Laman

Jumat, 05 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (755): Bahasa Indonesia Bukan Bahasa Melayu Riau; Awal Bahasa Melayu di Semenanjung Malaya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Indonesia, memang berakar dari bahasa Melayu, tetapi Bahasa Indonesia adalah bahasa dan dialek yang sangat khas. Dalam banyak tulisan, Bahasa Indonesia disebut berasal dari bahasa Melayu Riau. Juga disebut tatabahasa Indonesia juga dipelajari dari bahasa Melayu Riau. Apa, iya? Nah, itu yang akan dideskripsikan.


Secara historis bahasa Melayu awalnya terbentuk di pantai timur Sumatra pada abad ke-7 (sebagai suksesi bahasa Sanskerta). Tentu saja saat itu belum ada populasi di kepulauan iau yang sekarang. Populasi yang sudah ada baru ada di Bangka (lihat prasasti Kota Kapur 686 M). Di Semenanjung Malaya sendiri penduduk yang ada adalah populasi negrito (yang kemudian dikenal sebagai orang Semang). Pada saat Nicolo Conti kembali dari Tiongkok pada tahun 1290 pulau Bintan dan pulau Batam adalah pulau kosong. Nama Batam baru disebut dalam teks Negarakertagama (1365). Pada tahun 1404 oleh pangeran Palembang medirikan kota Malaka, suatu wilayah marjinal (hanya sekitar wilayah Kedah dengan pertambangannya yang potensial). Kehadiran Portugis di Malaka tidak dalam konteks sumber daya alam dan manusia tetapi posisi strategis dalam navigasi pelayaran perdagangan, Meski Belanda/VOC telah mengakuisisi Malaka (dari Portugis) tahun 1641, Malaka tetap dianggap tidak penting. Wilayah Malaka dan sekitar terutama wilayah Selangor baru penting ketika para pengeran Kerajaan Gowa eksodus dari Makassar tahun 1669. Sejak era eksodus inilah diduga kepulauan Riau mulai ramai. Secara perlahan pengguna bahasa Melayu di Semenanjung Malaya dan kepulauan Riau mulai dominan, hingga pada akhirnya bahasa-bahasa asli menghilang (punah). Hal itulah mengapa di dua kawasan (Semenanjung Malaya dan kepulauan Riau) tidak ditemukan lagi jejak bahasa dari penduduk asli (berbeda dengan di Sumatra, Jawa dan Kalimantan) kecuali ernik Semang di pedalaman Semenanjung. Etnik orang Laoet, orang Banuwa dan orang Sakai adalah penduduk berbahasa Melayu yang tertinggal (dari kemajuan peradaban).

Lantas bagaimana sejarah Bahasa Indonesia bukan berasal dari bahasa Melayu di Riau? Seperti disebut di atas, sebelum terdapat populasi di kepulauan Riau, bahasa Melayu sudah sejak lama berkembang di pantai timur Sumatra (bahkan di Jawa). Pengguna bahasa Melayu di kepulauan Riau baru belakangan seperti halnya di Semenanjung Malaya.. Lalu bagaimana sejarah Bahasa Indonesia bukan berasal dari bahasa Melayu di Riau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bahasa Indonesia Bukan Bahasa Melayu Riau; Awal Bahasa Melayu di Semenanjung Malaya

Jauh sebelum bahasa Melayu berkembang di Kepulauan Riau (khususnya di pulau Bintan), bahasa Melayu sudah tersebar di seluruh nusantara (bahkan sejak era Sriwijaya abad ke-7). Saar kehadiran orang Eropa/Portugis di Nusantara (sejak 1511), penyebaran bahasa Melayu sudah mencapai pantai selatan Afrika (Madagakar), pantai timur Tiongkok (Canton) dan pantai timur Australia (Maori/Aucland/Selandia Baru).


Bahasa Melayu jauh lebih awal berkembang di pantai utara sebelum bahasa Melayu berkembang di Kepulauan Riau, Saat kehadiran Belanda tahun 1596 di nusantara, lingua franca di (Pelabuhan) Kerajaan Banten adalah bahasa Melayu. Pada permulaan VOC (Belanda) dengan pos perdagangan dipindahkan dari Amboina ke Batavia tahun 1619, (Pelabuhan( Malaka sudah jauh menurun. Pelabuhan-pelabuhan utama perdagangan saat ini hanya terdapat di empat tempat: Atjeh, Banten, Gowa (dan Ternate). Kapal-kapal Portugis tidak lagi dari dan ke Malaka, tetapi dari Eropa langsung ke berbagai pelabuhan utama (dimana juga terdapat loji-loji Portugis). Catatan: Belanda mengusir Portugis dari Amboina tahun 1605, dari Koepang tahun 1612, dari Ternate/Tidore tahun 1630an; dari Malaka tahun 1641, dari Kamboja tahun 1642. Pos utama Portugis hanya tersisa di Macao plus pos marjinal di Dilli (Timor). Pelaut-pelaut Portugis hanya sebagai tamu di berbagai Pelabuhan yang ada (kecuali di Makao).

Nama (kepulauan( Riau mulai penting pada awal tahun 1850an Ketika Pemerintah Hindia Belanda akan membuka cabang pemerintahan di Riau. Eks Pelabuhan Portugis di (kampong) Riau (di barat daya pulau Bintan) yang dikuasai Belanda/VOC sejak 1641, dijadikan ibu kota. Namun dalam perkembangannya Pemerintah Hindia Belanda memindahkan ibu kota ke benteng Tanjoeng Pinang (yang berseberangan dengan pulau Penyegat, dimana Sultan Riau berkedudukan). Saat permulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Riau inilah seorang pejabat Elisa Netscher melakukan studi di Riau (studi tentang bahasa Melayu).


Sejak tahun 1819 saat mulai Pemerintah Hindia Belanda menyelenggarakan Pendidikan kepada komunitas Eropa di berbagai kota, pemerintah juga mulai mengintroduksi pendidikan modern bagi pribumi dengan menempatkan sejumlah guru yang didatangkan dari Belanda di beberapa kota antara lain Batavia, Semarang, Soerabaja dan Padang. Pada tahun 1850 didirikan sekolah guru (kweekschool) di Soeracarta dan pada tahun 1851 didirikan sekolah kedokteran di Batavia. Dua sekolah tinggi bagi pribumi ini (siswa yang diterma lulusan sekolah dasar) bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu, Pada tahun 1854 dua siswa berasal dari Tapanoeli diterima di sekolah kedokteran di Batavia (dua siswa pertama berasal dari luar Jawa). Pada tahun 1856 sekolah guru kedua didirikan di Fort de Kock. Pada tahun 1857 seorang lulusan sekolah dasar dari Mandailing (Tapanoeli) Sati Nasoetion melanjutkan studi keguruan ke Belanda. Pada tahun 1862 Sati Nasoetion mendirikan sekolah guru  di Mandailing (sekolah guru yang ketiga di Hindia Belanda).

Laporan studi Netscher dipublikasikan pada tahun 1853 di majalan yang terbit di Batavia. Topik bahasannya adalah soal tema yang terkandung dalam sastra yang ditulis oleh Radja Ali Hadji (Gurindam Dua Belas). Dalam artikel Netscher ini tidak berbicara soal bahasa dan tatabahasa Melayu, melainkan konten gurundam yang diperlukan dalam memahami etnografi penduduk kepulauan Riau sehubungan dengan pembentukan cabang pemerintahan. Oleh karena Netscher dianggap ahli Riau, lalu pada tahun 1862 Elisa Netscher diangkat sebagai residen pertama Riau. Seperti kita lihat nanti, ketika seorang guru di sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean (Tapanoeli) Charles Adriaan van Ophuijsen mulai mempelajari bahasa Melayu, karya Elisa Netscher termasuk sumber yang digunakan (saat itu sudah banyak artikel-artikel dengan topik bahasa Melayu).


Bagaimana Charles Adriaan van Ophuijsen tertarik mempelajari bahasa Melayu? Ini bermula pada tahun 1850 Zending Belanda mengirim ahli bahasa Dr NH van der Tuuk ke Tapanoeli untuk mempelajari bahasa Batak. NH van der Tuuk mempublikasikan artikel tentang tata bahasa Batak tahun 1856 (kajian tata bahasa pertama di Hindia Belanda). Pada saat sekolah guru di Mandailing dibuka Sati Nasoetion pada tahun 1862, buku NH van der Tuuk digunakan. Sekolah guru Mandailing ini, meski dengan bahasa pengantar juga mempelajari bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Ketika ` Charles Adriaan van Ophuijsen ditempatkan di Mandailing pada tahun 1876 sebagai opziener, van Ophuijsen menemua banyak penduduk bisa menulis dan guru-guru membuat buku pelajaran tertarik dengan sastra dan bahasa Batak. Akhirnya van Ophuijsen berhenti sebagai pejabat pemerintah dan menjadi guru sejak 1879 dan ditempatkan sebagai guru di skeolah guru Padang Sidempoean tahun 1881. Sejak inilah van Ophuijsen intens mempelajari bahasa Melayu. Seperti kita lihat nanti van Ophuijsen pada tahun 1903 menerbitkan buku tata bahasa Melayu (tata bahasa Melayu pertama’ yang kedua setelah tata bahasa Batak).

Sementara semakin banyak penduduk kota yang bisa membaca (telah mendapat pendidikan modern aksara Latin), pada tahun 1856 muncul surat kabar berbahasa Melayu pertama di Soerabaja. Surat kabar ini dikelola oleh orang Eropa dengan editor seorang Eropa. Tidak lama kemudian pada tahun yang sama terbit surat kabar berbahasa Melayu di Padang. Surat kabar berbahasa Melayu kemudian muncul di Batavia dan Semarang. Dalam konteks bahasa Melayu tertulis (pengajaran, artikel di majalah, buku, koran) inilah yang harus dipandang sebagai cikal bahasa Bahasa Indonesia. Seperti kita lihat nanti, bahwa keliru Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu dari Riau.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Awal Bahasa Melayu di Semenanjung Malaya: Perkembangan Lebih Lanjut Bahasa Melayu di Kepulauan Riau

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar