Laman

Senin, 04 Juli 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (691): Bahasa Inggris Bahasa Resmi di Brunai? Ada Apa Bahasa Melayu? Bagaimana Sabah-Serawak

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Lain lubuk lain belakang, lain negara lain pula soal bahasa. Bahasa resmi di Brunai adalah bahasa Melayu. Hal ini karena populasu Brunai sebanyak 65 persen adalah Melayu. Namun penggunaan bahasa Inggris sangat meluas di Brunai, bahkan dalam pendidikan digunakan bahasa Inggris. Sekitar 95 persen warga Brunai mampu berbahasa Inggris. Celakanya, meski bahasa Melayu sebagai bahasa resmi, hanya separuh warga negara Brunai yang bercakap dalam bahasa Melayu di rumah. Apakah ini suatu ironi?

Brunei terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan; 97% dari jumlah penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya kira-kira 10.000 orang tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung-gunung. Jumlah penduduk Brunei 470.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang 80.000 orang tinggal di ibu kota Bandar Seri Begawan. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini. Kira-kira dua pertiga jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang Cina (Han) yang menyusun lebih kurang 10% jumlah penduduknya. Etnis-etnis ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting: bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Cina, bahasa Inggris juga dituturkan secara meluas dan hampir 95% fasih dengan Bahasa Inggris, dan terdapat sebuah komunitas ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania dan Australia. Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei merupakan kepala agama negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Buddha (terutamanya oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen, serta agama-agama orang asli (dalam komunitas-komunitas yang teramat kecil). Budaya Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia dan Indonesia. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Inggris diduganakan secara luas di Brunai? Seperti disebut di atas, bahasa resmi di Brunai adalah bahasa Melayu, tetapi bahasa Inggris digunakan secara meluas. Apakah ini suatu ironi? Lalu bagaimana sejarah bahasa Inggris diduganakan secara luas di Brunai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bahasa Resmi di Brunai Bahasa Inggris? Ada Apa Bahasa Melayu? Bagaimana di Sabah-Serawak

Tunggu deskripsi lengkapnya

Ada Apa Bahasa Melayu di Brunai? Apakah Bahasa Inggris akan Mendominasi?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar