Jumat, 03 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (271): Pahlawan Indonesia Assaat; Presiden RIS Soekarno di Djakarta, Presiden RI Assaat di Jogjakarta

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada satu masa dimana dua Republiken sama-sama menjabat Presiden pada waktu yang sama. Ir Soekarno sebagai Presiden RIS (Republik Indonesia Serikat) dan Mr Assaat sebagai Presiden RI (Republik Indonesia). Mengapa bisa begitu? Nah, itu dia. Orang Indonesia saat itu terbelah. Sebagian pemimpin Indonesia ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia dan sebagian yang lain tetap ingin Republik Indonesia eksis. Semua itu karena pecah belah Belanda (NICA). Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta sempat sebentar ‘mengingkari’ Republik Indonesia dan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS. Para Republiken sejati di Jogjakarta ogah bersentuhan dengan negara-negara federal (yang memisahkan diri dari Republik Indonesia). Oleh karena itu untu tetap mempertahankan eksistensi Republik Indonesia di Djogjakarta dibentuk pemerintahan Republik Indonesia (RI) yang mana Presidennya Mr Assaat, Perdana Menteri Dr Abdoel Halim dan Wakil Perdana Menteri Abdoek Hakim Harahap.

Assaat gelar Datuk Mudo (18 September 1904 – 16 Juni 1976) adalah seorang politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta. Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Indonesia. Assaat menikah dengan Roesiah dari Sungai Puar, Agam di Rumah Gadang Kapalo Koto pada tanggal 12 Juni 1949. Dari pernikahan ini ia dikaruniai dua orang putra dan seorang putri. Assaat belajar di Perguruan Adabiah dan MULO Padang, selanjutnya ke School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) Batavia. Merasa tidak cocok menjadi seorang dokter, dia keluar dari STOVIA dan melanjutkan ke AMS. Dari AMS, Assaat melanjutkan studinya ke Rechtshoogeschool te Batavia. Ketika menjadi mahasiswa RHS, ia memulai berkecimpung dalam gerakan kebangsaan, dalam gerakan pemuda dan politik. Saat itu Assaat giat dalam organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond. Karier politiknya makin menanjak dan berhasil menjadi Pengurus Besar Perhimpunan Pemuda Indonesia. Ketika Perhimpunan Pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia Muda ia terpilih menjadi Bendahara Komisaris Besar Indonesia Muda. Dalam kedudukannya sebagai mahasiswa, Assaat masuk ke kancah politik dengan bergabung dalam Partai Indonesia atau Partindo. Dalam partai ini, Assaat bergabung dengan pemimpin Partindo, seperti Adenan Kapau Gani, Adam Malik, Amir Sjarifoeddin dan beberapa tokoh lainnya. Kegiatannya di bidang politik pergerakan kebangsaan, diketahui oleh pengajar dan pihak Belanda, sehingga dia tidak diluluskan walau sudah beberapa kali mengikuti ujian akhir. Tersinggung atas perlakuan itu, dia memutuskan meninggalkan Indonesia pergi ke Belanda. Di Belanda dia memperoleh gelar Meester in de Rechten (Mr) atau Sarjana Hukum. Sebagai seorang non-kooperator terhadap penjajah Belanda, sekembalinya ke tanah air pada tahun 1939 Assaat berpraktik sebagai advokat hingga masuknya Jepang pada tahun 1942. Di zaman Jepang ia diangkat sebagai Camat Gambir, kemudian Wedana Mangga Besar di Jakarta (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Mr Assaat? Seperti disebut di atas, Mr Assaat adalah Presiden Republik Indonesia pada saat yang sama Ir Soekarno sebagai Presiden RIS (Republik Indonesia). Memang ada bedanya? Nah, itu dia. Lalu bagaimana sejarah Mr Assaat? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (270): Pahlawan-Pahlawan di Seluruh Negeri; Orang-Orang Indonesia Terkemuka di Era Hindia Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era Pemerintah Hindia Belanda tidak belumlah ada presiden dan menteri. Semua pemimpin tertinggi dalam Pemerintah Hindia Belanda dijabat oleh orang-orang Belanda. Kedudukan tertinggi yang dapat dicapai oleh orang pribumi adalah anggota dewan pusat (Volksraad) karena terbilang anggota Volksraad adalah penerima gaji tertinggi. Jabatan tinggi lainnya yang dapat dicapai orang pribumi adalah pangkat majoor (militer), kepala sekolah (sekolah guru). Disamping itu ada beberapa pengecualian satu dua orang sebagai dekan fakultas dan wakil wali kota (locoburgemeester).

Pada era pendudukan militer Jepang (1942-1945) pernah didata orang-orang Indonesia terkemuka di seluruh Indonesia. Hasil pendataan itu diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa’ (Gunseikanbu, 1944), Buku ini menjadi pedoman pemerintah dan juga didistribusikan kepada sejumlah lembaga dan orang penting. Dalam buku ini disarikan riwayat orang terkemuka tersebut seperti nama dan gelar, tempat dan tangga;l lahir, pendidikan, jabatan yang pernah diduduki dan hasil karya utama yang dianggap penting. Buku ini menjadi sangat penting pada masa ini sebagai sumber data sekunder dalam penulisan sejarah Indonesia. Pada era Pemerintah Hindia Belanda buku semacam ini tidak pernah ada kecuali daftar alumni dan sebagainya. Namun demikian pada era Pemerintah Hindia Belanda setiap tahun terbit buku Almanak (Regering) yang berisi tentang struktur pemerintah dan nama-nama pejabat termasuk pejabat lokal (sejak kapan menjabat). Buku ini juga menjadi register yang baik yang dapat dijadikan sumber sekunder dalam penulisan sejarah Indonesia. Pada era VOC hal serupa ini tidak ditemukan, hanya tersedian dalam bentuk catatan harian (daghregister) di Kasteel Batavia yang juga dapat digunakan sebagai sumber sekunder dalam penulisan sejarah Indonesia.

Lantas bagaimana sejarah orang-orang Indonesia (baca: pribumi) terkemuka pada era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, sumbernya dapat dilacak pada berbagai media seperti surat kabar, majalah dan buku-buku register seperti Alamak (Regering) yang dapat dikombinakan dengan buku tentang orang-orang Indonesia terkemuka pada masa pendudukan militer Jepang. Lalu bagaimana sejarah orang-orang terkemuka Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.