Laman

Rabu, 27 Juli 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (738): Wilayah Kuching dan Geomorfologi; Asal Usul Nama Sarawak; Brunai, Melanau, Sabah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini soal nama kerap menjadi perdebatan, termasuk soal nama Serawak dan nama Kuching. Itu satu hal. Hal lain dalam hal ini adalah bagaimana geomorfologi wilayah Kuching yang kini menjadi wilayah ibu kota negara Serawak berada. Duan ama terawal yang diidentifikasi yang masih eksis hingga ini hari adalah Melanau dan Brunai. Dalam hal ini bagaimana geomorfologi wilayah Kuching dimana kemudian terbentuk nama kampong Serawak dan nama kampong Kuching.


Kuching merupakan ibu kota Serawak, Malaysia. Kota ini juga merupakan ibu kota Divisi Kuching. Kota ini terletak di Sungai Serawak di ujung barat daya negara bagian Serawak di pulau Kalimantan dan meliputi area seluas 431 kilometer persegi (166 sq mi) dengan populasi sekitar 165,642 di wilayah administratif Kuching Utara dan 159,490 di wilayah administrasi Kuching Selatan. dengan jumlah 325,132 orang. Kuching adalah ibu kota ketiga Serawak pada tahun 1827 pada masa pemerintahan Kekaisaran Brunei. Pada tahun 1841, Kuching menjadi ibu kota Serawak setelah Serawak diserahkan ke James Brooke untuk membantu Kerajaan Brunei dalam menghancurkan pemberontakan. Kota ini terus mendapat perhatian dan pengembangan selama pemerintahan Charles Brooke seperti pembangunan sistem sanitasi, rumah sakit, penjara, benteng, dan bazar. Namun, Rajah terakhir Serawak, Sir Charles Vyner Brooke memutuskan untuk menyerahkan Serawak sebagai bagian dari Mahkota Inggris pada tahun 1946. Kuching tetap menjadi ibu kota selama periode Mahkota Inggris. Setelah pembentukan Malaysia pada tahun 1963, Kuching juga tetap dikekalkan menjadi ibu kota dan mendapat status resmi kota pada tahun 1988. Sejak itu, kota Kuching dibagi menjadi dua wilayah administratif yang dikelola oleh dua pemerintah daerah yang terpisah. Pusat administrasi pemerintahan negara Serawak terletak di Wisma Bapa Malaysia, Kuching. Nama "Kuching" sudah digunakan untuk kota ini pada saat Brooke tiba pada tahun 1839. Ada banyak teori mengenai derivasi dari kata "Kuching". Itu mungkin berasal dari kata Melayu untuk hewan kucing, atau dari nama "Cochin", sebuah pelabuhan perdagangan India di Pantai Malabar dan istilah generik di Tiongkok dan India Britania untuk perdagangan pelabuhan. Namun, sumber lainnya melaporkan bahwa kota Kuching sebelumnya dikenal sebagai "Serawak" sebelum Brooke tiba. Pemukiman ini berganti nama menjadi "bagian Serawak" selama ekspansi kerajaan. Barulah pada tahun 1872 bahwa pemukiman ini berganti nama menjadi "Kuching" semasa administrasi Charles Brooke. Ada lagi teori yang lebih kredibel bahwa Kuching sebenarnya berarti "Ku" - Lama dan "Ching" - "Sumur" atau "sebuah sumur tua"  dalam bahasa Tionghoa selama pemerintahan Brooke. Namun nama kota ini dalam bahasa Tionghoa sekarang adalah Gǔ jìn (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi wilayah Kuching dan asal usul nama Sarawak? Seperti disebut di atas, nama-nama tempat kerap menjadi perdebatan hingga kini. Namun apakah nama-nama tempat itu terkait dengan perubahan geomorfologi suatu wilayah?  Lalu bagaimana sejarah geomorfologi wilayah Kuching dan asal usul nama Sarawak? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Geomorfologi Wilayah Kuching dan Asal Usul Nama Sarawak; Brunai, Melanau dan Sabah

Dalam peta-peta kuno, di wilayah Sarawak yang sekarang nama yang sudah disebut adalah Malano atau Malanau (Melanau). Nama Serawak dan nama Kuching belum disebut, bahkan pada peta-peta VOC/Belanda juga belum disebut. Nama tempat Malano dalam peta-peta lama (era Portugis) berada di sisi barat muara sungai Passara. Nama sungai Passara ini pada masa ini disebut sungai Batang Rajang. Kota Malano itu berada di Kota Sibu yang sekarang.


Kota Sibu yang sekarang diduga kuat pada masa lampau berada di wilayah pesisir di muara sungai. Seperti disebut di atas kota ini berada di kota Malano di muara sungai Passara. Kini ama Malano menjadi nama etnik di Serawak. Kota Sibu kini terkesan berada di pedalaman, sementara di masa lampau diduga kuat berada di pantai. Hal ini karena terjadi sedimentasi jangkan Panjang di depan muara yang membentuk daratan baru. Para pendatang (pedagang) diduga telah menyebabkan kota Malano menjadi pusat perdagangan yang penting. Penduduk asli Malano diduga bergeser ke belakang pantai (menjadi etnik Melanau) dan eks kota Malano muncul dengan nama yang lebih populers Sibu (Siabu?). Dalam hal ini kita tidak sedang membicarakan wilayah Melano dan Sibu, tetapi wilayah Kuching (Serawak) di muara sungai Serawak.

Berdasarkan geomorfologi wilayah (kota) Kuching yang sekarang diduga adalah wilayah yang baru terbentuk, sebagai proses sedimentasi jangka panjang. Nama kota/kampong awal di wilayah Kuching yang sekarang, pada masa lampau diduga bermula di sekitar kampong Siburan dan Tundong (sekitar lapangan terbang Kuching). Wilayah Kuching sekarang pada masa lampau masih berupa perairan, bagian dari teluk besar. Ke dalam teluk besar ini bermuara sejumlah sungai antara lain sungai Stamin, sungai Serawak, sungai Sabang, sungai Sadong, sungai Lupar dan sungai Saribas. Teluk ini diduga kuat adalah teluk terbesar di pantai utara Borneo (lebih besar dari teluk Borneo).


Pada awalnya teluk besar (sebut saja teluk Sarawak) bukanlah teluk, tetapi suatu garis pantai yang di masing-masing ujung terdapat tanjong (lihat peta-peta Portugis seperti Peta 1601). Dua tanjong ini diduga adalah Tanjung Datu/Gunung Rumput di barat dan Tanjung Baraon/Gunung Sibu di timur). Diantara garis pantai ini bermuara sungai-singai yang disebut di atas. Dalam perkembangannya terjadi proses sedimentasi jangka panjang dimana di sekita dua tanjong yang terhubung dengan garis pantai/sungai0sungai. Akibat terbentuknya daratan baru di sekitar tanjong maka bagian dalam garis pantai membentuk teluk baru (teluk Sarawak) dimana sungai-sungai tersebut bermuara. Pada era Portugis sungai Sarawak disebut sungai Calco dan sungai Lupar sebagai sungai Baralo.

Hingga kehadiran Inggris (James Brooke) tidak ada nama tempat disebut Kuching. Nama yang diidentifikasi dimana kota Kuching yang sekarang berada adalah Kota Serawak. Kota Serawak ini diintifikasi di daerah pedalaman (jauh dari muara-muara sungai), Kota ini tepatnya berada di muara sungai Serawak (sebelum bercabang ke hilir). Jika ini dijadikan patokan awal Kota Kuching itu berarti di sekitar kampong tua Lundong dan Siburan.


Pada peta Belanda Peta 1877 ditempat Kota Serawak ditandai sebagai nama Kota Kuching. Nama Serawak sendiri menjadi nama wilayah, nama suatu wilayah yang dulunya Kawasan garis pantai antara dua tanjong. Sebagaimana diketahui aktivitas James Brooke baru terjadi pada tahun 1840an. Ini berarti nama Kunching muncul semasa James Brooke hidup atau semasa putranya sebelum kehadiran Maskapai Borneo Utara pada tahun 1878..

Pada peta-peta terdahulu di era VOC/Belanda (seperti peta Francois Valentijn 1724), nama-nama yang dicatat di wilayah Serawak adalah nama-nama kuno yang sudah diidentifikasi sejak era Portugis. Nama-nama tersebut masih eksis hingga berakhirnya era VOC/Belanda dan bahkan sejak kehadiran Inggris di Kawasan (setelah membentuk koloni di Penang dan Malaka tahun 1824). Namun nama-nama lama dalam peta lama segera mengilang di dalam peta-peta baru yang muncul. Pada Peta Belanda tahun 1851 sudah diidentifikasi nama Kota Serawak.


Ada suatu masa sekitar satu abad (1724-1824) di wilayah Serawak telah terjadi perubahan secara evolutive dimana nama-nama tempat yang lama menghilang dengan munculnyta nama-nama yang baru. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda (1817) Angkatan laut Hindia Belanda mulai melakukan survei-survei Kawasan laut untuk memetakan peta laut dan tofografi dan juga sekaligus untuk fungsi penagaman navigasi pelayaran perdagangan. Beberapa kali Angkatan laut Hindia Belanda mengejar para perompak yang kemudian melarikan diri ke wilayah yang ama di pantai utara Borneo dekat Tanjung Datoe dan pantai timur laut Borneo di Sabah. Di duduga pada abad tersebut adalah abad peralihan zaman kuno dan zaman baru di pantai utara Borneo khususnya di Kawasan Serawak (diluar wilayah Brunai).

Apa yang terjadi selama satu abad (1724-1824) di wilayah Serawak tidak diketahui secara pasti. Yang jelas setelah Traktat London Kawasan pantai utara Borneo termasuk di wilayah Serawak semakin intens dikunjungi oleh pedagang-pedagang Inggris termasuk James Brooke pada tahun 1838. Namun James Brooke awalnya membuka pos perdagangan bukan di Serawak tetapi di dekat kota Brunai yang diidentifikasi sebagai Brooketown (sementara koloni Inggris Strait Settlement berkedudukan di (pulau) Laboean. Kapan James Brooke memindahkan pos perdagangannya ke kota yang kemudian disebut Kota Serawak?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Brunai, Melanau dan Sabah: Nama-Nama Lama, Apakah Nama Serawak dan Kuching Nama Baru?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar