Laman

Jumat, 10 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (643): Indonesia versus Malaysia; Ketergantungan Negara, Ketidaktergantungan Antara Kedua Negara

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Kemajuan di Indonesia dan di Malaysia masing-masing mengalami pasang surut dalam berbagai hal. Pasca Konfrontasi Indonesia-Malaysia (20 Januari 1963–11 Agustus 1966) hubungan kedua negara mulai dipulihkan. Indonesia mulai membangun, demikian juga di Malaysia. Dalam situasi ini Melaysia mengalama ketertinggalan dalam pendidikan sehingga harus mendatangkan guru dari Indonesia termasuk dua guru saya di SMA (B Panjaitan guru Fisika dan Mangantar Siregar guru matematika). Selama saya masih kuliah masih banyak mahasiswa asal Malaysia diantarnya ada dua teman sekelas. Pada tahun 1985-1995 Malaysia melesat dalam pembangunan yang dengan sendirinya pendidikan di Malaysia juga melesat sehingga pada tahun 2000an berbalik mahasiswa Indonesia yang ke Malaysia dan kini mahasiswa Malaysia berangsur-ansur mulai kembali ke Indonesia.

Namun ada satu hal di Malaysia yang dianggap maju merujuk pada negara lain seperti Tiongkok, Cina dan Jerman, tetapi tidak pernah (lagi) merujuk pada Indonesia; Akan tetapi jika yang bersifat negatif muncul di Malaysia maka buntutnya akan melecut Indonesia. Sementara pendekatakan yang digunakan di Indonesia adalah continuuous improvement, sebaliknya di Malaysia kerap mengalami trade off. Baru-baru ini misalnya soal bahasa: Indonesia sejak kemerdekaan meninggalkan aspek Belanda seperti bahasa ditinggalkan lalu bahasa sendiri Bahasa Indonesia dibangun setahap demi setahap, sementara di Malaysia bahasa Inggris diagung-agungkan namun memperburuk keadaan bahasa Melayu. Di Indonesia mengusung persatuan mutlak dalam asimlasi, sedangkan di Malaysia dengan intergrasi. Itu sedikit contoh perbedaaan Indonesia dan Malaysia pada masa ini yang bermula dari masa lalu.

Lantas bagaimana sejarah Indonesia versus Malaysia? Seperti disebut di atas, ketergantungan negara Malaysia dengan (negara) asing, sementara Indonesia sebaliknya, yang menyebabkan munculnya ketidaktergantungan antara kedua negara yang bahkan memicu perseteruan dalam banyak hal. Lalu bagaimana sejarah Indonesia versus Malaysia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Indonesia versus Malaysia: Ketergantungan Negara dan Negara Persemakmuran Inggris

Pasang surut Indonesia dan Malaysia sudah berlangsung sejak lama, itu dimulai pada tahun 1824 perjanjian (traktat) London antara Kerajaan Belanda dan Kerajaan Inggris di dimana diadakan tukar guling antara Bengkoeloe dan Malaka. Sejak itu batas Pemerintah Hindia Belanda semakin kontras antara wilayah Indonesia dan wilayah Malaysia (Semenanjung Malaya dan Singapoera). Singkat kata pendudukan Jepang yang membungkam orang-orang Inggris di Semenanjung Malaya dan Singapoera dan orang-orang Belanda di Indonesia (Hindia Belanda) harus berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 yang mana pada tanggal 17 Agustus 1945 Ir Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Orang-orang di Malaya mengelukan kehadiran Inggris, sementara di Indonesia mendapat penentangan di seluruh Indonesia (tentu saja ada pihak-pihak yang mendabakan) kehadiran Belanda. Perang kemrdekaan tidak terhindarkan hingga Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Tamat sudah kolonialisme di Indonesia (sementara di Malaya dan Singapoera serta Sarawak dan Sabah serta Brunai masih bercokol Inggris).

Pasca-perang, Britania berencana menyatukan pengelolaan Malaya di bawah koloni mahkota tunggal yang disebut Uni Malaya didirikan dengan mendapat tentangan keras dari Suku Melayu, yang melawan upaya pelemahan penguasa Melayu dan mengizinkan kewarganegaraan ganda kepada Tionghoa-Malaysia dan kaum imigran lainnya. Uni Malaya, didirikan pada 1946 dan terdiri dari semua kepemilikan Britania di Malaya, kecuali Singapura, dibubarkan pada 1948 dan diganti oleh Federasi Malaya, yang mengembalikan pemerintahan sendiri para penguasa negeri-negeri Malaya di bawah perlindungan Britania. Selama masa itu, pemberontakan di bawah kepemimpinan Partai Komunis Malaya melaksanakan operasi gerilya yang direncanakan untuk mengusir Britania dari Malaya dan peristiwa itu dikenal dengan Darurat Malaya yang berlangsung sejak 1948. Federasi Malaya dalam hal ini lebih dikenali sebagai Persekutuan Tanah Melayu adalah negara yang dibentuk pada tahun 1948 dan terdiri dari dua pemukiman Britania: Penang dan Melaka ditambah dengan sembilan negeri Melayu (masing-masing dipimpin oleh Sultan) yang saat ini merupakan bagian dari Malaysia bagian barat. (Wikipedia)

Sejak pengakaun kedauatan Indonesia oleh Belanda, persekutuan yang dibentuk di Semenanjung Malaya (1948) Federasi Malaya mendapat angin segar. Hubungan Malaya dan Singapoera menjadi tampak intim. Upaya untuk mendapat kemerdekaan dari Inggris terus digalang Federasi Malaya. Upaya mendapat kemerdekaan semakin menggebu-gebu di Malaya, lebih-lebih setelah suksenya Konferensi Asia Afrika di Bandoeng, Indonesia April 1955. Perdanama Menteri Federasi Malaya yang baru terpilih Tengku Abdoel Rachma langsung menyenggol posisi Inggris di Singapoera (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-08-1955). Abdoel Rachman mengatakan: „Singapore voor Engeland een strategisch eiland voor de verdediging i.s, en de onafhankelijkheid voor de federatie zai worden uitgesteld indien wij er op uit zijn onszelven te coördineren met de plannen van de arbeidersregering van de kolonie".

Gesekan antara Malaya dan Singapura, pada saat yang sama, Perdana Menteri Singapura, David Marshall, membantah artikel Straits Times bahwa ia mengharapkan Singapura untuk tidak pernah mendapatkan kemerdekaan penuh. ‘Tujuan saya dan oleh karena itu tujuan pemerintah saya adalah untuk mencapai pemerintahan sendiri dan kemudian kemerdekaan’, kata Marshall. ‘Fakta bahwa sebagai Perdana Menteri yang bertanggung jawab saya menyadari kesulitan-kesulitan khusus di jalan saya yang timbul dari kepentingan komersial dan strategis internasional Singapura sama sekali tidak mengurangi tujuan kami bahwa Singapura dapat dan akan memperoleh kemerdekaan’.

Pemerintah Indonesia sendiri saat itu telah membuka Konsul Jenderal di Singapoera (yang dipimpin oleh Dr H Kartowisastro). Untuk lebih mempererat dengan Indonesia, dalam upaya untuk mendapatkan kemerdekaan dari Inggris, Perdana Menteri T Abdoel Rachman segera akan ke Djakarta. Surat kabar Indonesia berpengaruh, Indonesia Raya pimpinan Mochtar Lubis langsung menyambut berita rencana kedatangan T Abdoel Rachman.

De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-11-1955: ‘Indonesia Raya. Dalam sebuah editorial, ‘Indonesia Raya’  menyambut Perdana Menteri Federasi Malaya, Tcngku Abdul Rachman, yang akan melakukan kunjungan resmi ke Indonesia, dan mencatat bahwa rakyat Indonesia dan Malaya berasal dari ras yang sama. Tengku Abdul Oleh karena itu, Rachman dapat sepenuhnya mengandalkan simpati rakyat Indonesia dengan keinginan rakyat Malaya untuk menjadi rakyat yang merdeka dan berdaulat dalam jangka pendek’.

Perdana Menteri Tengku Abdoel Rachman akhirnya tiba di Indonesia. Kunjungan Rachman tidak hanya sebagai kunjungan pertama ke luar negeri sejak terpilih, Abdoel Rachman juga di Indonesia manandatangani kerjasama. Kunjungan Perdana Menteri Federasi Malaya di Indonesia dapat dikatakan sukses.

De nieuwsgier, 15-11-1955: ‘Indonesia dan Malaya tandatangani perjanjian kerjasama ekonomi dan budaya oleh Abdul Rachman: Orang Indonesia, meskipun tidak dalam kemewahan, tampak bahagia penandatanganan pernyataan bersama Indonesia dan Federasi Malaysia berlangsung dalam upacara singkat di Kementerian Luar Negeri Senin pagi. Menteri Anak Agung menandatangani atas nama pemerintah Indonesia dan Tengku Abdul Rahman, Perdana Menteri Federasi Malaysia atas nama pemerintahnya. Dari pihak Indonesia antara lain hadir para Menteri Pendidikan dan Mentero Informasi. Berturut-turut, Menteri Anak Agung, Menteri Sjamsuddin St Makmur dan Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdul Rahman berbicara. Deklarasi tersebut menyangkut kerjasama kedua negara di bidang ekonomi, pertanian, pendidikan dan kebudayaan. Menteri Anak Agung meyakinkan delegasi Malaysia bahwa Indonesia mendukung penuh upaya Malaya untuk meraih kemerdekaan. Konsul Jenderal (Indonesia) di Singapura untuk mengurus hal-hal yang diperlukan, menurut Anak Agung. Menteri Penerangan, Sjamsuddin St. Makmur, menyerahkan kepada Tengku Abdul Raiiman beberapa film tentang kunjungan Presiden Soekarno ke Mekah, album foto tentang Konferensi AA, dan buku-buku serta foto-foto yang menggambarkan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dia menyatakan bahwa kunjungan misi niat baik telah membuka jalan bagi hubungan yang lebih baik antara Malaya dan Indonesia. Sebagai hasil dari diskusi antara misi dan pemerintah Indonesia, pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk mengangkat Konsulat di Kuala Lumpur menjadi Konsulat Jenderal sebagai bentuk apresiasi’.

Lantas mengapa Perdana Menteri Federasi Malaya Abdul Rachman tidak bertemu dengan Presiden Republik Indonesia Ir Soekarno? Tentu saja Abdoel Rachman tidak setara dengan Ir Soekarno dalam tingkat pemerintahan. Ir Soekarno adalah kepala negara, sedangkan Abdoel Rachman hanyalah pemimpin pemerintahan suatu federasi (Federasi Malaya), belum menjadi negara (merdeka). Yang setara dengan Abdoel Rachman adalah Perdana Menteri Republik Indonesia adalah Mr. Boehanoeddin Harahap dan juga Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (karena Abdoel Rachman juga merangkap Menteri Luar Negeri)..

Sebagaimana orang-orang Indonesia khususnya dari Sumatra banyak di Semenanjung Malaya, orang-orang Semenanjung Malaya juga banyak di Indonesia. Dalam hubungannya dengan upaya mendapatkan kemerdekaan, di Jakarta sudah dibentuk Di Indonesia sudah ada Gerakan Malaya Merdeka yang dipimpin oleh Ibrahim Yacob yang berkududukan di Djakarta (lihat De nieuwsgier, 08-11-1955). Di Djakarta juga terdapat organisasi Pemoeda Malaya. Dalam kunjungan PM T Abdoel Rachman ke Djakarta menyempatkan berbicara di hadapan Pemoeda Malaya (Perikatan Pemuda Malaya Diluar Tanah Air) yang diadakan di Gedung Pertemuan Urnurn Djakarta (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-11-1955 ). Juga disebutkan di Jakarta diadakan resepsi yang diadakan di Hotel de Indies yang juga turut dihadiri Perdana Menteri Boerhanoeddin Harahap. Foto: Abdoel Rachman (kiri) dan Boerhanoeddin Harahap (kanan).

Sebagai tindak lanjut perjanjian yang ditandatangani PM Federasi Malaya T Abdoel Rachman, tidak lama kemudian Kamar Dagang dan Indoestri Indonesia (kini KADIN) membentuk seksi (cabang( di Malaya dengan nama Seksi Pan Malaya (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-01-1956).

Dalam bidang budaya, Persekutuan Bahasa Malaya University Malaya telah membentuk sebuah komite untuk menyamakan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Ketua "Jawatan Kuasa Menyamakan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia" ini adalah Abdul Aziz. Subbagian panitiaini sibuk mencari cara untuk "menyamakan atau mendekatkan Melayu Semenanjung dan Indonesia". Persekutuan akan menerbitkan edisi pertama majalah triwulanan pada akhir bulan ini. Jika Anda ingin informasi lebih lanjut tentang inisiatif Malaysia ini, Anda dapat menghubungi di Indonesia A Ed Schmidgall Tellings, di Jalan Indramajoe 18, Djakarta, dan di Singapura kepada Moh. Bin Hajl Abdullah, Persekutuan Bahasa Melayu University Malaya, College Green, Singapore-11’.     

Dalam kunjungan PM Abdoel Rachman ke Djakarta dan perjanjian yang ditandatangani juga termasuk budang pendidikan dan kebudayaan yang kemudian ditindaklanjuti Persekutuan Bahasa Malaya University Malaya telah membentuk sebuah komite untuk menyamakan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia yang mana ketua "Jawatan Kuasa Menyamakan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia" adalah Abdul Aziz.

Kerjasama pendidikan ini tampaknya strategis mengingat di wilayah Federasi Malaya (Semenanjung Malaya) yang beribukoya di Koealaloempoer belum ada universitas. Universitas Malaya sebagai satu-satunya universitas berada di Singapoera. Keberadaan Universitas Malaya ini paling tidak sudah diketahui pada tahun 1951 dengan tenaga dosen yang umumnya orang Inggris, India dan Cina (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 15-12-1951). Rektor Universiti Malaya di Singapoera adalah seorang Belanda Dr PE de Josselin de Jong. putra dari sinolog terkenal THJ de Josselin de Jong. Pada bulan Mei 1956 diberitakan Dr PE de Josselin de Jong akan menyelesaikan tugasnya sebagai rektor Universitas Malaya dan akan menjadi guru besar di Universiteit te Leiden (lihat Het vaderland, 18-05-1956).

Dalam hubungan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, juga komite untuk menyamakan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia yang akan ke Indonesia momentumnya tepat. Hal ini karena Kongres Bahasa Indonesia belum lama dilaksanakan di Medan pada tahun 1954. Disamping itu juga pada bulan Mei 1956 akan diadakan Konferenasi Mahasiswa Asia Afrika yang akan diadakan di Bandoeng (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-05-1956). Tindak lanjut lainnya adalah Abdul Aziz dan Zainal Abidin telah berada di Jogjakarta untuk mencari guru dan dosen Bahasa Indonesia untuk ditempatkan di Malaya dan Universitas Melaya (lihat De nieuwsgier, 28-06-1956). Kehadiran mereka di Jogjakarta saat sedang dan turut menghadiri seminar sains dan budaya di Universitas Gadjah Mada di Jogjakarta.

 

Pada tanggal 3 Juli 1905, atas inisiatif Tan Jiak Kim, sekolah kedokteran pertama di Singapura berdiri dengan nama Straits and Federated Malay States Government Medical School. Tahun 1912, sekolah ini menerima donasi sebesar $120.000 dari King Edward VII Memorial Fund, diikuti dengan perubahan nama sekolah menjadi King Edward VII Medical School dan akhirnya King Edward VII College of Medicine tahun 1921. Pada tahun 1929, Raffles College didirikan untuk menggalakkan ilmu sosial di kalangan mahasiswa. Dua dekade setelahnya, tepatnya pada 8 Oktober 1949, Raffles College bergabung dengan King Edward VII College of Medicine menjadi Universitas Malaya. Tahun 1959, Universitas Malaya dipecah menjadi dua divisi, Universitas Malaya di Kuala Lumpur dan Universitas Malaya di Singapura. Divisi Singapura akhirnya menjadi Universitas Singapura pada 1962. Universitas Nasional Singapura sekarang merupakan hasil penggabungan Universitas Singapura dan Nanyang University pada 1980. (Wikipedia). Oleh karena itu Universitas Nasional Singapoera (NUS) di Singapoera dan Universitas Malaya sama-sama merujuk tahun kelahiran pada tahun 1905. Sementara itu di Batavia didirikan sekolah kedokteran pada tahun 1851 yang juga dijadikan sebagai tahun kelahiran Inoversitas Indonesia.      

Sementara itu di Indonesia jumlah universitas sudah cukup banyak. Untuk universitas negeri sudah ada Universitas Indonesia di Djakarta (dengan cabangnya di Djakarta, Bogor dan Bandoeng), Univertsitas Gajah Mada di Jogjakarta, Universitas Airlangga di Soerabaya, Universitas, Universitas Andalas di Padang, Universitas Hasanoeddin di Makassar dan Universitas Sumatra Utara di Medan. Ini mengindikasikasi bahwa di Indonesia sudah cukup banyak dosen-dosen yang bergelar doktor dengan jabatan profesor. Hal inilah yang menjadi peluang bagi Federasi Malaya untuk mengambil manfaat dalam bentuk kerjasama pendidikan dan budaya tersebut.

Indische courant voor Nederland, 23-05-1957: ‘ Mahasiswa Malaysia ke Indonesia. Rombongan 35 mahasiswa asal Malaya akan berkunjung ke Indonesia pada pertengahan Juni mendatang. Para mahasiswa yang tergabung dalam “Persatuan Bahasa Malayu University Malaya” ini akan mempelajari bahasa, budaya dan seni Indonesia di negeri ini. Selain itu, mereka juga akan mengenal sistem pendidikan dasar, menengah dan tinggi, administrasi negara, kondisi ekonomi dan sosial umum dan struktur desa. Para mahasiswa yang akan berkunjung ke Djakarta, Bogor, Bandoeug, Jogjakarta, Soerabaya, Bali dan Medan selama tiga minggu ini telah diundang oleh Kemendikbud dan akan didampingi dalam perjalanannya oleh anggota Senat Universitas Indonesia’.

Pada saat Malaysia telah intens mengupayakan kemerdekaan, di dalam negeri juga terjadi kekacauan dimana gerakan komunis juga memiliki agenda sendiri. Dalam situasi ini militer Inggris mengambil bagian dalam meredam pemberontakan-pemberontakan yang terjadi. Sebagai perdana Menteri, setelah mendapat dukungan yang luas di Indonesia T Abdoel Rachman juga mulai melancarkan berbagai strategi politik negaranya jika telah mendapatkan kemerdekaan.

Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,             19-05-1956” ‘Malaka Merdeka tetap netral. Perdana Menteri Federasi Malaya, Tengku Abdul Rahman, pada hari Kamis mengisyaratkan bahwa Malaya yang merdeka dapat tetap netral dalam politik kekuasaan Timur-Barat. Berbicara di Kuala Lumpur pada kesempatan ulang tahun kesepuluh Organisasi Nasional Persatuan Malaya, Perdana Menteri menyatakan: “Kami akan bekerja untuk perdamaian dunia dipandu oleh semangat Konferensi Bandoeng. Politik kita di Malaya yang merdeka akan bebas dari pengaruh apapun, kita tidak akan tergoda atau dipaksa untuk merumuskan politik dalam dan luar negeri. Kami tidak akan mengadakan perjanjian dengan negara lain hanya untuk menguntungkan mereka. Jika kita melakukan ini, itu akan bermanfaat bagi kita dan untuk kepentingan perdamaian dunia," kata Tengku Abdul Rahman’.

Diaspoera Malaya juga mengambil bagian dalam perjuangan di Malaya dari Indonesia. Di Djakarta telah diterbitkan surat kabar Suara Malaya Merdeka yang oplahnya beredar diantara orang Malaya di Indonesia dan sasaran pembaca di Malaya dan Singapoera. Surat kabar Suara Malaya Merdeka sempat dilarang beredar di wilayah otoritas Singapoera (lihat Algemeen Indisch dagblad,  02-01-1957).  Dalam hal ini Malaya (semenanjung) adalah nama wilayah geografis (tanah air), sedangkan Melayu adalah nama bangsa. Pada tahun ini di Djakarta diterbitkan buku berjudul Anak Melayu di Indonesia yang disusun oleh Perikatan Pemuda Melayu di luar Tanah Air (243 halaman). Tentu saja di Indonesia ada (suku) bangsa Melayu seperti di Riau dan pantai timur Sumatra, tetapi mereka adalah bangsa Indonesia.

Dalam konteks inilah kemudian kemerdekaan untuk Federasi Malaya diberikan dalam bingkai Persemakmuran Inggris yang akan diadakan pada 31 Agustus 1957.  Sehari sebelum kemerdekaan diproklamasikan di Malaya, di Indonesia Kepala Staf Angkatan Perang Indonesia Mayor Jenderap Abdoel Haris Nasoetion mengeluarkan instruksi untuk semua badan resmi, pada 31 Agustus dilakukan penaikan bendara Merah Putih sehubungan dengan perayaan Deklarasi Kemerdekaan Malaya, sebagai tanda baik. Masyarakat pun dihimbau untuk berbagi keceriaan Orang Melayu dengan membantu mengibarkan bendera.

Berita kemerdekaan (federasi) Malaya disampiakan oleh surat kabar yang terbit di Medan Het nieuwsblad voor Sumatra, 31-08-1957. Disebutkan pagi ini pukul sembilan, Federasi Malaya diproklamasikan sebagai negara merdeka di Stadion Merdeka Kuala Lumpur setelah Duke of Gloucester menyerahkan simbol kekuasaan kepada Tengku Abdul Rahman, Perdana Menteri Federasi Malaya telah diserahterimakan, Karena hujan deras, upacara harus ditunda selama satu jam, yang semula akan berlangsung pada pukul delapan. HM Sir Abdul Rahman. terpilih sebagai kepala negara Malaya, kemudian mengangkat kabinet Perdana Menteri Tengku Aociui Rahman. Sir Abdul Rahman, mantan Sultan Negeri Sëmbilan, akan dilantik sebagai Yang Di-Pertuan Agong (Kepala Negara) pertama Federasi Malaysia pada Senin.

Juga disebutkan lambang negara Federasi Melaya independen adalah perisai yang dibawa oleh 'dua harimau. Di atas tameng ada bintang "Malaya" dengan bulan sabit. Prasasti pada lambang ini berbunyi kesatuan adalah kekuatan, yang prasasti di bawah perisai dalam tulisan Inggris dan Melayu dan Arab. Bendera Federasi Malaysia adalah segi empat. Sebelas garis itu bergantian merah dan putih, sedangkan setengah emas dan bintang dengan sebelas segmen berada di bidang biru. Kesebelas garis dan bintang dengan sebelas segmen menunjukkan jumlah negara bagian (sembilan kesultanan dan dua negara bagian). Tengku Abdul Rahman adalah adik Sultan Kedah, mantan Perdana Menteri Federasi Malaya, sekarang menjadi Perdana Menteri Malaya yang merdeka. Tadi malam dia diberi gelar 'Bapak Negara Malaya’ oleh orang Melayu.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Indonesia versus Malaysia: Ketidaktergantungan Antara Kedua Negara

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar