Laman

Kamis, 25 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (795): Kenduri Sko di Kerinci; Tanjung Tanah, Antara Pantai Barat Sumatra-Pantai Timur Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Wilayah Kerinci adalah wilayah yang unik, berada diantara beberapa wilayah budaya (Batak, Minangkabau, Melayu dan Redjang). Wilayahnya juga strategis berada diantara pantai barat dan pantai timur Sumatra. Wilayah Kerinci awalnya dimasukkan ke wilayah Sumatra Barat tetapi kemudian ke wilayah Jambi (yang sekarang). Satu yang penting di wilayah Kerinci ditemukan teks tua di Tanjung Tanah. Naskah Tanjung Tanah adalah kitab undang-undang yang dikeluarkan oleh kerajaan Melayu pada abad ke-14. Naskah ini merupakan naskah Melayu yang tertua, dan juga satu-satunya yang tertulis dalam aksara Sumatera Kuno yang juga disebut sebagai aksara Malayu. Selain bahasa Melayu, naskah ini juga menggunakan bahasa Sanskerta.


Kenduri Sko adalah rangkaian acara adat berupa peringatan (kenduri) yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Kerinci di provinsi Jambi. Acara ini juga disebut dengan istilah Kenduri Pusako (Pusaka). Istilah ‘sko’ berasal dari kata ‘saka’ berarti keluarga atau leluhur dari pihak ibu dan biasa disebut dengan khalifah ngan dijunnung dan waris yang dijawab. Sko sendiri dibagi menjadi sko tanah dan sko gelar, dimana sko gelar dapat diberikan oleh ibu kepada saudara laki-laki dari pihak ibu (mamak). Pada acara ini terdapat dua agenda pokok yaitu acara untuk menurunkan dan menyucikan benda-benda pusaka, dan acara untuk mengukuhkan pada orang yang akan menerima gelar adat. Acara penurunan benda pusaka biasanya dilaksanakan tiap setahun sekali, atau 5-10 tahun sekali, bahkan 25 tahun sekali. Di daerah Tanjung Tanah acara penurunan benda pusaka dilaksanakan setiap 7 sampai 10 tahun. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kenduri Sko di Kerinci dan Tanjung Tanah? Seperti disebut di atas, Tanjung Tanah di wilayah Kerinci antara Pantai Barat Sumatra dan Pantai Timur Sumatra. Lalu bagaimana sejarah kenduri Sko di Kerinci dan Tanjung Tanah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kenduri Sko di Kerinci; Tanjung Tanah, Antara Pantai Barat Sumatra dan Pantai Timur Sumatra

Pada artikel sebelum ini adaalah kenduri bumi antara Jambi dan Sumatra Barat dalam hubungannya dengan peradaban di daerah aliran sungai Batanghari yang disebut Kenduri Swarnabhumi (Kenduri Pulau Emas, Kenduri Pulau Sumatra). Di wilayah Kerinci (provinsi Jambi, yang lebih dekat ke Sumatra Barat) ada juga kenduri, tetapi sebagai keduri keluarga yang disebut Kenduri Sko. Kegiatan utama dalam Kenduri Sko ini adalah peringatan yang berhubungan dengan pasako tua, diantaranya pusako Kerinci (Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci). Pusako tertulis disebutkan berasal dari era (Raja) Adityawarman.


Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten yang berada dibagian paling barat provinsi Jambi. Kabupaten Kerinci ditetapkan sebagai kabupaten sejak awal berdirinya provinsi Jambi dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Nama Kerinci berasal dari bahasa Tamil yaitu Kurinji, yang merupakan nama bunga yang tumbuh di daerah pegunungan India Selatan. Abad 14, Kerajaan Dharmasraya mulai menetapkan undang-undang kepada para Kepala suku atau luhah disetiap dusun di Selunjur bhumi Kurinci, kepala suku tersebut disebut sebagai Depati sebagaimana yang tercantum dalam kitab Undang-undang Tanjung Tanah. Menurut Uli Kozok, negeri Kurinci atau Kerinci tidak sepenuhnya di bawah kendali Dharmasraya, para Depati tetap memiliki hak penuh atas kekuasaannya, penetapan Undang-undang disebabkan Kerajaan Dharmasraya ingin menguasai perdagangan emas yang saat itu melimpah ruah di bumi Kerinci. Abad 15, Kerajaan Jambi mulai memegang kendali atas para Depati di bumi Kerinci, Kerajaan Jambi yang berada di Tanah Pilih (atau Kota Jambi sekarang). Menunjuk Pangeran Temenggung Kebul di bukit sebagai wakil Kerajaan Jambi di wilayah hulu berkedudukan di Muaro Masumai, untuk mengontrol dan mengendalikan para Depati di Kerinci Rendah (atau Kabupaten Merangin sekarang) dan Kerinci Tinggi (Kabupaten Kerinci sekarang). Para depati yang dulunya terpisah-pisah dalam sebuah kampung atau kelompok kecil disatukan dalam pemerintahan yang dibuat oleh Kerajaan Jambi, Pemerintahan ini disebut dengan pemerintahan Depati Empat,berpusat di Sanggaran Agung. Abad 16, terjadinya perjanjian di Bukit Sitinjau Laut antara Kesultanan Jambi yang diwakili oleh Pangeran Temenggung, Kesultanan Inderapura diwakili oleh Sultan Muhammadsyah dikenal dengan sebutan Tuanku Berdarah Putih dan alam Kerinci diwakili oleh Depati Rencong Telang dan Depati Rajo Mudo. Isi perjanjian tersebut intinya untuk saling menjaga keamanan antar tiga wilayah sebab saat itu banyak para penyamun dan perompak yang berada di jalur perdagangan antara Kerinci-Indrapura maupun Kerinci-Jambi. Abad 17, terbentuk pemerintahan Mendapo nan Selapan Helai Kain yang berpusat di Hamparan Rawang, serta beberapa wilayah otonomi tersendiri seperti Tigo Luhah Tanah Sekudung di Siulak, pegawai jenang pegawai raja di Sungai Penuh. Tahun 1901, Belanda mulai masuk ke alam Kerinci melewati renah Manjuto di Lempur hingga terjadi peperangan dengan beberapa pasukan Belanda, pasukan Belanda gagal memasuki alam Kerinci. Tahun 1903, Belanda berhasil membujuk Sultan Rusli, tuanku regent sekaligus menjabat Sultan Indrapura untuk membawa pasukan Belanda ke Alam Kerinci dengan tujuan agar tidak terjadi perlawanan dari rakyat Kerinci. Ternyata yang terjadi sebaliknya, perlawanan rakyat Kerinci begitu hebatnya hingga terjadi peperangan selama tiga bulan di Pulau Tengah. Peperangan di Pulau Tengah, di bawah komando Depati Parbo memakan korban perempuan dan anak-anak yang begitu banyak setelah Belanda membakar habis kampung tersebut. Tahun 1904, Kerinci takluk di bawah pemerintahan Belanda setelah kalah perang dan Depati Parbo di buang ke Ternate. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kerinci masuk ke dalam Keresidenan Jambi (1904-1921), kemudian berganti di bawah Karesidenan Sumatra's Westkust (1921-1942). Pada masa itu, Kerinci dijadikan wilayah setingkat onderafdeeling yang dinamakan onderafdeeling Kerinci-Indrapura. Setelah kemerdekaan, status administratifnya dijadikan Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci. Sedangkan Kerinci sendiri, diberi status daerah administratif setingkat kewedanaan. Kewedanan Kerinci terbagi menjadi tiga Kecamatan yaitu: (1) Kecamatan Kerinci Hulu terdiri dari Kemendapoan Danau Bento, Kemendapoan Natasari, Kemendapoan Siulak (Wilayah Adat tanah Sekudung) serta Kemendapoan Semurup, (2) Kecamatan Kerinci tengah terdiri dari Kemendapoan Depati Tujuh, Kemendapoan Kemantan, Kemendapoan Rawang, Kemendapoan Sungai Tutung, Kemendapoan Limo Dusun, Kemendapoan Penawar, Kemendapoan Hiang,dan Kemendapoan Keliling danau, (3) Kecamatan Kerinci Hilir terdiri dari kemendapoan seleman,Kemendapoan 3 Helai Kain, kemendapoan Lempur, dan Kemendapoan Lolo. Tahun 1954, ketika rakyat Jambi berjuang untuk mendirikan Provinsi Jambi, salah seorang tokoh masyarakat Kerinci datang ke Bangko untuk menghadiri pertemuan dengan Front Pemuda Jambi. Kedatangan beliau dalam rangka untuk memasukkan Kerinci ke dalam Provinsi Jambi. Ia mengatakan bahwa "Pucuk Jambi Sembilan Lurah", tidak lengkap kalau di dalamnya tidak termasuk Kerinci. Pada waktu Dewan Banteng menguasai daerah Sumatera Tengah, Kerinci dijadikan kabupaten tersendiri. Pada waktu yang hampir bersamaan, Pemerintah Pusat mengeluarkan UU Darurat No 19 tahun 1957 yang membagi Provinsi Sumatra Tengah menjadi tiga dareah Swatantra Tk I, yaitu : Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Sumatra Barat, meliputi daerah darek Minangkabau dan Rantau Pesisir; Riau, meliputi wilayah Kesultanan Siak, Pelalawan, Rokan, Indragiri, Riau-Lingga, ditambah Rantau Hilir Minangkabau: Kampar dan Kuantan; Jambi, meliputi bekas wilayah Kesultanan Jambi ditambah Pecahan dari Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci: Melalui UU No 61 tahun 1958, Kerinci ditetapkan menjadi satu kabupaten yang berdiri sendiri,nsebagai pecahan dari Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci dan masuk ke dalam wilayah Jambi. Tahun 1970, Sistem Kemendapoan (setingkat kelurahan) yang telah dipakai sejak ratusan tahun lalu, dihapuskan. Istilah dusun diganti menjadi desa.(Wikipedia)

Sejarah (wilayah) Kerinci tertulis dimulai sejak abad ke-14, tetapi kemudian lenyap hingga muncul kembali pada era Hindia Belanda (sejak 1901). Ada interval waktu yang panjang catatan keberadaan wilayah Kerinci tidak dikenali. Namun masih dapat dipelajari melalui sejarah Kerajaan Minangkabau/Pagarujung dan Kerajaan Jambi (dua kerajaan ini dihubungkan dengan sungai Indragiri atau sungai Batanghari. Lebih tepatnya untuk memahami sejarah zaman kuno Kerinci harus diperhatikan dari segi geografis dari pantai barat dan pantai timur Sumatra.


Secara geografis, wilayah Kerinci berada di pegunungan Bukit Barisan. Wilayah Kerinci seakan dunia tersendiri yang memiliki akses sulit dari manapun, termasuk dari pantai barat Sumatra. Di wilayah Kerinci di pedalaman memiliki danau sendiri (danau Kerinci) semakin menambah kesan wilayah Kerinci sebagai dunia sepi sendiri. Tipikal wilayah Kerinci ini ditemukan banyak di pulau Sumatra yakni wilayah di dataran tinggi di pedalaman dimana terdapat danau. Di Aceh terdapat di Tangse dan di Takengon; di Sumatra Utara terdapat di Samosir/danau Toba, Angkola/Mandailing/danau Siabu, Agam/danau Maninjau dan Solok/danau Singkarak; dalam di wilayah Jambi (Kerinci); Sumatra Selatan/Bengkulu/Lampung di danau Ranau.

Wilayah Kerinci secara geomorfologis berada di pegunungan. Wilayah yang begitu dekat dengan pantai barat Sumatra, namun dibatasi oleh pegunungan. Tentulah ada celah yang menjadi akses ke pedalaman di wilayah Kerinci. Namun dari pantai barat Sumatra tidak ada moda yang menghubungkan ke wilayah Kerinci baik melalui jalan darat maupun lalu lintas sungai. Hingga kini, akses ke wilayah Kerinci salah satunya di jalur pegunungan arah utara ke (kabupaten) Solok Selatan (Padang Aro) dan (kabupaten) Solok (Arosuka) terus turun ke Padang. Juga ada satu jalur ke arah timur ke Bangko (Kabupaten Merangin). Jadi dalam hal ini tampaknya hubungan Kerinci dengan pantai barat Sumatra (Indrapura) hanya penting di masa lampau, tetapi tidak lagi kemudian.


Hubungan antara wilayah Kerinci dengan pantai barat Sumatra (khususnya Inderapura) hingga kini tidak ada jalan raya, namun di masa lampau hanya dimungkinkan dengan jalan pegunungan yang di masa lampau dengan menggunakan angkutan kuda dan jalan kaki. Hal serupa itu yang terjadi ke utara di Solok dan ke timur hingga ke Bangko/Merangin. Wilayah Kerinci di pedalaman di pegunungan menjadi sangat penting untuk melihat relasinya dengan pantai timur Sumatra. Secara geomorfologis di pantai barat telah meluas karena proses sedimentasi namun sangat terbatas, tetapi meluas sangat luas hingga ke pantai timur Sumatra.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tanjung Tanah, Antara Pantai Barat Sumatra dan Pantai Timur Sumatra: Sumatra Barat dan Jambi

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar