Laman

Senin, 12 September 2022

Sejarah Jambi (33): Arsitektur Rumah Asli Jambi di Rantau Panjang; Batang Tabir Hulu di Gunung Malintang, Muara di Batanghari


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini tipologi rumah asli penduduk Orang Batin di Merangin dijadikan sebagai symbol rumah adat Jambi. Ada juga persamaannya dengan rumah penduduk asli di Kerinci. Rumah asli Orang Batin masih dilestarikan di Rantau Panjang (kabupaten) Merangin. Apakah ada relasinya dengan rumahh adat Minangkabau? Yang jelas nama Rantau Panjang terdapat di berbagai wilayah di Sumatra, Kalimantan dan Semenanjung Malaya. seperti Serdang, Sumatra Utara; Ogan Ilir, Sumatra Selatan; Klantan (Malaysia).

 

Rumah Adat Jambi Kajang Lako, Rumah bercirikan panggung disebut Rumah Lamo. Rumah Kajang Lako ditetapkan sebagai identitas Jambi periode 1970-an. Penetapan bermula sayembara dilakukan Gubernur Jambi. Sayembara digelar bertajuk “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” juga merupakan semboyan Provinsi Jambi, Dari sayembara terpilih Rumah Kajang Lako atau Rumah Lamo, berasal dari arsitektur masyarakat bermarga Bathin, satu perkampungan Bathin ditemukan di Kampung Lamo, Rantau Panjang, kecamatan Tabir, kabupaten Merangin. Hingga saat ini, masyarakat Bathin masih melestarikan adat istiadat arsitektur rumah peninggalan nenek moyang. Arsitektur Rumah Kajang Lako berbentuk persegi panjang memiliki ukuran 9x12 meter. Struktur konstruksi termasuk rumah panggung dengan ukiran indah. Bagian atap Rumah Kajang Lako dinamakan dengan “Gajah Mabuk”, istilah berasal dari cerita pembuat rumah yang dimabuk asmara namun tidak mendapat restu. Atap Gajah Mabuk didesain melengkung seperti perahu, dinamakan “jerambah” atau “lipat kajang”, dan bagian atasnya disebut “kasau”. Pada bagian langit-langit terdapat pemisah dinamakan tebar layar”. Pemisah ini berfungsi menahan rembesan air hujan. Beberapa ruangan dalam Rumah Kajang Lako, diantaranya ruang pelamban, gaho, masinding, tengah, dalam, malintang, dan bauman. Ruang Pelamban berfugsi ruang tunggu para tamu, terletak di sisi kiri bangunan. Ruang Gaho berfungsi tempat penyimpanan barang dan persediaan makanan berada di sisi kiri bangunan. Ruang Masinding berfungsi tempat digelarnya ritual kenduri maupun musyawarah berada di bagian depan rumah. Ruang tengah berfungsi sebagai tempat para wanita saat penyelenggaraan kenduri, berada di bagian tengah bangunan dan tidak terpisah dari ruang masinding. Ruang dalam merupakan bagian inti bangunan. Ruang dalam berfungsi sebagai tempat tidur serta ruang makan. Ruang malintang di sebelah kanan bangunan dan menghadap ruang masinding. Ruang bauman berfungsi dapur untuk memasak, tidak memiliki lantai ataupun dinding (Kompas.com)

Lantas bagaimana sejarah arsitektur Rumah Asli Jambi di Rantau Panjang, Merangin? Seperti yang disebut di atas, struktur dan arsitektur rumah asli di Merangan telah diangkat sebagai tipologi rumah ada Jambi. Lalu bagaimana sejarah arsitektur Rumah Asli Jambi di Rantau Panjang, Merangin? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Arsitektur Rumah Asli Jambi di Rantau Panjang; Batang Tabir Hulu di Gunung Malintang, Muara di Batanghari

Pada tahun 1906, saat mana Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Jambi (Residentie Djambi) akses ke Bangko dan Sorolangoen hanya ditempuh melalui jalan sungai. Namun sudah ada jalan rintisan dari Soengai Penoeh ke Bangko dan Saroelangoenn. Akses Soengai Penoeh di Kerintji melalui jalan rintisan dari Indrapoera (Padangsche Benelanden). Belum ada akses jalan dari Soengai Penoeh ke Solok (Padangsche Bovenlanden). Moeara Boengo belum ada akses jalan, baik dari Solok maupun dari Bangko (hanya melalui sungai dari Mpeara Tebo di sungai Batanghari).


Pada awal permulaan cabang Pemerintah Hindi Belanda di Djambi, Controleur di Afd Jambi adalah H F van Oa; di Afd Moeara Tembesi AF Meijer; di afd. Moera Tebo LC Ouwerling. Sementara di afd Djambi Bovenlanden setingkat Asisten Residen RC van den Bor dimana di masing-masing Bangko, Moeara Boengo dan Soengei Penoeh serta Saeolangoen ditempatkan Controleur. Masing-masing pejabat Controleur didamping oleh seorang demang. Di wilayah Onderafdeeling Moera Boengo di Moeara Boengo, Controleur dijabat oleh EWF van Walchren. Sedangkan demangnya adalah Si Ali alias Si Kali gelar Soetan Oloan (Harahap). Soetan Oloan memulai karir di dalam pemerintahan di Padang Sidempoean. Demang di Soengai Penoeh adalah juga berasal dari Padang Sidempoean Ibrahim gelar Soetan Goeroe. Satu lagi demang yang berasal dari Padang Sidempoean adalah Mangaradja Gading yang mengawali karir sebagai opziener di Sarolangun yang kemudian diangkat menjadi demang. Salah satu anaknya Mangaradja Gading lahir di Sarolangoen pada tahun 1905 diberinama Abdoel Hakim. Kelak, Abdoel Hakim Harahap menjadi Residen Tapanoeli (1948-1929), Wakil Perdana Manteri RI di Jogjakarta (1950) dan Gubernur Sumatra Utara (1951-1953) dan Menteri Negara bidang pertahanan 1955. Mungkin mereka bertiga heran mengapa arsitektur rumah penduduk di Sarolangun, Bangko dan Moeara Boengo sama dengan di kampong mereka di Angkola Mandailing (Tapanuli Bagian Selatan). Mungkin juga bertanya-tanya mengapa tidak sama dengan rumah di Minangkabau. Foto: Rumah asli Angkola Mandailing (internet)

Mengapa demang pertama yang ditempatkan di Sungai Penuh, Bangko, Moera Boengo, dan Sarolangoen dalam awal pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belandi Jambi (Residentie Djambi) berasal dari (Afdeeling Angkola Mandailing, Resisidentie Tapanolei)? Apakah ada kaitannya dengan bentuk arsitektur rumah di empat wilayah ini mirip dengan di Angkola Mandailing? Aatu karena factor lainnya? Satu hal yang perlu ditambahkan adalah aksara di Angkola Mandailing mirip dengan aksara di Kerinci. Di wilayah Jambi (hilir) dan wilayah Minangkabau hanya ada aksara Jawi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Batang Tabir Hulu di Gunung Malintang, Muara di Batanghari: Batang Merangin Hulu di Danau Kerinci, Muara di Tembesi (Batang Tembesi Bermuara di Batanghari)

Apa yang bisa diperhatikan pada masa ini, ciri khas bangunan riumah asli (adat) adalah bentik atapnya. Secara umum ada kemiripan satu sama lain mulai dari wilayah Rejang hingga ke Atjeh. Antara rumah Jambi (baca: Merangin) dengan rumah Angkola Mandailing kurang lebih sama, punggung atap lebih mendatar dan hanya ada cekungan pada ujung-ujungnya. Ciri khas rumah di dua wilayah ini sama-sama ada tanda semacam tanduk (x). Sementara itu di wilayah Rejang punggung atap sepenuhnya datar tetapi memiliki bentuk tanduk pada dua ujung seperti di Angkola Mandailing dan Merangin. Sama dengan di Rejang, tetapi di Atjeh tidak ada bentuk tanda tanduk.


Diantara wilayah Rejang dan Atjeh bentuk punggung atap di wilayah Minangkabau dan wilayah Toba menunjukkan punggungnya tidak datar dan sama-sama berbentuk lengkung dari ujung ke ujung. Hanya bedanya rumah asli Minangkabau memiliki tanduk tunggal yang runcing/lancip (gonjong). Diantara rumah adat di Sumatra, ada perbedaan di Palembang dan Lampung, yang mana punggung atap limasan yang datar mirip di Jawa tetapi bentuk limasan hanya bagian dari tengah atap saja (joglo).Foto: rumah adat Jambi (internet)

Satu yang menarik bentuk khas rumah asli di Sumatra antara Rejang hingga Aceh adalah lengkungan punggung atap yang lebih kentara di Minangkabau dan Toba. Lalu yang mebedakan keduanya adalah adanya ginjing di Minangkabau. Tentu saja semua bentuk-bentuk atas tersebut menjadi ciri khas masing-masing wilayah. Akan tetapi untuk bentuk tanduk yang khas di Merangin (Jambi) dengan di wilayah Angkola Mandailing. Seperti disebut diatas, kemiripan satu sama lain membuat para demang awal di Jambi bertanya-tanya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar