Sabtu, 17 September 2022

Sejarah Jambi (43): Air Bersih dan Krisis Air Bersih Masa ke Masa Jambi; Reservoir Air Bersih hingga Era PDAM Tirta Mayang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Implikasi permasalahan kesehatan warga di Jambi menyebabkan munculnya kebutuhan air bersih dengan cara membangun instalasi tali air bersih (drinkwaterleiding). Dalam hubungan ini kota Jambi belum menjadi Kota (gemeente). Di dalam Kota/Gemeente) perencanaan kota (tata kota) termasuk pembangunan dan pengemban air besih dilakukan melalui mekanisme dewan kota (gemeenteraad). Kota-kota yang belum menjadi gemeente, biasanya atas inisiatif Residen/Asisten Residen dibentuk Dana Kota, suatu komite yang didirikan untuk menggalang dana swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan kota. Dana Kota pertama dimulai di kota Medan tahun 1896 (sementara kota Medan ditingkatkan statusnya menjadi gemeente baru tahun 1918). Bagaimana dengan di kota Jambi, dalam hal ini khususnya terkait soal air bersih?


Kota Jambi dibentuk sebagai pemerintah daerah otonom kotamadya berdasarkan ketetapan Gubernur Sumatra nomor 103/1946, tanggal 17 Mei 1946. Kemudian ditingkatkan menjadi kota besar berdasarkan Undang-undang nomor 9 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah provinsi Sumatra Tengah. Kemudian kota Jambi resmi menjadi ibukota provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari 1957 berdasarkan Undang-undang nomor 61 tahun 1958. Dalam sejarahnya, kota pertama di Indonesia (sejak era Hindia Belanda) adalah Jakarta (baca: Batavia) yang ditingkatkan statusnya menjadi kota (gemeente) pada tahun 1901. Lalu kemudian menyusul kota (gemeente) Soerabaja tahun 1904 dan kemudian kota-kota yang ditingkat menjadi status kota tahun 1906 adalah Bandoeng, Semarang dan Palembang. Kota Palembang menjadi gemeente berdasarkan keputusan/beslit tanggal 1 April 1906 (Staatblad 1906 No 126). Kota Medan menjadi gemeente pada tahun 1918.

Lantas bagaimana sejarah air bersih dan krisis air bersih masa ke masa di kota Jambi? Seperti yang disebut di atas, kota Jambi belum menjadi Kota (gemeente) selama era Pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal ini pembangunan instalasi air bersih di kota Jambi tidak dilakukan melalui gemeenterraad. Satu fase dalam pengembangan air bersih di kota Jambi bermula pada pembangunan reservoir air bersih hingga era PDAM Tirta Mayang. Lalu bagaimana sejarah air bersih dan krisis air bersih masa ke masa di kota Jambi?. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Air Bersih dan Krisis Air Bersih Masa ke Masa di Jambi; Reservoir Air Bersih hingga Era PDAM Tirta Mayang

Pada awal pembentukan cabang-cabang Pemerintah Hindia Belanda, secara khusus di ibu kota (hoofdplaats), persoalan tata ruang kota (perencanaan kota) menjadi salah satu prioritas. Hal ini karena ibu kota (Resisidenti, Afdeeling/onderafdeeling) telah dijadikan sebagai pusat pemerintahan, yang dengan sendirinya terbentuk pusat perdagangan, dan pusat orang-orang Eropa. Satu yang pertama terbentuk dengan cepat adalah jaringan jalan kota, karena terkait dengan pengembangan wilayah kota yang menghubungkan satu area dengan area lain di dalanm kota. Setelah itu adalah soal kesehatan masyarakat dan lingkungan dan pembangunan sekolah. Kelanjutan kesehatan dan lingkungan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat tidak hanya pengadaan fasilitas kesehatan dan dokter juga berimplikasi pada kebutuhan air bersih.


Kota Jambi, secara teknis baru dimulai pasca ditiadakannnya otoritas Sultan (Djambi) dan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Jambi pada tahun 1905 (wilayah Jambi dipisahkan dari residentie Palembang dengan membentuk residentie barua Residentie Djambi dengan ibukota di kota Djambi; pusat Eropa bergeser dari Moeara Kompeh ke kota Djambi). Properti pemerintah yang sudah ada adalah garnisun militer dan bangunan-bangunan dengan kantor dan perumahan pejabat sipil (Residen dan bawahannya) dan perumahan para perwira. Para swasta yang awalnya di Moeara Kompeh dan Palembang mulai secara perlahan bergeser ke kota Djambi.Sementara itu anggaran pemerintah (Residentie) meliputi seluruh provinsi/residentie yang terbagi ke dalam berbagai pos pengeluaran. Untuk pembangunan kota, pos yang ada umumnya yang terkait dengan fasilitas elementer, kantor dan Gedung pemerintah, pembangunan pelabuhan dan pembangunan jalan dan jembatan kota dan juga fasilitas telekomunikasi (masih telegraf). Kota Djambi mulai menunjukkan bentuknya. Kota-kota yang terbilang awal di pulau Sumatra jumlahnya hanya sedikit. Pada tahun 1880 di pulau Sumatra baru terbentuk tiga kota besar: Padang, Palembang dan Padang Sidempoean. Seperti halnya kota Djambi pada tahun 1905, kota Medan baru mulai terbentuk pada tahun 1876. Kota yang juga terbilang lebih awal seperti Bengkoelen, Fort de Kock dan Tandjoeng Pinang dan Telok Betoeng, namun dalam perkembangannya berjalan sangat lambat. Pada tahun 1880 ibu kota Residentie Tapanoeli direlokasi dari Sibolga ke Padang Sidempoean karena fasilitasnya yang lebih lengkap (namun hanya berlangsung selama lima tahun sebagai ibu kota dan Kembali relokasi ke Sibolga). Bahkan pada tahun 1880 Kota Padang Sidempoean sudah terbilang kota kedua terbesar di Sumatra setelah Padang, karena sudah memiliki fasilitas lengkap, jalan-jalan kota, Gedung pemerintahan, empat sekolah pemerintah dan bahkan terdapat satu sekolah guru (kweekschool). Dalam hal ini pembangunan kota Djambi di pulau Sumatra terbilang yang terakhir (Bersama dengan Kota Radja/Banda Atjeh).

Dalam pembangunan awal suatu kota, anggaran pemerintah cukup dominan. Namun seiring dengan waktu alokasinya relative menurun karena kebutuhan yang meningkat di luar kota. Seiring dengan pertumbuhan kota dan semakin banyaknya orang Eropa dan kota menjadi pusat perdagangan yang penting maka kebutuhan sekunder kota, yang awalnya diiinisiasi pemerintah kemudian muncul partisipasi warga/para pengusaha. Hal ini karena kota belum menjadi suatu Kota (Gemeente, suatu kota otonom) karenanya tidak memiliki anggaran sendiri (dan hanya termasuk dalam anggaran daerah. Inisiatif penggalangan dana pembangunan kota (non pemerintah ini) awalnya bermula di kota Medan pada tahun 1896 dengan dibentuknya Gemeente Fonds. Konsep inilah yang kemudian terbentuk di kota Djambi.


Gemeente Fonds di Medan adalah suatu komite penggalangan dana yang anggotanya para pengusaha baik orang Eropa maupun non Eropa, termasuk Sultan Deli. Para pengusaha Eropa antara lain yang memilikin cabang dan pusat di kota Medan, seprti perusahaan perkebunan dan perusahaan perdagangan. Dua pengusaha Cina terkenal di Medan adalah Tjong Jong Hian dan Tjong A Fie. Mereka inilah yang tergabung dalam Gemeente Forns melakukan sharing en caring di dalam pengembangan kota. Pemerintah sendiri hanya berdungsi sebagai pengaruh dan pembuat kebijakan (hingga terbentuknya drawn kota/gemeenteraad). Pada saat kota Medan menjadi gemeente pada tahun 1906, kota sendiri sudah memiliki bentuk kota yang sebenarnya. Anggaran sendiri pada Gemeente baru menjadi mengalami percepatan dalam pengembangan kota. Ini berbeda dengan kota Djambi, dimana sudah dibentuk Gemeente Fonds tetapi statusnya tidak pernah menjadi gemeente.

Gemeente Fonds di kota Djambi awalnya nyaris tidak menemui hambatan dalam turut serta berpartisipasi dalam pembangunan kota. Boleh jadi karena kebutuhan anggaran masih dapat ditangani seperti pembangunan jalan dan jembatan serta taman-taman kota. Persoalan drainase kota juga membutuhkan anggara baru yang segera harus ditangani (jika tidak ingin terbebas dari banjir di musim hujan). Untuk kebutuhan sekunder seperti elektrik biasanya menjadi konsesi bagi swasta baru. Salah satu kebutuhan sekunder yang harus direalisasikan di kota Jambi adalah soal air bersih, karena kerap terjadi wabah disentri. Persoalan inilah yang kemudian menjadi penyebab munculnya gagasan dari gemeente fonds untuk membangun falitas air bersih (drink-waterleiding) tahun 1926.


Di Medan pada tahun 1911 saat mana Gemeenteraad mengusulkan pembangunan fasilitas air bersih, mulai dilakukan dengan pembangunan water leiden dengan membangun tali air (pipa) dari bak penampungan di area Sibolangit yang dialirkan ke kota Medan. Awalnya berjalan baik, namun kapasitasnya kemudian tidak dapat memenuhi kebutuhan kota yang terus meningkat, apalagi bak penambungan di pegunungan ada kalanya jebol. Lalu untuk mengatasinya muncul swasta baru dengan nama NV Aer Beresih. Perusahaan swasta menolong persoalan kebutuhan kota. Lalu bagaimana dengan di Djambi? Yang jelas tidak memiliki sumber air bersih (mata air) yang cukup dekat di pegunungan (bayangkan Batavia sendiri harus menarik pipa air dari gunung Salk di Buitenzorg). Gemeente Fond Djambi mulai melihat kesulitannya. Lalu bagaimana cara mengatasinya? Sebab kebutuhan air besih sudah sangat mendesak. Persoalan kota Palembang juga mirip kota Djambi, tetapi kota Padang dapat dengan mudah menarik pipa dari sumber air bersih di pegunungan. Peta 1938

Kota Jambi sendiri memiliki kelebihan air, Sungai Batanghari sangat mendukung moda transportasi perdagangan pelayaran sungai, tetapi kota Jambi sangat langka untuk kebutuhan sumber air bersih. Penggunaan teknologi pengolahan air tidak muara, membangun fasilitasnya membutuhkan dana besar, lebih-lebih harus menggunan tower distribusi (reservoir).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Reservoir Air Bersih hingga Era PDAM Tirta Mayang; Mengapa Begitu Penting di Kota Jambi?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar