Sabtu, 07 November 2020

Sejarah Kalimantan (64): Sejarah Lapangan Terbang Penerbangan Sipil di Kalimantan Bermula 1935; Diakuisi Pemerintah RI 1953

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Utara di blog ini Klik Disini 

Pada masa ini di pulau Kalimantan terdapat puluhan lapangan terbang (bandara). Namun itu semua bermula dari tiga: Tarakan, Balikpapan, Bandjarmasin. Pembangunan tiga lapangan terbang di pulau Borneo terkait dengan pengembangan jaringan penerbangan sipil internasional (Australia, Hindia Belanda, Filipina, Jepang dan China). Sebelumnya sudah berkembang penerbangan sipil di Jawa, Sumatra, Bali dan Koepang. Rencana penerbangan sipil di pulau Borneo ini bersamaan dengan jalur penerbangan baru ke Makassar dan Aboina.

Lapangan terbang pertama di Indonesia dibangun untuk kebutuhan militer di Jawa. Lapangan terbang pertama dibangun di Kalidjati, Soebang pada tahun 1914. Lapangan terbang perintis ini mengalami perluasan pada tahun 1917 (lihat De Preanger-bode, 17-01-1917).  Pada tahun ini dibangun lapangan terbang di wilayah Bandoeng dan kemudian direlokasi ke Andir tahun 1921. Lalu kemudian lapangan terbang dibangun di Soerabaja dan Singaradja serta Moentok (Bangka). Jalur ini juga digunakan oleh orang Inggris dari Singapoera ke Australia via Java dan Bali. Pada tahun 1924 penerbangan langsung perdana dari Amsterdam ke Batavia dilakukan. Untuk keperluan ini lapangan terbang baru dibangun di Medan (di Polonia) dan di Batavia (Tjililitan). Sukses penerbangan antar benua inilah kemudian memicu pengembangan penerbangan sipil di Hindia Belanda.

Lantas bagaimana sejarah penerbangan dan sejarah kebandaraan di pulau Kalimantan?  Sebagaimana disebut di atas, dimulai karena adanya kebutuhan penerbangan sipil (komersil) yang dihubungkan dengan jaringan penerbangan internasional. Lalu bagaimana itu semua berawal. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Kalimantan (63): Sejarah Awal Infrastruktur Jalan di Kalimantan; Bermula Untuk Memperlancar Pergerakan Militer

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Timur di blog ini Klik Disini

Sejak masa lampau, di pulau Borneo, transpoertasi air (terutama sungai) adalah segalanya. Banyak rawa dan hutan yang menghalangi terbentuknya pembangunan jalan darat. Oleh karena itu, tempat-tempat yang terbentuk di pulau Borneo umumnya di pantai atau di daerah aliran sungai. Namun lalu lintas sungai bukanlah jaringan jalan raya. Lalu untuk menghubungkan tempat di sungai yang berbeda menjadi permasalahan. Persoalan ini mulai mengemuka pada era Pemerintah Hindia Belanda.

Berbeda dengan di pulau Jawa dan pulau Sumatra yang sudah terbentuk jalan darat sejak jaman kuno, di pulau Borneo justru baru terbentuk pada awal perang ketika terjadi Perang Banjar (1859). Di pulau Sumatra dan pulau Jawa, jalan-jalan tradisi (jalan kuno) ini dimanfaarkan militer untuk melakukan pergerakan dan manuvers. Jalan yang dibangun oleh Daendels di Jawa (1809-1811) sesungguhnya mengembangkan jalan yang sudah terbentuk sejak lama (jalan kuno). Bagi Daendels itu lebih murah meski harus dengan jalan berlika-liku. Itulah sebabnya Daendel membangun jalan lewat pedalaman dan tidak menarik garis lurus dari Batavia ke Cirebon (tidak ada jalan kuno dan banyak sungai lebar).

Bagaimana sejarah pembangunan infrastruktur jalan di pulau Kalimantan? Sudah barang tentu kurang terinformasikan dan tidak menarik bagi para sejarawan. Lantas apa pentingnya sejarah pembangunan jalan di Kalimantan? Pembangunan trans-Kalimantan (seperti halnya tempo doeloe Trans-Java) menjadi penting masa kini di Kalimantan, lebih-lebih ibu kota RI telah ditetapkan di pulau Kalimantan. Sejarah infrastruktur jalan tempo doeloe adalah kesinambungan pebangunan infrastruktut jalan dan jembatan pada masa ini. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.