Tampilkan postingan dengan label Sejarah Jambi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Jambi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 September 2022

Sejarah Jambi (51): Wilayah Perbatasan Antara Riau - Jambi; Geomorfologi Sungai Indragiri dan Perairan Laut Pulau Berhala


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini

Wilayah perbatasan nyaris tidak memiliki narasi sejarah. Tidak dianggap penting. Namun sejarah suatu wilayah adakalnya justru dimulai di wilayah perbatasan. Wilayh provinsi Jambi kini berbatasan dengan beberapa provinsi: Sumatra Selatan; Riau; Kepulauan Riau; Bangka Belitung, Sumatra Barat dan Bengkulu. Namun yang menjadi perhatian dalam hal ini adalah perbatasan Jambi dengan Riau (sebelum pemekaran terbentuknya Kepulauan Riau).\


Pada awal abad ke-16, Tome Pires, mencatat kota-kota di pesisir timur Sumatra antara Arcat (sekitar Aru dan Rokan) hingga Jambi sebagai pelabuhan dagang yang dikuasai Minangkabau. Di wilayah tersebut, para pedagang Minangkabau mendirikan kampung-kampung perdagangan di sepanjang Sungai Siak, Kampar, Rokan, dan Indragiri. Pada masa pra-kolonial beberapa kerajaan otonom di Riau. Kerajaan terawal, Keritang, wilayah kekuasaan diperkirakan terletak di Keritang, Indragiri Hilir, pernah taklukan Majapahit, Pada tahun 1815, di bawah Sultan Ibrahim, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Rengat, yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Indragiri Hulu. Pada masa inilah Belanda mulai campur tangan dengan urusan internal Indragiri, termasuk dengan mengangkat seorang Sultan Muda yang berkedudukan di Peranap. Sultan Siak bersama para tetua adat di afdeling Bengkalis pada 1888. Siak menyerahkan Bengkalis kepada Belanda pada tahun 1873. Kesultanan Siak Sri Inderapura didirikan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung pada tahun 1723. Siak menaklukkan Rokan pada 1726 dan membangun pangkalan armada laut di Pulau Bintan. Raja Kecil terpaksa melepaskan pengaruhnya untuk menyatukan kepulauan-kepulauan di lepas pantai timur Sumatra di bawah bendera Siak, meskipun antara tahun 1740 hingga 1745 ia bangkit kembali. Pada akhir abad ke-18, Siak telah menjelma menjadi kekuatan di pesisir timur Sumatra. Pada tahun 1761, Sultan Abdul Jalil Syah III mengikat perjanjian eksklusif dengan Belanda. Tahun 1780, Siak menaklukkan daerah Langkat, termasuk wilayah Deli dan Serdang. Di bawah ikatan perjanjian kerjasama mereka dengan VOC, pada tahun 1784 Siak membantu tentara Belanda menyerang dan menundukkan Selangor, dan sebelumnya mereka telah bekerjasama memadamkan pemberontakan Raja Haji Fisabilillah di Pulau Penyengat. Para sultan Siak saat itu terpaksa menyerah kepada kehendak Belanda dan menandatangani perjanjian pada Juli 1873 yang menyerahkan Bengkalis kepada Belanda, dan mulai saat itu, wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi kekuasaan Siak satu demi satu berpindah tangan kepada Belanda. Pada masa yang hampir bersamaan, Indragiri juga mulai dipengaruhi oleh Belanda, namun akhirnya baru benar-benar berada di bawah kekuasaan Batavia pada tahun 1938. n-kerajaan yang masih belum tunduk. Belanda menunjuk seorang residen di Tanjung Pinang untuk mengawasi daerah-daerah pesisir, dan Belanda berhasil memakzulkan Sultan Riau-Lingga, Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah pada Februari 1911(Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah wilayah perbatasan antara Riau dan Jambi? Seperti yang disebut di atas, wilayah Jambi berbatasan dengan Riau baik di daratan maupun di lautan.. Hal itulah mengapa wilayah perbatasan antara Riau dan Jambi menjadi penting diperhatikan. Secara geomorfologi perbatasan ini terhubungan dengan sungai Indragiri dan perairan dimana pulau Berhala berada. Lalu bagaimana sejarah wilayah perbatasan antara Riau dan Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (50): Dharmasraya, Wilayah Era Zaman Doeloe Antara Minangkabau dan Jambi; Geomorfologi Pantai Timur Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Apa arti nama Dharmasraya dalam sejarah wilayah Jambi? Yang jelas wilayah yang kini menjadi kabupaten Dharmasraya (provinsi Sumatra Barat) berada di daerah aliran sungai Batanghari. Dalam hal ini kota Jambi berada di hilur dan Dharmasraya berada di hulu. Lalu lintas perdagangan sungai di zaman doeloe menjadi hubungan dua wilayah ini menjadi intens. Diantara dua wilayah di daerah aliran sungai Batanghari ini terdapat kota Moeara Tebo dan Moeara Tembesi (duan ama yang mirip di wilayah Residentie Tapanoeli: Toba dan Tambusai).


Dharmasraya adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatra Barat. Pada kawasan ini dahulunya pernah menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan kerajaan Melayu. Ibu kota Kabupaten Dharmasraya adalah Pulau Punjung. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 38 Tahun 2003, dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Sijunjung. Nama kabupaten ini diambil dari manuskrip yang terdapat pada Prasasti Padang Roco, di mana pada prasasti itu disebutkan Dharmasraya sebagai ibu kota dari kerajaan Melayu waktu itu. Kerajaan ini muncul setelah kejatuhan kerajaan Sriwijaya pada abad 13-14, di mana daerah kekuasaan kerajaan ini merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya sebelumnya, yaitu mulai dari Semenanjung Malaya hingga Sumatra. Hal ini dapat dibuktikan dari Prasasti Grahi di Chaiya, selatan Thailand serta catatan dalam naskah Cina yang berjudul Zhufan Zhi karya Zhao Rugua tahun 1225. Kemudian kerajaan ini menjalin hubungan dengan Kerajaan Singhasari, sebagaimana yang terpahat pada Prasasti Padang Roco. Selain itu nama Dharmasraya juga disebutkan dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagarakretagama. Sejarawan zaman kolonial Belanda sudah banyak mempelajari sejarah tersebut, bahkan pada tahun 1930 memboyong arca Amoghapasa dan arca Bhairawa ke tempat yang sekarang disebut Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Secara geografi Kabupaten Dharmasraya berada di ujung tenggara Provinsi Sumatera Barat. Batas wilayah kabupaten Dharmasraya adalah sebagai berikut: di utara vKabupaten Sijunjung dan Kabupaten Kuantan Singingi, Riau; di timurKabupaten Bungo dan Kabupaten Kerinci, Jambi; di selatan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Bungo, Jambi; dan di barat           Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan. Secara topografi, daerah Kabupaten Dharmasraya bervariasi antara berbukit, bergelombang, dan datar dengan variasi ketinggian dari 100 m - 1.500 m di atas permukaan laut. Ketinggian dari permukaan laut mulai dari 100 meter dpl pada bagian kawasan yang mengarah ke sebelah timur, hingga 1.500 meter dpl pada bagian kawasan yang menjadi bagian dari gugusan Bukit Barisan di sebelah barat. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Dharmasraya, wilayah era zaman doeloe antara Minangkabau dan Jambi? Seperti yang disebut di atas, nama Dharmasraya adalah nama yang sudah eksis sejak lama seperti Tebo, Tembesi dan Jambi yang secara geomorfologi terhubung dengan Pantai Timur Sumatra di daerah aliran sungai Batanghari. Lalu bagaimana sejarah Dharmasraya, wilayah era zaman doeloe antara Minangkabau dan Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 20 September 2022

Sejarah Jambi (49): Banyuasin di Wilayah Residentie Palembang; Mengapa Dekat Batas Musi Banyuasin dengan Kota Jambi?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Satu yang menarik tentang batas wilayah administratif (reidentie/provinsi) Djambi adalah begitu dekat batas wilayah residentie Palembang dengan ibu kota wilayah Jambi di Kota Jambi. Nam Jambi sendiri sudah eksis sejak zaman kuno, demikian juga dengan nama Palembang. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada sejarah tersendiri di wilayah perbatasan di pantai timur Sumatra antara Kesultanan Jambi dan Kesultanan Palembang?


Di wilayah residentie/provinsi Palembang/Sumatra Selatan pada masa kini ada nama kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin. Kabupaten Musi Rawas telah dimekarkan dengan membentuk kabupaten Musi Rawas Utara. Kedua kabupaten (Musi Rawas Utara dan Musi Banyuasin) berbatasan langsung dengan wilayah administrasi resident/provinsi Jambi. Nama Musi menjadi penting di masa lampau sebagai penanda navigasi, sebagaimana sungai Batanghari di wilayah Residentie Palembang. Ibu kota kabupaten Musi Rawas Utara berada di Muara Rupit dan ibu kota kabupaten Musi Banyuasin di Sekayu. 

Lantas bagaimana sejarah wilayah Banyuasin di wilayah (residentie) Palembang, mengapa begitu dekat dengan batas wilayah Musi Banyuasin dengan Kota Jambi? Seperti yang disebut di atas, dua kabupaten yang berbatasan langsung dengan provinsi Jambi di wilayah provinsi Sumatra Selatan adalah kabupaten Musi Rawa (Utara) dan kabupaten Musi Banyuasin. Lalu bagaimana sejarah wilayah Banyuasin di wilayah (residentie) Palembang, mengapa begitu dekat dengan batas wilayah Musi Banyuasin dengan Kota Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (48): Rawas Menjadi Musi Rawas, Batas Kesultanan Jambi-Kesultanan Palembang;Sultan Jambi versus AV Michiels


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Ada dua nama kota tempo doeloe di pedalaman Sumatra: Soerolangun di hulu sungai Batanghari dan Soeroelangun di hulu sungai Musi. Dua kota ini adalah awal navigasi ke hilir di masing-masing sungai. Dua kota ini dipisahkan oleh pegunungan, yang mana dari pegunungan itu sumber air sungai Tembesi dan sungai Rawas. Wilayah Rawas di hulu sungai Batanghari/sungai Tembesi.sungai Batang Kasai dan hulu sungai Musi/sungai Rawas pernah menjadi sengketa antara Kesultanan Jambi dan Pemerintah Hindia Belanda di Palembang.


Nama Tembesi dan naman ama Rawas diduga adalah nama-nama kuno sebagai penanda navigasi transportasi sungai. Di pertemuan sungai Tembesi dan sungai Batangasai terdapat kota Saroelangoen dimana di hulu sungai Batangasai terdapat kota Moera Limoen. Sementarea itu di pertemuan sungai Banoeng dengan sungai Rawas terdapat kota Moeara Roepit. Di daerah aliran sungai Baoeng ini terletak kota Saroelangoen. Antara sungai Bartangasai dan sungai Baoeng dipisahkan oleh pegunungan. Nama Tembesi dan nama Rawas (ditulis Rawa’s) mirip dengan nama Tambusai dan nama Rao/Rawa di hulu sungai Rokan Kanan dan sungai Rokan Kiri. 

Lantas bagaimana sejarah wilayah Rawas menjadi Musi Rawas, antara Kesultanan Jambi dan Pemerintah Hindia Belanda di Palembang? Seperti yang disebut di atas, wilayah Rawas berada di daerah perbatasan Kesultanan Jambi dan Kesultanan Palembang masa lalu. Lalu bagaimana sejarah wilayah Rawas menjadi Musi Rawas, antara Kesultanan Jambi dan Pemerintah Hindia Belanda di Palembang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 19 September 2022

Sejarah Jambi (47): Sarikat Islam di Jambi; Organisasi Kebangsaan Indonesia Beragam Faksi (Nasionalis, Idiologis, Kedaerahan)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi (1978/1979) khususnya Bab-3 pada Sub-bab C: Interaksi di daerah dengan kegiatan partai/organisasi, antara lain : 1. Po/itik, terutama politik pemerintah Hindia Belanda di Jambi dan interaksi dengan serikat Islam; 2. Sosial, organisasi sosial yang ada di daerah Jambi, hanya menyebut Sarikat Islam saja yang berkiprah di wilayah Jambi. Pertanyaannya: apakah ada organisasi kebangsaan Indonesia lainnya di wilayah Jambi pada era Hindia Belanda?


Syarikat Islam (disingkat SI), atau Sarekat Islam, dahulu bernama Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya Organisasi yang dibentuk oleh Haji Samanhudi dan kawan-kawan ini adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang politik Belanda memberi keleluasaan masuknya pedagang asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat pada masa itu. Pada kongres pertama SDI di Solo tahun 1906, namanya ditukar menjadi Sarikat Islam. Pada tanggal 10 September 1912 berkat keadaan politik dan sosial pada masa tersebut HOS Tjokroaminoto menghadap notaris B. ter Kuile di Solo untuk membuat Sarikat Islam sebagai Badan Hukum dengan Anggaran Dasar SI yang baru, kemudian mendapatkan pengakuan dan disahkan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September 1912. HOS Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI lebih luas yang dulunya hanya mencakupi permasalahan ekonomi dan sosial. ke arah politik dan Agama untuk menyumbangkan semangat perjuangan islam dalam semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa tersebut. Selanjutnya karena perkembangan politik dan sosial SI bermetamorfosis menjadi organisasi pergerakan yang telah beberapa kali berganti nama yaitu Central Sarekat Islam (disingkat CSI) tahun 1916, Partai Sarekat Islam (PSI) tahun 1920, Partai Sarekat Islam Hindia Timur (PSIHT) tahun 1923, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) tahun 1929, Syarikat Islam (SI) tahun 1973 karena keluar dari Majelis Tahkim ke-33 tahun 1972 di Majalaya, dan pada Majlis Tahkim (kongres nasional) ke-35 di Garut tahun 2003, namanya diganti menjadi Syarikat Islam (disingkat SI). Sejak kongres tersebut, eksistensi dan pergerakan Syarikat Islam yang masih ada dan tetap bertahan hingga sekarang disebut Syarikat Islam Indonesia (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sarikat Islam di Jambi? Seperti yang disebut di atas, organisasi kebangsaan berlabel Islam didirikan dan berkembang di Jawa. Sarikat Islam kemudian memperluas jangkaun wilayah politiknya tidak hanya ke Medan, bahkan juga di Jambi. Sarikat Islam adalah salah satu organisasi kebangsaan dari faksi-faksi yang berbeda atas dasar nasionalis, idiologis dan kedaerahan. Lalu bagaimana sejarah Sarikat Islam di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (46): Tokoh Nasional Lahir di Jambi, Abdoel Hakim dan Mochtar Lubis; Pemerintahan Era Hindia Belanda di Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Ada dua tokoh Jambi beda generasi yang saya kenal yakni tokoh senior Ali MA Rachman dan tokoh junior Armidis Fahmi. Prof Ali MA Rachman pernah menjadi Rektor Universitas Jambi yang mengajari saya bagaimana cara meneliti yang baik (reliabel) dan benar (valid). Armidis Fahmi, seorang penulis muda. Tentu saja banyak tokoh Jambi dalam berbgai bidang yang saya ketahui tetapi hanya mereka berdua yang saya kenal baik dan benar. Sultan Moehidin dan Suktan Thaha saya ketahui tetapi tidak saya kenal. Mereka berdua hidup pada era Pemerintah Hindia Belanda.


Dalam laman Wikipedia tokoh Jambi cukup banyak dalam Daftar tokoh Jambi. Daftar tokoh Jambi ini memuat nama tokoh-tokoh yang lahir atau keturunan dan berperan di Provinsi Jambi. Khusus mengenai tokoh-tokoh dari Kota Jambi, dan Kota Sungai Penuh bisa dilihat di Daftar tokoh Kota Jambi, dan Daftar tokoh Kota Sungai Penuh. Akademisi dan ahli antara lain Prof. Dr. Ir. Ali MA Rachman, MA (lahir 8 Juli 1944) adalah seorang akademisi Indonesia yang pernah menjadi dosen pembimbing skripsi saya dan saya menjadi asisten beliau dalam mata kuliah Ekologi Manusia dan Antropologi Ekonomi. Saya juga pernah menjadi asisten dosen anaknya dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi. Pak Ali, pernah menjadi Rektor Universitas Jambi periode 1999-2003 dan Kepala Sub Bagian Konservasi Tumbuhan Institut Pertanian Bogor 2003-2007. Tokoh akademik lainnya dari Jambi antara lain Aulia Tasman dan Abdul Bari Azed; Artis dan seniman antara lain Christine Hakim, Baim, Zumi Zola; Aktivis dan wartawan antara lain Butet Manurung dan Yurika Warninda; Atlet dan wasit nasional antara lain Elfira Rosa Nasution dan Herry Maitimu; Menteri dan pejabat tinggi negara, antara lain David Napitupulu, Edi Sudradjat Marzuki Usman, Rizal Djalil dan Datuk Ishak bin Abdul Aziz; Militer dan kepolisian, pahlawan dan pejuang antara lain Depati Parbo, Raden Mattaher dan Sultan Thaha Syaifuddin; Pelaku ekonomi antara lain Muhammad Ridwansyah; Pelaku politik antara lain Masjchun Sofwan dan Zulkifli Nurdin; Sastrawan dan budayawan antara lain Setya Ardhi dan Dimas Arika Mihardja; Tokoh kerajaan antara lain Orang Kayo Hitam. 

Lantas bagaimana sejarah tokoh nasional lahir di Jambi, Abdul Hakim dan Mochtar Lubis? Seperti yang disebut di atas, tokoh nasional asal Jambi cukup banyak, tetapi masih ada tokoh nasional lainnya yang terlupakan. Namun faktanya lahir di Jambi. Lalu bagaimana sejarah tokoh nasional lahir di Jambi, Abdul Hakim dan Mochtar Lubis? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 18 September 2022

Sejarah Jambi (45): Pahlawan Jambi Gelar Pahlawan Nasional; Pahlawan-Pahlawan Indonesia Lainnya Wilayah Provinsi Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Pahlawan adalah semua penduduk yang berjuang di dalam segala bidang yang berasal dari era yang berbeda-beda. Namun mereka yang berjuang lebih banyak yang dicatat yang telah memimpin dalam menolak otoritas penjajah (khususnya Pemerintah Hindia Belanda) baik dengan cara diplomasi maupun dengan jalan mengangkat senjata. Ada yang terbunuh dan ada pula yang diasingkan ke wilayah lain. Dalam hal ini sejarah adalah sejarah, siapapun yang ikurt berjuang di wilayah Jambi, darimapun asalnya dan di bidang apa berjuang, di wilayah Jambi, haruslah dianggap sebagai Pahlawan Indonesia di wilayah Jambi.


Dalam sejarahnya banyak Pahlawan Indonesia di Wilayah Jambi. Namun sejauh ini yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional baru dua orang: Raden Mattaher, pahlawan nasional, pejuang kemerdekaan; dan Sultan Thaha Syaifuddin, pahlawan nasional, sultan terakhir kesultanan Jambi. Dalam laman Wikipedia, Pahlawan Indonesia di wilayah Jambi, antara lain: Kolonel Abundjani, pejuang kemerdekaan; Depati Parbo, pejuang kemerdekaan; Karwandy Kwee, pejuang dan pendukung kemerdekaan; Raden Mattaher, pahlawan nasional, pejuang kemerdekaan; Ratumas Sina, pejuang kemerdekaan; H. Abdoel Madjid Batoe, pejuang dari Batanghari; H. Hanafie, pejuang dari Bungo; KH. Daud Arif, pejuang dari Tanjung Jabung Barat; KH. Kemas Abdussomad, tokoh ulama dan pejuang Jambi; Mayor H. Syamsuddin Uban, pejuang dari Merangin. 

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Daerah bergelar Pahlawan Nasional asal wilayah Jambi? Seperti yang disebut di atas, wilayah Jambi adalah salah satu wilayah di Indonesia (baca: sejak era Hindia Belanda) yang menjadi bagian tidak terpisahkan dalam narasi Sejarah Menjadi Indonesia. Dalam konteks inilah kita berbicara Pahlawan Indonesia di wilayah Jambi. Lalu bagaimana sejarah Pahlawan Daerah bergelar Pahlawan Nasional asal wilayah Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (44): Societeit Tempo Doeloe di Jambi, Bermula di Lingkungan Eropa; Awal Organisasi Kebangsaan di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Setiap wilayah di Indonesia (baca: Hindia Belanda) memiliki pertumbuhan dan perkembangan sosial yang berbeda-beda. Demikian juga dalam hal kemunculan oraganisasi kebangsaan Indonesia di berbagaio daerah termasuk di Jambi. Pada masa itu organisasi sosial orang-orang Eropa/Belanda sudah jauh berkembang dan telah lama berlangsung. Para pemimpin pribumi dengan cepat belajar berorganisasi. Semuanya berawal di lingkungan Eropa/Belanda dimana orang Eropa/Belanda terdapat di seluruh Hindia Belanda terutama di kota-kota.


Dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi (1978/1979) khususnya Bab-3 pada Sub-bab A: Pengaruh Politik Kolonia/ Belanda dan disentralisasi di daerah daerah berisi pelaksanaan politik pemerintah kolonial Belanda di daerah Jarnbi yang mempengaruhi pelaksanaan pernerin tahan di daerah, termasuk politik etis dan politik kolonial Belanda yang lama. Di segi desentralisasi dikemukakan pula tata pemerintahan daerah; Sub-bab B : Kegiatan Masyarakat yang relevan dengan ataupun yang merupakan embrio dari proses Kebangkitan Nasional di daerah Jambi, yang rnemuat akibat pelaksanaan politik kolonial Belanda di daerah Jambi dalam bidang pendidikan dan kebudayaan yang menimbulkan kegiatan masyarakat akan kesadaran berorganisasi, dan menjadi dasar tumbuhnya organisasi politik di daerah; Sub-bab C : Jnteraksi di daerah dengan kegiatan partai/organisasi, antara lain : 1. Po/itik, terutama politik pemerintah Hindia Belanda di Jambi dan interaksi dengan serikat Islam; 2. Sosial, organisasi sosial yang ada di daerah Jambi; Sub-bab D: Keadaan di daerah Jambi sekitar Perang Dunia I (1914 - 1918), memuat keadaan di daerah Jambi, dan Perang Serikat Abang di Jambi; Sub-bab E: Perjuangan di daerah, berisi materi yang membahas sikap masyarakat terhadap asas non koperasi dan koperasi terhadap pemerintah Hindia Belanda, dan akibatnya terhadap tata kehidupan masyarakat. Kemudian Interaksi dengan sumpah pemuda, serta tanggapan pemuda di daerah Jambi terhadap peristiwa selanjutnya.

Lantas bagaimana sejarah societeit di Jambi tempo doeloe, bermula di lingkungan Eropa? Seperti yang disebut di atas, organisasi kebangsaan adalah perahu yang membawa perubahan di antarea penduduk pribumi. Organisasi kebangsaan pribumi dan permulaan organisasi sosial (societeit) di lingkungan Eropa. Lalu bagaimana sejarah societeit di Jambi tempo doeloe, bermula di lingkungan Eropa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 17 September 2022

Sejarah Jambi (43): Air Bersih dan Krisis Air Bersih Masa ke Masa Jambi; Reservoir Air Bersih hingga Era PDAM Tirta Mayang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Implikasi permasalahan kesehatan warga di Jambi menyebabkan munculnya kebutuhan air bersih dengan cara membangun instalasi tali air bersih (drinkwaterleiding). Dalam hubungan ini kota Jambi belum menjadi Kota (gemeente). Di dalam Kota/Gemeente) perencanaan kota (tata kota) termasuk pembangunan dan pengemban air besih dilakukan melalui mekanisme dewan kota (gemeenteraad). Kota-kota yang belum menjadi gemeente, biasanya atas inisiatif Residen/Asisten Residen dibentuk Dana Kota, suatu komite yang didirikan untuk menggalang dana swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan kota. Dana Kota pertama dimulai di kota Medan tahun 1896 (sementara kota Medan ditingkatkan statusnya menjadi gemeente baru tahun 1918). Bagaimana dengan di kota Jambi, dalam hal ini khususnya terkait soal air bersih?


Kota Jambi dibentuk sebagai pemerintah daerah otonom kotamadya berdasarkan ketetapan Gubernur Sumatra nomor 103/1946, tanggal 17 Mei 1946. Kemudian ditingkatkan menjadi kota besar berdasarkan Undang-undang nomor 9 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah provinsi Sumatra Tengah. Kemudian kota Jambi resmi menjadi ibukota provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari 1957 berdasarkan Undang-undang nomor 61 tahun 1958. Dalam sejarahnya, kota pertama di Indonesia (sejak era Hindia Belanda) adalah Jakarta (baca: Batavia) yang ditingkatkan statusnya menjadi kota (gemeente) pada tahun 1901. Lalu kemudian menyusul kota (gemeente) Soerabaja tahun 1904 dan kemudian kota-kota yang ditingkat menjadi status kota tahun 1906 adalah Bandoeng, Semarang dan Palembang. Kota Palembang menjadi gemeente berdasarkan keputusan/beslit tanggal 1 April 1906 (Staatblad 1906 No 126). Kota Medan menjadi gemeente pada tahun 1918.

Lantas bagaimana sejarah air bersih dan krisis air bersih masa ke masa di kota Jambi? Seperti yang disebut di atas, kota Jambi belum menjadi Kota (gemeente) selama era Pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal ini pembangunan instalasi air bersih di kota Jambi tidak dilakukan melalui gemeenterraad. Satu fase dalam pengembangan air bersih di kota Jambi bermula pada pembangunan reservoir air bersih hingga era PDAM Tirta Mayang. Lalu bagaimana sejarah air bersih dan krisis air bersih masa ke masa di kota Jambi?. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (42): Jalan Raya di Wilayah Jambi, Lintas Sumatra Ruas Wilayah Jambi; Pelayaran Sungai hingga Perjalanan Darat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Jalan raya (jalan darat) adalah era baru di wilayah Jambi. Berbeda dengan wilayah di pegunungan, di wilayah Jambi yang lebih rendah di daerah aliran sungai, terutama sungai Batanghari, moda tansportasi sejak zaman kuno adalah pelayaran laur/sungai. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, pembanguna jalan raya dimulai dan terus dikembangkan hingga terbentuk jaringan moda transportasi darat yang utama sekarang.


KOMPAS.com - Jalan lintas Sumatera yang menghubungkan seluruh kota adalah warisan Belanda. Semua bertumpu pada ruas jalan Jambi-Muaratembesi. Tujuan utama membuat jalan, Belanda yang saat itu menjajah ingin memenangkan persaingan ladang minyak Jambi dengan Amerika Serikat (AS) setelah Perang Dunia I. Lalu, Belanda hendak menciptakan kebiasaan baru, transportasi darat yang 'mematikan' aktivitas sungai dan laut warga sekitar. Setelah semua jalan rampung, Jambi terhubung dengan kota-kota besar di Sumatera. Jalanan pada 1920an penuh sesak mobil. Terbilang 1.500 mobil kala itu. "Belanda membangun 16 ruas jalan di Jambi. Yang pertama itu Jambi-Muarotembesi," kata Peneliti Sejarah Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri, Dedi Arman, kepada Kompas.com, Sabtu (18/7/2020). Jalan ini menghubungkan pelabuhan Boom Batu dan kantor Keresidenan Jambi dengan distrik Muarotembesi; daerah berkumpulnya rempah, emas dan karet. Mengapa jalan ini pertama dibangun? "Sebagai tanda pergeseran dari transportasi sungai menuju darat. Kemudian untuk menghubungkan jalan lintas timur dan barat Sumatera," kata Arman. Peningkatan ruas jalan berarti peningkatan jumlah mobil. Pada tahun 1920an semakin banyak mobil di Sumatera termasuk Jambi. "Ada 1.500 buah mobil di Sumatera. Transportasi darat semakin diminati. Tahun 1930an semakin banyak daerah yang bisa dilewati mobil," kata Arman menjelaskan. Apalagi dengan boom karet atau puncak keemasan harga karet sambung Arman banyak orang Jambi hidup mewah dan mampu membeli mobil. Tahun 1937 saat harga karet booming, pemilik kebun karet Jambi hidup mewah. Ada kisah orang Jambi yang dengan enteng membeli mobil seharga 600 gulden tunai.   Padahal saat itu kapal KPM dari Tanjungperiok mau berangkat ke Jambi, harganya 600 gulden dan itu dianggap sangat murah dan dibeli tanpa ditawar.

Lantas bagaimana sejarah jalan raya di wilayah Jambi, lintas Sumatra ruas wilayah Jambi? Seperti yang disebut di atas, Pembangunan jalan raya dimulai pada era Hindia Belanda, yang dirancang sedemikian rupa sehingga membentuk jaringan jalan raua utara di Sumatra. Era pelayaran sungai bergeser menjadi era perjalanan darat.  Lalu bagaimana sejarah jalan raya di wilayah Jambi, lintas Sumatra ruas wilayah Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 16 September 2022

Sejarah Jambi (41): Industri Manufaktur di Jambi; Berawal dari Suatu Pameran Produk Buatan Penduduk Jambi Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Jambi di wilayah daerah aliran sungai Batahari sejak dahulu sudah dikenal sebagai pusat perdagangan. Lalu lintas perdagangan berada di daerah aliran sungai Batanghari dari wilayah hilir pesisir laut hingga hulu di pedalaman. Wilayah dimana kota Jambi menjadi pusat perdagangan yang penting. Namun selama ini perdagangan lebib pada produk komoditi (tambang, perhutanan dan perikanan sungai). Bagaimana perdagangan barang produk industri manufaktur kurang terinformasikan.


Batik Jambi adalah batik yang berasal dari Jambi sudah ada sejak zaman Kesultanan Melayu Jambi, pada masa kesultanan tersebut ciri khas batik Jambi adalah warna merah, dan motif utamanya adalah flora dan fauna. Pada masa dahulu batik telah digunakan dan dipakai oleh kaum bangsawan dan Raja Melayu Jambi sebagai pakaian adat. Motifnya pun masih sangat terbatas, bercorak ukiran seperti yang ada pada rumah adat Jambi. Namun seiring berjalannya waktu, semakin banyak rakyat biasa yang menggunakan batik dan motif yang tadinya terbatas untuk kalangan istana pun sudah boleh dipakai oleh masyarakat di luar istana. Hal itu membuat batik Jambi beserta motifnya semakin berkembang dan hingga kini menjadi industri rumah tangga. Motif batik Jambi terinspirasi dari lingkungan sekitar Jambi, seperti tanaman dan hewan. Motif batik Jambi yang terkenal antara lain Durian Pecah, Batanghari, Angso Duo Bersayap, Kapal Sanggat, Kuau Berhias, Tampuk Manggis dan lain-lain. Pewarnaannya pun pada pada awalnya masih menggunakan bahan-bahan alami yang diambil dari tumbuh-tumbuhan di hutan sekitar Jambi. Kayu sepang menghasilkan warna kuning kemerahan, kayu ramelang menghasilkan warna merah kecokelatan, kayu lambato menghasilkan warna kuning, dan kayu nilo menghasilkan warna biru. Produksi batik Jambi terpusat di Desa Jambi Seberang, tempat tinggal para warga asli Jambi. Di tempat ini, terdapat sanggar batik yang berfungsi sebagai pusat pengrajin batik Jambi. Produksinya terdiri dari dua jenis, yaitu batik tulis dan batik cap. Kain yang digunakan biasanya berbahan sutra dan katun (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah industri manufaktur di Jambi? Seperti yang disebut di atas, batik adalah salah satu produk manufaktur di wilayah Jambi, bahkan sejak masa lampau. Bagaimana produk industry manufaktur lainnya di9 wilayah Jambi? Satu yang jelas sejarahnya berawal dari suatu pameran produk buatan penduduk pada era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah industri manufaktur di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (40): Area Gambut di Daerah Aliran Sungai Batanghari; Geomorfologi dan Mangapa Ada Gambut di Sarolangun?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Wilayah Indonesia pada masa kini, terbilang wilayah yang memiliki lahan gambut yang luas. Kawasan gambut yang sangat luas terdapat di pantai timur Sumata (bagian tengahj dan selatan), pantai barat dan pantai selatan Kalimantan serta pantai selatan Papua. Namun uniknya lahan gambut juga ditemukan di pedalaman Sumatra, Kalimantan dan Papua. Lahan gambut di pedalaman di Sumatra ditemukan di wilayah (kabupaten) Sarolangun. Mengapa bisa? Bukankah pantai jauh di pantai timur?


Adanya area gambut di pedalaman adalah suatu yang khas. Tanah gambut biasanya dihubungkan dengan pembentukan tanah baru di muara-muara sungai dengan kandungan garam yang lebih tinggi relatif terhadap tanah-tanah vulkanik dan alluvial. Tanah gambut dapat ditanimi tetapi kurang subur, namun dapat ditingkatkan dengan metode tertetu. Tanah gambut sendiri adalah fosil dan pelapukan/pembusukan bahasa fosil seperti sampah vegetasi. Proses pembusukannnya relatif tidak sempurna jika dibandingkan dengan batubara. Batubara dapat menjadi sumber bahan bakar yang baik, terutama untuk kapal-kapal uap tempo doeloe. Sedangkan gambut dalam kondisi kering dapat terbakar, dan sulit dipadamkan karena baranya dapat mencapai kedalaman tertentu.

Lantas bagaimana sejarah gambut dan batubara di Jambi? Seperti yang disebut di atas, lahan gambut yang cenderung mengandung garam sangat luas di pantai timur Sumatra termasuk di wilayah Jambi. Secara geomorfologi daerah aliran sungai Batanghari, mangapa ada lahan gambut di wilayah Sarolangun? Lalu bagaimana sejarah gambut dan batubara di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 15 September 2022

Sejarah Jambi (39): Bandara di Jambi, Sejak Era Hindia Belanda hingga Kini; Mengapa Dipilih di Pal Merah Bukan di Pal Empat?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Lapangan terbang di Jambi pada masa ini semakin penting fungsinya. Berbeda dengan masa lalu dimana fungsi pelabuhan yang menjadi sangat penting. Rintisan lapangan terbang dimulai pada era Hindia Belanda tidak untuk kebutuhan komersial, tetapi fungsi yang lain. Kini, lapngan terbang tersebut telah ditingkatkan menjadi bandara komersil.


Bandar Udara Sultan Thaha Syaifuddin adalah sebuah bandar udara yang terletak di Kota Jambi. Bandara ini mulai bulan April 2007 dikelola oleh PT Angkasa Pura II, yang sebelumnya dikelola oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jambi. Nama bandara ini diambil dari nama Sultan Thaha Syaifuddin, seorang pahlawan Nasional Indonesia dari Jambi. Bandara ini dibangun pada masa penjajahan dengan nama Lapangan Terbang Paalmerah. Bandara Sultan Thaha 2011 ditingkatkan kemampuannya untuk melayani penumpang pesawat yang terus meningkat serta peningkatan panjang dan lebar landasan (Panjang dan lebar saat ini 2.220 meter dan 30 meter dan akan ditambah menjadi 2.600 meter dan 45 meter).  Terminal baru Bandara Sultan Thaha dibuka pada tanggal 27 Desember 2015 dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 21 Juli 2016. Panjang landasan pacu saat ini adalah 2602 x 45 m (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bandara di Jambi, sejak era Hindia Belanda hingga kini? Seperti yang disebut di atas, bandara Jambi terletak di Pal Merah, tidak jauh dari Pal Empat. Lalu bagaimana sejarah bandara di Jambi, sejak era Hindia Belanda hingga kini? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.