduga adalah sungai Chao Phraya di sisi barat kota Bangkok yang sekarang. Sungai tersebut telah menghilang dihilir yang kini diduga berada di pantai timur Semenanjung Malaya yang sekarang. Dengan menghilangnya sungai di hilir lalu terbentuk Semenanjung Malaya dan pulau-pulau di selatan seperti Bintang, Lingga, Bangka dan Belitung. Sedangkan tiga sungai yang lain adalah sebagai berikut: sungai di sebelah timur sungai Chao Phraya diduga adalah sungai Mekong di Kamboja/Vietnam yang sekarang; dua sungai yang berada di sebelah barat adalah sungai Sittan dan sungai Irawady di wilayah Myanmar. Dengan demikian, dengan mengacu pada kondisi tersebut sisa peta semenanjung Aurea Chersonesus adalah wilayah Semenanjung Malaya yang sekarang.

Para ahli Yunani kuno menerjemahkan semenanjung tersebut sebagai padananan sebutan orang India (Suwarnadwipa) sebagai Aurea Chersoneus (Aurrea=emas dan Chersonesus-semenanjung atau pulau). Namun ada juga yang mengartikan Suwarnadwipa itu adalah pulau Sumatra. Pertambangan emas ditemukan di Sumatra bagian tengah, lantas apakah Semenanjung Malaya memiliki tambang emas?

Seperti dikutip di atas, disebutkan Kedah menjadi pusat perdagangan pelbagai hasil tempatan yang dikumpul oleh penduduk tempatan seperti bijih timah, emas, beras, lada hitam, gading, damar, rotan, tanduk dan sebagainya. Walaupun ia adalah sebuah kerajaan samudera tetapi juga menjadi pengeluar padi terkenal kerana dikurniakan tanah pamah yang rata dan luas. Sumber lain menyebutkan di wilayah Kedah di 'Sungai Batu'' terletak di Bukit Batu Pahat,Merbok secara arkeologi ditemukan pelabuhan kuno. Sungai Batu berfungsi sebagai peleburan besi, pelabuhan kapal dagangan dan juga pentadbiran pelabuhan kuno.

Mata dagangan zaman kuno antara emas dan besi sangat berbeda. Diduga kuat produk emas lebih awal muncul daripada besi dalam peradaban. Lantas apakah penamaan semenanjung Aurea Chersonesus keliru diletak di semenanjung? Namun fakta bahwa sesuai gambaran peta, semenanjung tersebut adalah Semenanjung Malaya. Yang jelas pada masa ini, wilayah Kedah masih dianggap sebagai sentra pertambangan (deposit) besi potensial di Malaysia. Dalam hal ini sangat masuk akan dengan penemuan situs kuno di Kedah sebagai tempat pelaburan besi. Sumber besi ini di Kedah di kawasan bukit/gunung Jerai di Gurun.

Jika penamaan semenanjung Aurea Chersonesus adalah tepat, dan tambang emas tidak ditemukan di Semenanjung Malaya (melainkan besi/timah), lalu apakah peta Ptolomeus abad ke-2 itu adalah Semenanjung Sumatra? Jika diasumsikan peta itu adalah (semenanjung/pulau) Sumatra, penghasil emas, maka sungai yang memanjang dari pegunungan di utara ke selatan adalah sungau Irawadi? Oleh karena peta Ptolomeus itu juga memotong garis ekuator, maka kemungkinan peta itu adalah pulau Sumatra. Lalu sungai yang berada di sebelah timur adalah sungai Chao Phraya yang (yang membelah kota) di Bangkok yang sekarang. Sungai Irawadi itulah yang kemudian memisahkan Sumatra dan Semenanjung Malaya sebagai Selat Malaka. Dalam hal ini Semenanjung Malaya kemudian tidak dipotong lagi garis ekuator, yang mana wilayah di selatan ekuator sebagai pulau-pulau yang terbentuk Bangka dan Belitung.

Lantas mengapa menjadi sulit menerjemahkan Aurea Chersonesus versi Ptolomeus ini? Sumber ‘kekacauan’ sebenarnya bermula terjadi dua peristiwa. Pertama para penulis dan pembuat peta di Eropa telah menyalin arsip Ptolomeus dengan menggambar ulang peta-peta dengan caranya sendiri-sendiri. Kedua, berdasarkan peta-peta itu, laporan pelaut Portugis pertama Afonso de Albuquerque  (1506) meyakini Semenanjung Aurea Chersonesus itu adalah Semenanjung Malaka karena ditemukan perdagangan emas (lihat Held-dadige scheeps-togt van Alfonso d'Albuquerque, na de Roode-Zee, in het jaar 1506 (1706).

Afonso de Albuquerque sebenarnya saat itu belum sampai ke Malaka, tetapi mendapatkan gambaran tentang Malaka di India, bahwa di Malaka emas diperdagangkan cukup banyak. Laporan inilah kemudian yang menyerbar di Eropa Semenanjung/Pulau Emas Aurea Chersonesus telah ditemukan. Kadung berita itu sudah menyebar, fakta peta-peta yang dirujuknya yang telah publish di Eropa tidak menggambarkan sesungguhnya. Sebab saat orang-orang Portugis mencapai Malaka tahun 1509, Malaka memang berada di kawasan Semenanjung, tetapi sudah diketahui orang-orang Inggris bahwa pulau-pulau di sebelah barat Semenanjung Malaka jauh lebih besar (yang dipisahkan oleh lautan Selat Malaka). Dalam perkembangannya pelaut-pelaut Portugis meyakini gunung Pasangan (di pantai barat Sumatra) sebagai gunung Ophir (sebagaimana disebutkan didalam kitab suci).

Sebenarnya sepenuhnya kesalahan menerjemahkan peta Aurea Chersonesus oleh pelaut-pelaut Portugis, karena faktanya peta yang disalin di Eropa memang menggambarkan hanya ada satu semenanjung (Sememanjung) Malaka. Pertanyaannya? Mengapa pulau Sumatra tidak tergambarkan padahal lebih besar dari Semenanjung Malaka? Kesalahan interpretasi kedua adalah soal pulau Taprobana, yang juga diyakini pelaut-pelaut Portugis itu berada di Ceylon (karena memang mirip).

Dalam konteks itulah, dalamhal ini harus diinterpretasi ulang. Seperti diuraikan di atas bahwa sungai yang membelah semenanjung Aurea Chersonesus adalah sungai Irawadi (cikal bakal Selat Malaka). Dengan asumsi syungai tersebut adalah sungai Irawadi/Selat Malaka, maka akan jelas bahwa pulau Sumatra dan Semenanjung Malaka ada dua dartan yang terpisah. Dalam hubungan ini, nama Cattigara yang diinterpretasi dari catatan geografi Ptolomeus adalah (kota) Kamboja yang sekarang. Lalu bagaimana dua semenanjung zaman kuno era Ptolomeus itu, yang mana Sumatra adalah suatu pulau? Seperti telah dideskripsikan pada artikel terdahulu, karena terjadi abrasi jangka panjang yang menyebabkan Semenanjung Sumatra terputus dengan sisa pulau-pulau kecil di Andaman yang sekarang. Sementara daratan di arah selatan Semenanjung Malaka telah terpecah-pecah menjadi pulau-pulau yang lebih kecil seperti pulau Bangka, Beliting, Lingga dan Bintan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Era Semenanjung Chersonesus: Upaya Menjelaskan Kedah Tua dan Kerajaan Kedah

Apakah Kedah Tua adalah nama tempat yang sudah tua? Setua apa? Dalam catatan geografi Ptolomeus, selain ada gambaran peta semenanjung Aurea Chersonesus, juga disebutkan keberadaan Cattigara dan sumber kamper berasal dari bagian utara suatu pulau (Sumatra). Dalam hal ini Ptolomeus hanya mengindikasikan dua jenis produk perdagangan kuno yakni kamper (bagian utara pulau Sumatra) dan emas (nama semenanjung Aurea Chersonesus). Lalu bagaimana dengan Kedah? Apakah ditemukan emas dan kamper? Sebagaimana yang bisa dibuktikan pada masa ini hanya besi (dan tentu saja timah). Dalam hal ini sumber besi lain juga ditemukan di kepulauan Karimata. Pertanyaannya sekarang, sejak kapan terbentuk peleburan besi di Kedah?.

Peradaban besi dengan teknologi peleburan besis sudah lama terjadi. Dalam tulisan yang ditemukan sekarang, disebutkan peleburan besi di Kedah diduga bermula abad ke-1 dan bahkan ada yang menyebut sejak abad ke-4 sebelum masehi. Tentulah itu sudah tua. Namun berapa angka yang pasti kita masih akan menunggu. Jika kita meyakini temuan emas dan besi sudah lama di semenanjung Aurea Chersonesus, lantas mana yang lebih dahulu ditemukan di semenanjung tersebut? Besar dugaan yang lebih ditemukan adalah emas, sebab wilayah Sumatra berada di sisi luar, sedangkan Kedah masih berada di dalam (Semenanjung Sumatra belum terputus).

Situs Kedah Tua yang kini berada di Lembah Bujang, sebagai ditemukan bangunan batu mirip candi pada sekitar 110 M (lihat Wikipedia). Sementara itu, pusat (kerajaan) Kedah berawal di Sungai Batu (adanya pelabuhan kuno dan tempat peleburan besi). Kerajaan Kedah didirikan pada tahun 630 M (dan menjadi kesultanan/Islam tahun 1136 M).

Kesultanan Kedah adalah kesultanan awal di Semenanjung Malaya dan salah satu Kesultanan tertua yang didirikan pada tahun 1136. Kerajaan Kedah (630-1136) didirikan oleh Maharaja Derbar Raja dari Gemeron sekitar 630 Masehi dan dinasti Hindu berakhir ketika Phra Ong Mahawangsa berpindah ke Islam. Menurut tradisi, pendirian Kerajaan Kedah (atau Kadaram) terjadi sekitar tahun 630 M, (Wikipedia).

Dua situs tua di Kedah (Lembah Bujang dan Sungai Batu) haruslah dipandang terbentuk pada dua era yang berbeda. Lembah Bujang (banguna mirip candi) diduga lebih awal. Sebab saat itu garis pantai berada di Lembah Bujang. Dalam hal ini Sungai Batu (peleburan besi) belum terbentuk karena masih perairan (laut). Bahkah kota Sungai Patani juga masih perairan (semacam teluk). Perairan yang kini menjadi lembah berada antara pegunungan Lembang Bujang di utara dan bukit Hash (H) di selatan. Lalu kemudian terjadi proses sedimentasi jangka panjang.

Proses sedimentasi jangka panjang ini diduga karena aktivitas penduduk di sekitar Lembah Bujang apakah untuk tujuan pengumpulan bijih besi atau perladangan. Tidak ada aktivitas gunung api.  Teluk Lembah Bujang ini lambat laun mendangkal karena proses sedimentasi yang kemudian menjadi daratan (lembah yang sekarang). Sungai Merbok adalah jalan air menuku laut, yang sebelumnya adalah sungai-sungai kecil yang bermuara ke teluk.

Sungai Merbok yang terbentuk (di hilir) di sisi selatan kemudian terbentuk pemukiman (baru) pada era lebih lanjut yang mana di tempat pemukiman ini didirikan peleburan besi. Penetapan pemukiman baru di sisi selatan karena terlebih dahulu menjadi daratan (jikan dibandingkan di sisi lain sungai yangkini menjadi pusat lembah). Lantas berapa abad perbedaan keberadaan pemukiman di Lembah Bujang (candi) dan pemukiman Sungai Batu (peleburan besi).

Dalam perkembangannya tempat peleburan besi di Kedah berpindah dari Sungai Batu ke Jentan (ke arah pedalaman). Ini mengindikasikan Sungai Batu telah menjadi pusat keramaian/perdagangan (kota), sedangkan Jentang menjadi sentra produksi besi.

Catatan tertulis tertua tentang pusat peradaban berada di pantai timur Sumatra pada abad ke-7 (lihat prasasti Kedoekan Boekit 682 M dan prasasti lainnya seperti Kota Kapur dan Talang Tuwo). Dalam prasasti ini sudah disebut nama Sriwijaya dan Jawa serta kota Minana/Minanga. Lantas kapan catatan terttua tentang tempat di Kedah.

Pada era Ptolomeus (abad ke-2) ada tiha nama penting yang disebut, selain semenanjung Aure Chersonesus, juga keberadaan produk kamper di Sumatra bagian utara dan kota Cattigara (kota Kamboja yang sekarang/Phnom Phen). Catatan tertua dari Tiongkok muncul pada abad ke-2 tentang kedatangan utusan (kerajaan) dari selatan. Utusan darimana yang berasal dari selatan ini diduga dari Vietnasm (prasasti Vo Chan abad ke-3) dan Sumatra (diduga terkait kamper Ptolomeus abad ke-2). .

Catatan tertulis tertua tentang tempat di Kedah ditemukan  dalam prasasti Tanjore (1030 M). Dalam teks prasasti Tanjore tersebut disebut nama Kadaram yang diduga kuat adalah Kedah. Pada masa ini, Kararam berada di Sungai Batu di daerah aliran sungai Merbok. Isi teks prasasti Tanjore tersebut adalah sebagai berikut (hanya wilayah kawasan Selat Malaka):

‘Setelah banyak kapal dikirim berputar di tengah laut dan tertangkap Sangrama-Vijayaottungavarman, raja Kadaram, bersama dengan gajahnya, yang disiapkan melawan dan kemenangan besar,... tumpukan harta yang banyak, Vidyadhara-torana membuka gerbang kota pedalaman yang luas yang dilengkapi perlengkapan perang, berhiaskan permata dengan kemuliaan besar, gerbang kemakmuran Sriwijaya; Pannai dengan kolam air, Malaiyur dengan benteng terletak di atas bukit; Mayirudingam dikelilingi oleh parit; Ilangasogam yang tak gentar dalam pertempuran sengit...; Mappappalam dengan air sebagai pertahanan; Mevilimbangam, dengan dinding tipis sebagai pertahanan; Valaippanduru, memiliki lahan budidaya dan hutan; Takkolam yang memiliki ilmuwan; pulau Madamalingam berbenteng kuat; Ilamuri-Desam, yang dilengkapi dengan teknologi hebat; Nakkavaram yang memiliki kebun madu berlimpah; dan Kadaram berkekuatan seimbang, dengan tentara memakai kalal;

Nama Kadaram disebut dua kali (di awal dan di akhir). Ini mengindikasikan bahwa serangan (kerajaan) Cola di seputar Selat Malaka bermula di Kadaram (Kedah). Lalu kemudian serangan ke wilayah Sriwijaya yang terdiri sejumlah nama tempat (cetak tebal). Selanjutnya serangan ke Atjeh (I-lamuri Desam) dan kemudian ke utara di Nakkavaram (Andaman). Setelah itu kembali ke Kadaram.

Dalam teks prasasti Tanjore, nama Sriwijaya tampaknya adalah suatu (wilayah) kerajaan. Dimana ibu kotanya di pantai timur Sumatra masih belum pasti/diperdebatkan, apakah di Jambi, Palembang atau Minanga. Nama-nama tempat yang disebut dalam teks di kawasan (wilayah) Sriwijaya adalah nama-nama tempat yang mirip dengan nama-nama tempat yang masih eksis hingga ini hari di wilayah Padang Lawas, daerah aliran sungai Baroemoen (Tapanuli), yakni:  Vidyadhara-torana = Torgamba atau Batogana; Pannai = Pane;  Malaiyur = Malea; Mayirudingam = Runding; Ilangasogam = Binanga dan Songgam; Mappappalam = Sipalpal; Mevilimbangam = Limbong; Valaippanduru = Mandurana; Takkolam = Akkola; Madamalingam = Mandailing.  Kawasan dimana tempat-tempat ini sekarang di Padang Lawas berada di sekitar pusat percandian. Candi tertua di Padang Lawas/Ankola/Mandailing adalah candi Simangambat yang didirikan abad ke-8 (sejaman dengan pembangunan candi Boroboedoer di Jawa). Pada masa itu, Minana (prasasti Kedoekan Boekir 682 M) atau Minanga atau Binanga (sekarang) masih berada di garis pantai dimana sungai Baroemoen bermuata (bahasa India selatan aroe dari b-aroe-moen adalah sungai)..

Sebagaimana dikutip di atas, kesultanan Kedah, sebagai kesultanan tertua di Semenanjajung Malaya didirikan pada tahun 1136 M. Tahun ini diduga tahun dimana berakhirnya koloni Cola (India) di Selat Malaka (yang bermula dari serangan Cola tahun 1025 M). Dalam hal ini lama koloni Cola di Selat Malaka sekitar satu abad. Candi-candi di Padang Lawas (minus candi Simangambat) dibangun sejak abad ke-11 hingga abad ke-14. Ini mengindikasikan bahwa Padang Lawas adalah pusat kerajaan besar (merujuk pada banyaknya candi-candi). Candi lainnya yang terdapat di pantai timur Sumatra adalah candi di Jambi, candi di Darmasraya dan candi di Muara Takus.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

1 komentar: