Jumat, 20 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (602): Pahlawan Indonesia-Lembaga Pengetahuan di Batavia; Radermacher hingga Guru Willem Iskander

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada masa kini lembaga ilmu pengetahuan di Jakarta yang dikenal dengan nama LIPI. Tempo doeloe pada era Hindia Belanda lembaga ilmu pengetahuan disebut dengan nama Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen yang didirikan tahun 1778 atas inisiatif Radermacher. Pada artikel ini difokuskan siapa saja para tokohnya dan siapa saja yang pernah menjadi anggotanya. Lalu apakah ada anggotanya yang pribumi? Ada antara lain Sati Nasoetion alias Willem Iskander.

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Belanda: "Ikatan Kesenian dan Ilmu Batavia") adalah sebuah lembaga kebudayaan yang didirikan di Batavia pada tahun 1778. Semenjak tahun 1910 lembaga ini dikenal dengan nama Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen ("Ikatan Kesenian dan Ilmu Kerajaan di Batavia"). Lembaga ini didirikan oleh Jacob Cornelis Matthieu Radermacher, seorang Naturalis asal Belanda pada tahun 1778. Setelah kemerdekaan Indonesia, pada 1950 lembaga ini diganti nama menjadi Lembaga Kebudajaan Indonesia namun pada 1962 lembaga ini diberhentikan dan koleksinya menjadi milik Museum Nasional. Lembaga ini adalah pelopor Museum Gajah dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang sekarang kedua-duanya berada di Jakarta. Seorang pejabat muda VOC—J.C.M Radermacher tertarik pada seni dan sains di Hindia. Radermacher mengusulkan pembentukan asosiasi di Batavia yang serupa dengan Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (HMW) di Haarlem. Awalnya, usulan ini tidak diterima dengan baik hingga tahun 1777 ketika dalam peringatan 25 tahun HMW ada niat untuk membuka cabang di koloni. Paguyuban tersebut merupakan perkumpulan ilmiah independen yang didirikan di Batavia. Pada tanggal 24 April 1778, sebuah perkumpulan didirikan di Batavia dengan nama Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen. Gubernur Jenderal dan pejabat tinggi VOC ditunjuk sebagai anggota dewan direksi dan tokoh-tokoh kunci masyarakat menjadi anggota asosiasi. Semboyannya adalah Ten Nutte van Het Gemeen (Untuk Kepentingan Umum). Tujuan utama adalah untuk menganalisis aspek budaya dan ilmiah Hindia Timur, termasuk masyarakat dan lingkungan alamnya, melalui memfasilitasi penelitian yang dilakukan oleh para ahli. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah lembaga pengetahuan di Batavia dan siapa saja tokoh dan para anggotanya? Seperti disebut di atas, lembaga pengetahuan Batavia ini adalah lembaga ilmu pengetahuan pertama di Indonesia yang didirikan pada era VOC. Lalu bagaimana sejarah sejarah lembaga pengetahuan di Batavia dan siapa saja tokoh dan para anggotanya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah Menjadi Indonesia (601): Pahlawan Indonesia – Penyelidikan Bahasa-Bahasa di Indonesia; Penulisan Sejak Hindia Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Penyelidikan bahasa-bahasa di Indonesia dimulai penulisan bahasa Melayu. Penyelidikan bahasa Melayu yang telah menjadi lingua franca sejak zaman lampau karena kebutuhan pelaut/pedagang yang berasal dari Eropa sejak era Portugis. Pada era Hindia Belanda, orang-orang Belanda mulai menyadari arti penting penyelidikan dan penulisan bahasa-bahasa lainnya di Indonesia. Tujuan utamanya beragam sesuai kebutuhasn para ahli etnografi, ahli linguistik, juga para misionaris dan sebagainya.

Indonesia memiliki 718 bahasa daerah dan bahasa Indonesia itu sendiri sebagai bahasa resmi nasional. Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 718 bahasa yang ada di Indonesia di bawah ini sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari dan mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa Indonesia. Berdasarkan data BPS di tahun 2015, maka hanya terdapat 14 bahasa daerah yang memiliki penutur di atas 1.000.000 jiwa atau sekitar 69.22% dari sekitar 252.200.000 jiwa total penduduk Indonesia. Adapun ke-14 bahasa daerah dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia tersebut adalah: Bahasa Aceh (3.500.000 jiwa penutur); Bahasa Bali (3.330.000); Bahasa Batak (7.045.000); Bahasa Betawi (5.000.000 ); Bahasa Bugis (5.000.000): Bahasa Gorontalo (1.000.000): Bahasa Jawa (84.300.000): Bahasa Lampung (1.834.000): Bahasa Madura (6.770.000); Bahasa Makassar (2.130.000): Bahasa Melayu (16.140.000): Bahasa Minangkabau (5.530.000): Bahasa Sasak (2.100.000); Bahasa Sunda (42.000.000 jiwa penutur). (Wikipedia)  

Lantas bagaimana sejarah penyelidikan bahasa-bahasa di Indonesia? Seperti disebut di atas, bahasa-bahasa di Indonesia sangat banyak dan tersebar di berbagai pulau. Ada yang jumlah penuturnya sangat banyak dan ada yang yang sangat sedikit bahkan mendekati kepunahan. Lalu bagaimana sejarah penyelidikan bahasa-bahasa di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..