Laman

Senin, 18 Juli 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (719): Malaysia Sangat Kecil di Sejarah Indonesia; Bahasa, Budaya, Pendidikan dan Ekonomi Keuangan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Malaysia pada dasarnya sangat kecil diantara Indonesia. Ibarat Hongkong atau Taiwan tidak ada artinya dibanding Cina. Demikian juga Sri Lanka diantara India. Dalam perspektif Indonesia, Singapoera dan Malaysia, yang tergolong negara makmur, sesungguhnya sangat kecil dalam berbagai aspek (populasi dan ekonomi serta aspek lainnya termasuk budaya). Pada era kolonial, di Strait Settlement, Inggris merasa lebih kecil dari Hindia Belanda, namun dalam perspektif Malaysia masa kini merasa lebih besar dan hebat dibandingkan Indonesia. Mengapa berbeda persepsi?


Semenanjung Malaya dan pastinya Asia Tenggara menjadi pusat perdagangan di kawasan selama berabad-abad. Berbagai komoditas seperti keramik dan rempah aktif diperdagangkan bahkan sebelum Kesultanan Melaka dan Singapura mengemuka. Pada abad ke-17, mereka didirikan di beberapa negara bagian. Kemudian, sejak Britania Raya mulai mengambil alih sebagai administrator Malaya Britania, pohon karet dan kelapa sawit diperkenalkan untuk tujuan komersial. Di dalam waktu lama, Malaya menjadi penghasil timah, karet, dan minyak sawit terbesar di dunia. Tiga komoditas ini, beserta bahan mentah lainnya, mengatur tempo ekonomi Malaysia lebih baik sampai abad ke-20. Pada 1970-an, Malaysia mulai meniru ekonomi Empat Macan Asia (Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, dan Singapura) dan berkomitmen kepada transformasi dari ekonomi yang bergantung pada pertambangan dan pertanian ke ekonomi berbasis manufaktur. Dengan investasi Jepang, industri-industri berat mulai dibuka dan beberapa tahun kemudian, ekspor Malaysia menjadi mesin pertumbuhan primer negara ini. Malaysia secara konsisten menerima lebih dari 7% pertumbuhan PDB disertai dengan inflasi yang rendah pada 1980-an dan 1990-an. Pada dasarnya, pertumbuhan Malaysia bergantung pada ekspor bahan elektronik seperti chip komputer dan sebagainya. Akibatnya, Malaysia merasakan tekanan hebat semasa krisis ekonomi pada tahun 1998 dan kemerosotan dalam sektor teknologi informasi pada tahun 2001. Pada September 2005, Howard J. Davies, direktur London School of Economics, di dalam sebuah pertemuan di Kuala Lumpur, memperingatkan para pejabat Malaysia bahwa jika mereka ingin pasar modal fleksibel kembali, mereka harus mencabut larangan penjualan singkat. Pada Maret 2006, Malaysia mencabut larangan penjualan singkat. Kini, Malaysia dipandang sebagai negara industri baru.  (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Malaysia sangat kecil diantara Indonesia? Seperti disebut di atas, dalam banyak aspek Malaysia sejak dari dulu hingga ini hari hanyalah negara kecil jika dibandingkan dengan Indonesia. Namun dalam perspektif Malaysia merasa besar. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah Malaysia sangat kecil diantara Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Malaysia Sangat Kecil Diantara Indonesia; Bahasa, Budaya, Pendidikan dan Ekonomi Keuangan

Apa yang menjadi keutamaan warga Malaysia hari ini dibandingkan Indonesia adalah kemampuan warganya berbahasa Inggris. Sebaliknya kelemahan warga Indonesia hanya segelintir yang bisa berbahasa Belanda. Kedua negara ini pernah di bawah kuasa Inggris dan Belanda. Meski warga Indonesia jarang yang bisa berbahasa Belanda (saya sendiri hanya bisa membaca teks Belanda saja) namun secara absolut, jumlah warga Indonesia yang mampu berbahasa Inggris lebih banyak dari pada warga Malaysia.


Wilayah negara Indonesia terlalu besar jika dibandingkan dengan wilayah negara Malaysia. Bayangkan wilayah Semenanjung Malaya hanya sebesar wilayah Sumatra bagian utara (wilayah Serawak dan Sabah hanya sekitar wilayah provinsi Kalimantan Barat). Jumlah perguruan tinggi di seluruh Malaysia kurang lebih sama dengan jumlah perguruan tinggi di Jawa bagian barat. Mungkin banyak yang tidak menyadari jumlah penduduk wilayah Jabodetabek kurang lebih sama dengan jumlah penduduk seluruh Malaysia (sekitar 30 juta), yang mana besaran produk domestik bruto (PDB) wilayah Jobodetabek lebih besar dari PDB seluruh Malaysia. Untuk hal tetek bengek jumlah gedung tinggi (pencakar langit di Jakarta jauh lebih banyak dibandingkan Kualalumpur, panjang ruas tol jauh lebih tinggi di Jakarta sekitar dibandingkan Kualalumpur sekitar. Tidak hanya itu jumlah orang kaya (upper middle class) di Jakarta lebih banyak daripada di Malaysia.

Perbandingan yang kurang dipahami banyak orang, bahwa populasi penduduk seleuruh Malaysia sekitar 30 juta tidak ada artinya dibandingkan dengan negara Indonesia yang akan mencapai 300 juta jiwa. Bayangkan pula luas wilayah Indonesia jika naik pesawat dari Sabang hingga Merauke berapa jam jika dibandingkan dari Kualalumpur ke Sabah yang hanya sekita dua jam. Kita kuga dapat bandingkan nilai PDB Indonesia tidak head to head dengan negara Malaysia, tetap besar PDB Indonesia sama dengan gabungan PDB dari tiga negara Thailandm Vietnam dam Filipina (sementara nilai PDB Malaysia berada di bawah empat negara ASEAN ini).


Perbandingan relatif menjadi sangat penting untuk memahami situasi dan kondisi yang sebenarnya. Kamampuan berpikir relatif ini mengindikasikan cara berpikir seseorang berbeda satu dengan yang lainnya. Berpikir relatif umumnya memerlukan tambahan pengetahuan jika dibandingkan berpikir absolut yang hanya mengenal skala yes or no (1-0 atau 0-1). Orang yang memiliki kemampuan relatif yang tinggi memiliki skala yang lebih kecil. Lebih rinci tidak hanya skala 1 (1-0 atau 0-1) tetapi juga memiliki pemahaman skala 7, skala 11 dan seneterusnya. Bagi orang yang berpikir skala absolut skala 1 hanya akan cenderung mengatakan satu ekor kambing dapat dipertukarkan dengan satu ekor sapi, tetapi yang memiliki kemampuan berpikir relatif tinggi akan gampang mengukur bahwa seekor sapi hanya dapat dipertukarkan dengan tujuh ekor kambing. Contoh lainnya, umumnya orang menganggap sebuah kemeja dapat dipertukarkan dengan sebuah celana. Akan tetapi ada yang tidak sepakat karena menganggap satu kemeja harus dipertukarkan dengan nilai 0.78 celana. Hal itu juka yang berlaku dalam sejarah ada orang seenaknya berbicara pertukaran abad dengan tahun, padahal satu abad adalah 100 tahun, yang mana dalam 100 tahun banyak kejadian yang terjadi yang harus diperbandingkan year to year.

Dalam suatu negara, dan dalam perbandingan antar negara, populasi adalah basis (domain) dari segala pengukuran relatif. Dalam hal politik, keutamaan domoin populasi didefinisikan dan ditentukan oleh one man one vote. Perhitungan ini masih terbagi dua, apakah one ma one vote ke atas dihitung satu atau seperberapa. Di Negara negara federal seperti Amerika Serikat setiap negara bagian nilai one man one vote ini berbeda-beda.


Di Indonesia one man one vote dihitung secara murni dengan nilai satu (100 persen). Dalam bahasa politik, one man one vote di Indonesia gambaran demokrasi murni (sejati), tidak ada nilai bayangan/palsu. Oleh karena itu jumlah populasi sebagai domain negara menjadi begitu penting untuk mengukur segala aspek dalam bernegara yang bersifat perhitungan relatif. Ini berimplikasi meski sama-sama pemimpin negara, nilai pemimpin negara di Indonesia (Presiden) tidak sama dengan nilai Perdana Manteri di Malaysia, apalagi di Singapoera. Di luar aspek luar negeri dan pertahanan, nilai seorang Gubernur DKI Jakarta dapat dikatakan lebih tinggi dai nilai Perdana Menteri di Singapoera maupun Malaysia.

Negara besar dengan populasi banyak dengan pemimpin negara yang kuat tidak lagi bisa secara relatif dibandingkan dengan negara kecil dengan populasi sedikit dengan pemimpin yang lemah. Disebut pemimpin yang kuat karena harus memimpin orang yang memberi suara kepadanya dan seluruh rakyat di dalam negara, seperti di Indonesia memimpin 300 jiwa penduduk. Pemimpin Indonesia dalam hal ini memimpin pendudk yang sangat beragam, mulai dari yang sangat kaya hingga yang sangat miskin, mulai dari yang sangat terpelajar hingga yang belum sama sekali pernah bersekolah. Jika presiden Indonesia memimpin seluruh Indonesia dimana didalamnya termasuk Jabodetabek, maka secara ekonomi, Presiden Indonesia memimpin penduduk lebih banyak jika dibandingkan seorang perdana menteri di Malaysia.


Negara besar dengan populasi banyak, akan terdiri banyak fraksi-fraksi yang dihubungan dengan berbagai aspek dalam bernegara. Negara Singapoera sebagai sebuah pulau tidak ada artinya dengan Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil. Ratusan etnik dan bahasa serta budaya, puluhan wilayah dengan tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Singkat kata negara besar dengan populasi besar mengindikaasikan sejarah yang beragam diantara penduduknya, dan sejarah pengalaman hidup yang berbeda-beda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Indonesia Negara Besar: Malaysia dan Singapoera

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar