Tampilkan postingan dengan label Sejarah Lampung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Lampung. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 November 2022

Sejarah Lampung (42): Pahlawan Indonesia di Lampung Masa ke Masa, Raden Intan II hingga Gele Harun; Jelang Hari Pahlawan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Beberapa hari lalu diumumkan pemerintah lima gelar Pahlawan Nasional. Diantara pahlawan Indonesia yang ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional tersebut adalah Dr dr HR Soeharto (Jawa Tengah), KGPAA Paku Alam VIII (Yogyakarta), H Salahuddin bin Talibuddin (Maluku Utura), dr R Rubini Natawisastra (Kalimantan Barat; sudah pernah dideskripsikan dalam blog ini) dan KH Ahmad Sanusi (Jawa Barat). Hingga saat ini dari (provinsi) Lampung baru satu pahlawan Indonesia yang bergelar Pahlawan Nasional. Yang kini tengah diusulkan adalah Mr Gele Harun Nasution, berperan dalam perang kemerdekaan Indonesia di Lampung dan menjadi Residen Lampung pertama (1950-1955).


Pahlawan Indonesia lainnya yang telah mendapat gelar Pahlawan Nasional dan dengan tambahan lima lagi maka secara keseluruhan pahalwan Indonesia yang telah bergelar Pahlawan Nasional sebanyak. Pahlawan Indonesia yang telah bergelar Pahlawan Nasional yang berasal dari daerah (provinsi) Lampung adalah Raden Inten II. HR Mohammad Mangundiprojo yang telah mendapat gelar Pahlawan Nasional, meski pernah menjadi Residen Lampung tetapi diusulkan melalui daerah (provinsi) Jawa Timur. Mohammad Mangoendiprojo, pahlawan Indonesia yang berpartisipasi dalam perjuangan Perang Soerabaya 1945. meninggal di Bandarlampung pada 13 Desember 1988. Mohammad Mangundiprojo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tanjungkarang Bandarlampung. Dalam hal ini, Mohammad Mangundiprojo, sebagai pahlawan Indonesia dan meski diusulkan Jawa Timur sebagai Pahlawan Nasional, juga tetap sebagai pahlawan Lampung. Karir pemerintahan Mohammad Mangundiprojo dimulai sebagai bupati Ponorogo (1951-1955) yang kemudian pernah sebagai pejabat Residen di Lampung.

Lantas bagaimana sejarah pahlawan Indonesia di Lampung dari masa ke masa? Satu yang jelas pahlawan Indonesia yang telah bergelar Pahlawan Nasional di Lampung adalah Taden Intan II. Lalu yang kini tengah diusulkan pahlawan Indonesia dengan gelar Pahlawan Nasional dari Lampung adalah Mr Gele Harun Nasution. Lalu bagaimana sejarah pahlawan Indonesia di Lampung dari masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 07 November 2022

Sejarah Lampung (41):Perang Kemerdekaan di Lampung,Sekali Merdeka Tetap Merdeka; Mengapa Belanda/NICA Ingin ke Lampung?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Perang kemerdekaaan Indonesia adalah perang melawan kehadiran kembali (Pemerintah Hindia Belanda) dengan nama NICA. Terjadi perlawanan di seluruh Indonesia dengan intensitas yang berbeda. Situasi dan kondisi, selama perang kemerdekaan Indonesia terjadi di Jawa dan Sumatra (termasuk Lampung). Sekali merdeka tetap merdeka.

 

Menilik Peran Penting Lada Lampung sebagai 'Amunisi' di Era Perang Kemerdekaan (SuaraLampung.id). Salah satu komoditas rempah diunggulkan dari Indonesia adalah lada. Daerah penghasil lada terbaik salah satunya di Lampung. Banyak dibudidayakan di daerah Way Sekampung, Way Semaka, Way Seputih dan Way Tulang Bawang. Lada Lampung membuat perebutan antara Banten dengan Palembang, begitupun saat VOC memonopoli perdagangan rempah juga berusaha untuk menarik Lampung sebagai wilayah taklukannya. Lada tetap menjadi penting di kala perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lada menjadi “amunisi” dalam menghadapi pasukan Belanda, biaya peperangan salah satunya adalah dari hasil penjualan lada. Pemerintah saat itu melakukan pinjaman kepada rakyat yang memiliki lada. Satu arsip mengenai pinjam meminjam lada dari rakyat Jabung, dengan jumlah 500 kg. Dalam arsip berbeda diterangkan terjadi peminjaman lada 2.500 Kg. Dalam buku Sejarah Revolusi Fisik di Provinsi Lampung disebutkan beberapa rakyat Jabung yang berjasa memberikan bantuan itu diantaranya Haji Abdul Majid. Peran penting rakyat sekaligus lada yang mereka miliki dalam menjaga kekuatan pasukan Indonesia. Komoditas lada Lampung bersama karet dan kopi, dijual hingga Singapura. Hasil penjualan lada, karet dan kopi itu kemudian dibelikan peralatan perang seperti pakaian perang, senjata, amunisi dan obat-obatan. Selepas Perundingan Renville, daerah Lampung bersama dengan Aceh dan Jambi merupakan daerah yang masih nihil pengaruh tentara Belanda dan dari tiga daerah ini, pemerintah berusaha mendapatkan dana guna menyokong perjuangan. Di Lampung dibentuk sebuah badan usaha yang bernama Usaha Lampung Trading Company dipimpin oleh Mayor Arief dibantu Letnan Muda Mukim. Melalui firma ini berhasil diselundupkan kopi, lada dan karet menggunakan kapal-kapal milik Tan Seng Beng ke Singapura. Keberadaan lada di Lampung saat itu bukan hanya sekedar komoditas perkebunan belaka.

Lantas bagaimana sejarah perang kemerdekaan di Lampung, sekali merdeka tetap merdeka? Seperti disebut di atas, situasi dan kondisi tersebut selama perang kemerdekaan Indonesia terjadi di Jawa dan Sumatra, termasuk di Lampung. Lalu bagaimana sejarah perang kemerdekaan di Lampung, sekali merdeka tetap merdeka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (40):Detik-Detik Berakhir Belanda di Lampung;Bagai Lagu Kegagalan Cinta, 'Kau yang Memulai Kau Mengakhiri'


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini

Kehadiran Belanda di nusantara (1595-1597) terbilang heroic yang dengan kekuatannya terus berkembang hingga menguasai hampir seluruh Hindia Timur (VOC). Namun kemudan terjadi kelesuan saat mana musuh semakin kuat sehingga terjadi perampasan kekuasan (pendudukan Inggris 1811-1816). Kembali berulang pada awal tahun 1940an hingga kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang (8 Maret 1942). Sangat tragis.


Laksamana Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infanteri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatra sebagai sumber minyak utama (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah detik-retik berakhir Belanda di Lampung? Seperti disebut di atas, berakhirnya Belanda di Lampung seiring dengan jatuhnya kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda ke tangan (pendudukan militer) Jepang. Apakah itu seperti lagu Kegagalan Cinta? Kau yang Memulai Kau yang Mengakhiri. Lalu bagaimana sejarah detik-retik berakhir Belanda di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 06 November 2022

Sejarah Lampung (39): Ir. Soekarno, 1838 Diasingkan ke Bengkoeloe; Perjalanan dari Ende Flores, Mengapa via Teloek Betoeng?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Banyak data sejarah tidak terungkap, banyak juga narasi sejarah tidak terinformasikan data sejarah. Ada yang mengangap satu hal tidak penting, tetapi sebaliknya ada yang tidak penting tetapi sebenarnya jika diinterpretasi dengan data lain menjadi sungguh penting. Itu sudah masuk ranah analisisi sejarah. Namun para peminat sejarah kurang memperhatikan relasi sejarah (antara satu data dengan data lain secara vertical juga antara satu dengan data lain secara horizontal. Padahal level tertinggi dalam analisis sejarah adalah ketersediaan data dan analisis relasi. Dalam hal inilah muncul pertanyaan: Mengapa perjalanan Ir Soekarno Ketika diasingkan dari Ende Flores ‘dipilih’ via Teloek Betoeng, Lampung.


Soekarno diasingkan ke Ende, Flores pada 14 Januari 1934. Ia diasingkan di sana selama empat tahun (1934-1938). Setelah itu, tahun 1938 (9 Mei) Soekarno diasingkan ke Bengkulu. Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu terletak di tengah Kota Bengkulu, tepatnya di jalan Sukarno Hatta Kelurahan Anggut Atas kecamatan Gading Cempaka. Awalnya, rumah tersebut adalah milik seorang pedagang Tionghoa yang bernama Lion Bwe Seng yang disewa oleh orang Belanda untuk menempatkan Soekarno selama diasingkan di Bengkulu. Soekarno menempati rumah itu pada 1938-1942. Di rumah ini terdapat barang-barang peninggalan Soekarno. Ada ranjang besi yang pernah dipakai Soekarno dan keluarganya, koleksi buku yang mayoritas berbahasa Belanda serta seragam grup tonil Monte Carlo asuhan Soekarno semasa di Bengkulu. Ada juga foto-foto Soekarno dan keluarganya yang menghiasi hampir seluruh ruangan dan yang tidak kalah menarik adalah sepeda tua yang dipakai Soekarno selama di Bengkulu (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Ir Soekarno diasingkan ke Bengkoeloe 1938? Seperti disebut di atas, mengapa diasingkan ke Bengkoeloe dan mengapa melalui Teloek Betoeng tidak terinformasikan. Satu yang jelas, saat dua orang agen intelijen Belanda membawa Ir Soekarno tiba di pelabuhan Teloek Betoeng, juga disambut Mr Gele Haroen. Gele Haroen, selama di Bengkoeloe kerap dikunjungi Mr Gele Haroen. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah Ir Soekarno diasingkan ke Bengkoeloe 1938? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (38): Mr Gele Haroen di Lampung; Ini Riwayat Sang Ayah Dokter di Lampung hingga Sang Anak Jadi Residen


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Siapa Gele Haroen di Lampung, tentu saja sudah dikenal secara luas. Gele Haroen lahir di Sibolga, belum setahun umumnya, sang ayah Haroen Al Rasjid Nasoetion meminta kepada pemerintah untuk pensiun dini, lalu hijrah ke Lempung di Telok Betoeng karena kekosongan dokter. Haroen Al Rasjid membuka klinik Kesehatan untuk penduduk di Teloek Betoeng, lalu di Tandjoeng Karang dan Way Lima. Gele Haroen, yang terbilang ‘anak Lampung’, setelah lulus sekolah dasar (ELS) di Teloek Betoeng melanjutkan sekolah menengah di AMS Bandoeng, lalu kemudian melanjutkan studi ke universitas di Belanda.


Mr. Gele Harun Nasution (6 Desember 1910 – 4 April 1973) adalah seorang hakim, pengacara, dan politikus Indonesia. Ia adalah Residen Lampung dari tahun 1950 hingga 1955. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Daerah Lampung pada 10 November 2015. Gele Harun lahir di Sibolga, 6 Desember 1910. Meski berdarah Batak, Gele Harun sudah tidak asing lagi dengan Lampung sebab ayahnya, Harun Al-Rasyid Nasution yang merupakan seorang dokter sejak dahulu, telah menetap dan memiliki tanah. Gele Harun belajar hukum di Leiden, Belanda. Tahun 1938 kembali ke tanah air dengan membawa gelar Mr. atau meester in de rechten, membuka kantor advokat pertama di Lampung. Pada tahun 1945, ia memulai perjuangannya dari Angkatan Pemuda Indonesia (API) dengan menjadi ketuanya. Tetapi aktivitas itu terhenti saat ia ditugaskan menjadi hakim di Mahkamah Militer Palembang, Sumatra Selatan tahun 1947 dengan pangkat letnan kolonel (tituler). Gele Harun memutuskan kembali ke Lampung dan bergabung kembali dengan API hingga ikut mengangkat senjata saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Pada 5 Januari 1949, Gele Harun diangkat sebagai acting Residen Lampung. Pada 18 Januari 1949, Gele Harun memindahkan keresidenan dari Pringsewu ke Talangpadang. Serangan Belanda yang begitu bertubi-tubi, membuat Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan darurat ke pegunungan Bukit Barisan di Desa Pulau Panggung, dan terakhir hingga ke Sumber Jaya, Lampung Barat. Saat berjuang di Waytenong, seorang putrinya, Herlinawati, yang berusia delapan bulan meninggal dunia. Jasadnya dimakamkan di sebuah desa di tengah hutan. Gele Harun dan pasukannya keluar dari hutan Waytenong setelah gencatan senjata antara Indonesia-Belanda pada 15 Agustus 1949. Gele Harun dan pasukannya baru kembali ke Tanjungkarang setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949. Lalu ia diangkat kembali menjadi Residen Lampung yang "definitif" pada tanggal 1 Januari 1950 hingga 7 Oktober 1955 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Mr Gele Haroen di Lampung? Seperti disebut di atas, sebagai anak Lampung mengawali karir sebagai advokat di Lampung sepulang studi dari Belanda. Semua itu bermula dari riwayat Sang Ayah seorang dokter di Lampung hingga kemudian Sang Anak, Gele Haroen menjadi Residen di Lampung. Lalu bagaimana sejarah Mr Gele Haroen di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 05 November 2022

Sejarah Lampung (37): Lapangan Terbang di Lampung; Pembangunan Lapangan Terbang Branti 1952 dan Ir. Tarip Abdullah Harahap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah lapangan terbang di Lampung, pada dasarnya tidak dimulai dari Branti, tetapi pada era Pemerintah Hindia Belanda dimulai di Teloek Betoeng. Pesawat pertama kali dari Jawa (Bandoeng) di Teloek Betoeng tahun 1926. Lapangan terbang Branti dimulai pada era pendudukan Jepang. Pada era Republik Indonesia, pada tahun 1952 lapangan terbang Branti ditingkatkan untuk kebutuhan penerbangan sipil. Pembangunan lapangan terbang Branti dipimpin oleh Direktur Penerbangan Sipil, Kementerian Perhubungan Ir Ir Tarip Abdullah Harahap.


Bandar Udara Internasional Radin Intan II Lampung sebelumnya bernama Pelabuhan Udara Branti adalah peninggalan Pemerintahan Jepang yang dibangun pada tahun 1943. Pada tahun 1946 diserahkan kepada Pemerintahan Republik Indonesia Cq. Detasemen Angkatan Udara / AURI. Dari tahun 1946-1955 Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Detasemen Angkatan Udara / AURI dan pada saat itu belum ada penerbangan komersial/ reguler. Pada tahun 1955, pengelolaan Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Djawatan Penerbangan Sipil (DPS) karena pada tahun tersebut Detasemen Angkatan Udara / AURI memiliki pangkalan udara di Menggala Kabupaten Lampung Utara. Pada tahun 1956 Garuda Indonesian Airways merintis membuka jalur penerbangan yang pertama kali dengan rute Jakarta – Tanjung Karang PP, dengan menggunakan pesawat jenis Barron dan pada tahun itu juga penerbangan komersial dimulai dengan frekuensi penerbangan 3 kali/minggu (jenis pesawat Barron diganti Dakota) dengan panjang landasan pacu ± 900 meter. Pada tahun 1963 secara resmi Bandar Udara Branti dari AURI diserahterimakan kepada Residen Lampung dan pada tahun 1964 diserahkan pengelolaannya kepada Djawatan Penerbangan Sipil (DPS). Pada tahun 1975 (Pelita II Tahun I) dimulai pembangunan landasan baru yang terletak disamping/sejajar dengan landasan lama. Pembangunan landasan baru dengan maksud untuk dapat didarati pesawat jenis F-28 dan sejenisnya. Secara bertahap landasan dibangun dan pada saat itu panjangnya mencapai ± 1,85 kilometer. Pada tahun 1976 pembangunan landasan beserta Apron yang baru telah selesai dan diresmikan penggunaannya pada bulan Juni 1976 oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Bapak Marsma Kardono dengan menggunakan pesawat F - 28 MK 3.000. Pada tanggal 1 September 1985 istilah Pelabuhan Udara Branti diubah menjadi Bandar Udara Branti dengan singkatan Bandara Branti (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang di Lampung? Seperti disebut di atas, sejarah penerbangan diu Lampung tidak dimulai pada era lapangan terbang Branti, tetapi jauh di masa lampau pada era Pemerintah Hindia Belanda di lapangajn terbang Teloek Betoeng. Namunm satu yang jelas pembangunan lapangan terbang Branti terlaksana pada masa awal era Republik Indonesia yang dipimpin Ir Tarip Abdullah Harahap. Lalu bagaimana sejarah lapangan terbang di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (36):Pelabuhan Lampung, Pelabuhan Kuno hingga Pelabuhan Modern; Teluk Betoeng, Pandjang, dan Bakauheni


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini

Dalam narasi sejarah pelabuhan di Lampung lebih mengenal pelabuhan (perdagangan) Pandjang dan pelabuhan (penyeberangan) Bakauheni. Dua pelabuhan tersebut tentulah masih terbilang baru. Sebelum dibangun pelabuhan Pandjang, di teluk Lampung pelabuhan utama adalah pelabuhan Teloek Betoeng. Namun pelabuhan itu juga masih terbilang baru, dua pelabuhan kuno terdapat di teluk Semangka dan di muara sungai Toelang Bawang.


Pelabuhan Panjang adalah sebuah pelabuhan internasional yang terletak di Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, Lampung. Pelabuhan ini adalah salah satu pelabuhan besar di Indonesia. Saat ini Pelabuhan ini sedang memperluas area dermaga dengan mereklamasi pantai serta revitalisasi jalur kereta api Pidada. Pada mulanya pelabuhan ini hanyalah pelabuhan kecil di Teluk Betung yang disingahi kapal-kapal motor dan perahu layar yang mengangkut hasil perikanan dan pertanian keluar daerah lampung atau sebaliknya mengangkut barang barang dari luar daerah Lampung ke daerah lampung untuk memenuhi kebutuhan Provinsi Lampung dan sekitarnya. Dengan adanya peningkatan kegiatan pada abad ke XVII oleh Pemerintah Hindia Belanda, maka dibangun pelabuhan panjang yang dikenal dengan nama “Oesthaven”. Pembangunan tahap pertama yaitu dermaga sepanjang 200 Mr dengan menggunakan konstruksi caisson dengan kedalaman -7 LWS beserta satu unit gudang dengan luas kurang lebih 1.000 M3. Pelabuhan panjang saat ini telah tumbuh dan berkembang menjadi pelabuhan Samudera yang melayani pelayaran antar pulau dan antar negara. Pembangunan pelabuhan panjang dengan menambah fasilitas dan peralatan penunjang, ini terus dilakukan secara bertahap sejalan dengan tuntutan permintaan pengguna jasa serta perkembangan perdagangan internasional (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pelabuhan di Lampung? Seperti disebut di atas di Lampoeng sudah ada pelabuhan sejak zaman kuno, Dua pelabuhan yang dikenal pada era VOC/Belanda trerdapat di teluk Semangka dan muara sungai Toelang Bawang. Pelabuhan Teluk Betoeng yang kemudian relokasi ke Pandjang adalah pelabuhan moder pada er Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pelabuhan di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 04 November 2022

Sejarah Lampung (35): Krui di Pantai Barat Sumatra;Kabupaten Lampung Barat di Liwa Dimekarkan Kabupaten Pesisir Barat di Krui


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Kota Krui pada dasarnya bukanlah kota terpencil di wilayah Lampung, tetapi kota yang terbilang ramai di pantai barat Sumatra. Sebelum Krui menjadi bagian wilayah (provinsi) Lampung, Krui adalah bagian dari residentie Bengkoelen di pantai barat Sumatra. Posisi Krui awalnya dilihat dari pantai barat Sumatra (Melayu), namun kemudian dilihat dari wilayah pedalaman Lampong (orang Lampung). Bagaimana dengan Krui, yang sebelumnya masuk kabupaten Lampung Barat, kini menjadi kabupaten baru Pesisir Barat?


Krui adalah ibu kota Kabupaten Pesisir Barat, dimana sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Barat. Namun Jauh sebelum bergabung ke provinsi Lampung, Krui dahulu administratifnya Palembang, Sumatra Selatan, yaitu kresidenan Bengkulu. Krui berada di daerah pesisir Samudra Hindia. Krui terdiri dari 11 kecamatan, yaitu Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Lemong, Pulau Pisang, Way Krui, Krui Selatan, Karya Penggawa, Ngambur, Ngaras dan Kecamatan Bengkunat. Sejarah Krui sudah ada sejak zaman dahulu ketika masih masuk bagian administratif Sumatra Selatan, Krui masuk kedalam Kresidenan Bengkulu dibawah naungan Kesultanan Palembang Darussalam. Hingga saat ini dunia internasional tetap mengenal Krui dengan istilah "Krui South Sumatra" khsususnya dikalangan turis mancanegara. Sumber pendapatan masyarakat kebanyakan dari berdagang, nelayan dan bertani. Mayoritas penduduk asli Krui adalah keturunan asli Orang Melayu Palembang sesuai dengan sejarah masa lampau. Sebelum lahirnya Kabupaten Pesisir Barat berdasarkan Undang-Undang tersebut diatas, Kabupaten Pesisir Barat masih termasuk wilayah pemerintahan Kabupaten Lampung Barat yang ibukota kabupatennya di Liwa (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Krui di pantai barat Sumatra? Seperti disebut di atas, Krui adalah nama yang sudah lama eksis, sejak masih menjadi bagian dari wilayah Bengkulu di pantai barat Sumatra pada era Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa Republik Indonesia menjadi bagian provinsi Lampung di Kabupaten Lampung Barat ibu kota di Liwa. Pada masa ini kabupaten dimekarkan dengan membentiuk Kabupaten Pesisir Barat dengan ibu kota di Krui. Lalu bagaimana sejarah Krui di pantai barat Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (34): Metro, Kolonisaasi Orang Jawa di Lampung era HindiaBelanda; Bumi Sai Wawai di Sai Bumi Ruwa Jurai


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Kota Metro di Lampung adalah kota baru. Kota baru yang terbentuk dari suatu desa yang menjadi pusat kolonisasi, transmigrant asal dari Jawa di wilayah yang sepi penduduk. Nama Metro tidak merujuk pada nama asli, oleh karena nama tempat yang baru, nama Metro adalah nama baru untuk tempat. Kolonisasi orang Jawa berada di desa Gedong Tataan, tetapi nama Gedong Tataan adalah nama asli. Menurut warga di wilayah (kota) Metro wilayahnya sangat indah Bumi Sai Wawai di wilayah Sai Bumi Ruwa Jurai.


Kota Metro adalah salah satu kota di provinsi Lampung, 52 Km dari Kota Bandar Lampung (kota terbesar kedua di provinsi Lampung). Sejarah kelahiran Kota Metro bermula dengan dibangunnya kolonisasi, dibentuk sebuah induk desa baru yang diberi nama Trimurjo. Sebelum tahun 1936, Trimurjo adalah bagian dari Onder Distrik Gunungsugih yang merupakan bagian dari wilayah Marga Nuban. Kawasan ini adalah daerah yang terisolasi tanpa banyak pengaruh dari penduduk lokal Lampung. Pada tahun 1936 Pemerintah Hindia Belanda mendatangkan migran asal Jawa (kolonis). Kelompok pertama tiba pada tanggal 4 April 1936. Pada tanggal 9 Juni 1937, nama daerah itu diganti dari Trimurjo ke Metro dan pada tahun yang sama berdiri sebagai pusat pemerintahan Onder Distrik yang dipimpin asisten kepala distrik (asisten demang). Tugas dari Asisten Demang mengkoordinasi Marga yang dikepalai oleh Pesirah. Pesirah selain berkedudukan sebagai Kepala Marga juga sebagai Ketua Dewan Marga. Selama periode yang sama, dibangun lebih banyak jalan dan pengadaan klinik, kantor polisi, dan kantor administrasi. Pada tahun 1941 dibangun sebuah masjid, kantor pos, pasar yang besar, dan penginapan, serta pemasangan listrik dan saluran telepon. Pemerintah Hindia Belanda memperkerjakan Ir. Swam untuk merancang sistem irigasi. Desainnya dikenal dengan nama tanggul (bahasa Prancis "leeve", sekarang bentukan ini dikenal dengan "ledeng") selebar 30 M dan sedalam 10 M saluran irigasi dari Sungai Way Sekampung ke Metro. Konstruksi dimulai pada tahun 1937 dan selesai pada tahun 1941. Nama Metro disebut berasal dari kata “Meterm” dalam Bahasa Belanda yang artinya “pusat". Ada juga yang menyebut nama Metro berasal dari kata "Mitro" (Bahasa Jawa) yang berarti artinya teman, mitra, kumpulan. Dengan berlakunya Pasal 2 Peraturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 maka Metro Termasuk dalam bagian Kabupaten Lampung Tengah (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kota Metro, kolonisaasi orang Jawa di Lampung era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, kota Metro adalah kota baru, kota yang bermula kolonisasi pada era Hindia Belanda (wilayah penempatan transmigrasi asal dari pulau Jawa. Motto kon Metri dikenal sebagai Bumi Sai Wawai, suatu yang mirip dengan motto Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai. Lalu bagaimana sejarah Kota Metro, kolonisaasi orang Jawa di Lampung era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 03 November 2022

Sejarah Lampung (33): Kota Agung di Teluk Semangka, Kota Bumi, Bumi Agung di Way Kanan; Bumi Lampung 'SaiBumiRuwaJurai'


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Kota Agung di pantai adalah kota baru, sedangkan salah satu kota tua di pedalaman adalah Bumi Agung di daerah aliran sungai Way Kanan. Kini Kota Agung menjadi ibukota kabupaten Tanggamus. Bagaimana dengan Kota Bumi? Yang jelas motto bumi Lampung adalah ‘Sai Bumi Ruwa Jurai’.


Kota Agung adalah sebuah kecamatan juga ibu kota kabupaten Tanggamus, Lampung. Kota Agung terletak di bawah kaki gunung Tanggamus di sisi pantai Teluk Semangko. Kota Agung didatangi oleh Belanda sejak tahun 1889. Kecamatan Kota Agung 3 kelurahan dan 13 desa, yakni: Kelurahan Kuripan, Baros dan Pasar Madang; Desa Negri Ratu, Kotabatu, Terdana, Penanggungan, Terbaya, Kusa, Teratas, Kelungu, Benteng Jaya, Kotaagung, Pardasuka, Kedamaian, Campang Tiga. Pada saat Pemerintah Hindia Belanda, ibu kota di Kota Agung. Pemerintahan local dilaksanakan oleh Pemerintah Adat yang terdiri dari 5 (lima) Marga yaitu: Gunung Alip (Talang Padang), Benawang; Belunguh; Pematang Sawa; Ngarip. Masing-masing marga tersebut dipimpin oleh seorang Pasirah yang membawahi beberapa Kampung. Kabupaten Tanggamus terbentuk tahun 1997. Tahun 2004 Kepala Adat Saibatin Marga Benawang merestui berdirinya Marga Negara Batin, sebelumnya satu kesatuan adat dengan Marga Benawang. Suku Lampung adalah suku mayoritas di kabupaten Tanggamus yang juga merupakan suku asli. Kecamatan Tanggamus: Air Naningan, Bandar Negeri Semuong, Bulok, Cukuh Balak, Gisting, Kota Agung Barat, Kota Agung Pusat, Kota Agung Timur, Kelumbayan, Kelumbayan Barat, Limau, Pematang Sawa, Pugung, Pulau Panggung, Semaka, Sumberejo, Talang Padang, Ulubelu, Wonosobo, Gunung Alip. Secara geografis Kabupaten Tanggamus di teluk Semaka tempat bermuara sungai besar yaitu Way Sekampung dan Way Semaka (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kota Agung di Teluk Semangka? Seperti disebut di atas Kota Agung kini menjadi ibukota kabupaten Tanggamus di lereng hunung Tanggamus di Teluk Semangka. Bagaimana dengan kota Bumi Agung di sungai Way Kanan dan Kota Bumi serta motto bumi Lampung ‘Sai Bumi Ruwa Jurai’? Lalu bagaimana sejarah Kota Agung di Teluk Semangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (32): Bumi Agung, Dekat Martapura di Pedalaman, Batas Lampung - Palembang; Blambangan Umpu, Way Kanan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Bumi Agung memiliki sejarah lama, dan paling tua di kabupaten Way Kanan. Bumi Agung adalah kota tua di perbatasan (district) Lampung dan (residentie) Palembang yang tidak jauh dari kota Martapura. Namun kini, kota Bumi Agung hanya suatu desa yang menjadi ibu kota kecamatan. Bagaimana dengan sejarah Blambangan Umpu.


Bumi Agung adalah sebuah kecamatan di kabupaten Way Kanan, Lampung. Ada 8 desa di kecamatan Bumi Agung, yakni: Bumi Agung, Pisang Baru, Pisang Indah, Srinumpi, Sukamaju, Wonoharjo, Karangan dan Mulyoharjo. Ibu kota kecamatan di Bumi Agung (sering disebut desa Runyai, sedangkan desa Pisang Baru sering disebut kotanya Bumi Agung, Bahuga, dan Buay Bahuga, karena di desa ini pusat perdagangan, pemerintahan dan berbagai fasilitas (tetapi mayoritas jalan di desa ini dan di Bumi Agung rusak parah, dan minim lampu penerangan jalan). Bumi Agung kini bagian wilayah kabupaten Way Kanan dengan ibu kota di Blambangan Umpu. Kabupaten Way Kanan merupakan pemekaran dari Lampung Utara. Kabupaten Way Kanan berbatasan langsung dengan tiga kabupaten di provinsi Sumatra Selatan, yakni Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, dan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Pada tahun 1957, diadakanlah pertemuan yang pertama kali membahas rencana Pemerintah Pusat yang memerlukan 100.000 hektar tanah untuk keperluan transmigrasi. Pada saat itu tiga kewedanaan yang ada, yaitu Kewedanaan Kotabumi, Kewedanaan Krui, dan Kewedanaan Menggala menolak rencana Pemerintah Pusat. Kewedanaan Way Kanan menerima tawaran itu dengan pertimbangan agar kelak Way Kanan dapat cepat ramai penduduknya.  Pada tahun 1986, Pemerintah Pusat membentuk Pembantu Bupati Lampung Utara Wilayah Blambangan Umpu terdiri dari 6 (enam) kecamatan, yaitu: Blambangan Umpu dengan ibu kota Blambangan Umpu; Bahuga (Mesir Ilir); Pakuan Ratu (Pakuan Ratu); Baradatu (Tiuh Balak); Banjit (Banjit); Kasui (Kasui). Kabupaten Waykanan di bentuk tahun 1999 (bersamaan Lampung Timur dan Kota Metro). Kabupaten Way Kanan ini ibu kotanya adalah Blambangan Umpu. Blambangan Umpu berada dijalur lalu lintas jalan darat dan rel kereta api dari berbagai arah yaitu Sumatra Selatan, Bengkulu, dan Lampung (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Bumi Agung, di pedalaman dekat Martapura, perbatasan Lampung-Palembang? Seperti disebut di atas, kota Bumi Agung tempo doeloe, kini hanya sebuah desa yang menjadi ibu kota kecamatan. Bagaimana dengan Blambangan Umpu di daerah aliran sungai Way Kanan? Lalu bagaimana sejarah Bumi Agung, di pedalaman dekat Martapura, perbatasan Lampung-Palembang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 02 November 2022

Sejarah Lampung (31):Kotabumi Kutabumi, Kottabumi, Hutabumi; Antara Teluk Betung-Manggala, di Sebelah Barat Kota Tarabangi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Nama kota Kotabumi diduga perpaduan antara Kota dan Bumi. Pada zaman doeloe, era Hindoe Boedha, kota atau kotta adalah kampong. Di sejumlah wilayah di Nusantara, terutama di pulau Sumatra, nama kota bergeser menjadi kuta atau huta. Sementara bumi, juga berasal dari era yang sama yakni bhumi yang diartikan tanah (banua dan sebagainya). Okelah itu asal usul nama kota dan bumi. Bagaimana asal usul nama Kotabumi di Lampung (utara).


Kotabumi adalah sebuah kecamatan di kabupaten Lampung Utara, provinsi Lampung, dan kecamatan ini juga menjadi ibu kota Lampung Utara. Suku asli Kotabumi adalah Lampung Abung Nyunyai (Abung Siwo Migo), Yang di simbolkan dengan Tugu Payan Emas yang dalam bahasa Lampung Abung artinya Tombak Emas (Wikipedia). Dalam sumber idntimes.com, asal mula daerah Kotabumi dalam berbagai versi cerita rakyat Lampung di zaman dahulu, di Lampung Utara dipimpin raja bernama Tutur Jimat yang kemudian diteruskan anak. Suatu waktu, putra raja bertanya bertanya mengapa wilayah mereka disebut Kotobomi? Dan siapa yang menyebutnya? Baginda Raja Paniakan Dalem menjawab asal usul Kotobumi merupakan ratu sebelum darah putih yang merupakan nenek moyang mereka. Lalu sang anak memberi usul bagaimana jika daerah mereka diberi nama Kuto Bumi saja. Ide tersebut disetujui oleh Paniakan Dalem. Sejak saat itu, daerah ibukota Lampung Utara disebut sebagai Kotabumi.

Lantas bagaimana sejarah Kotabumi, Kottabumi, Kutabumi, Hutabumi? Seperti disebut di atas, sejarah Kotabumi kurang terinformasikan. Namun yang jelas Kotabumi terletak antara Teluk Betung dan Manggala, sebelah barat Kota Tarabangi. Lalu bagaimana sejarah Kotabumi, Kottabumi, Kutabumi, Hutabumi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (30): Kalianda, Mengapa Tidak Wai-Anda? Menulis Narasi, Melacak Data Sejarah Kalianda Sejak Zaman Kuno


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada narasi sejarah Kalianda? Sejauh ini tidak terinformasikan. Okelah, sudah waktunya narasi sejarah Kalianda ditulis. Akan tetapi darimana dimulai, apakah dari kota Kalianda sendiri? Apakah dalah hal ini Kalianda merujuk pada nama Kali Anda (sungai Anda)? Mengapa tidak way Anda? Okelah, way dan kali adalah sama dan belum tentu Anda dalam hal ini anda dalam bahasa Indonesia sekarang.


Kalianda adalah sebuah kecamatan yang juga Ibukota dari Kabupaten Lampung Selatan, di provinsi Lampung. Kecamatan ini terletak di kaki Gunung Rajabasa. Kalianda juga terletak di tepi pantai di sepanjang Teluk Lampung. Asal Kata Kalianda konon berasal dari kata way (air) dan handak (putih). Kalianda menjadi ibu kota kabupaten Lampung Selatan sejak tahun 1982 (Wikipedia). Dalam sumber lain disebutkan kota Kalianda memiliki sejarah sendiri dalam pertarungan sengit selama lima jam menjadi pertempuran hidup mati para pahlawan Kalianda yang kini dimakamkan di Tempat Makam Pahlawan (TMP) Kalianda. Sebanyak 12 pejuang tewas dalam peperangan melawan belanda tahun 1949 yang dipimpin Kolonel Makmun Rasyid.

Lantas bagaimana sejarah Kalianda, mengapa tidak Waianda? Seperti disebut di atas, sejauh ini sejarah Kalianda kurang terinformasikan. Ada baiknya dimulai menulis narasi sejarah Kalianda dengan melacak data sejarah wilayah Kalianda, bahkan sejak zaman kuno. Lalu bagaimana sejarah Kalianda, mengapa tidak Waianda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 01 November 2022

Sejarah Lampung (29): Nama Manggala di Daerah Aliran Sungai Tulang Bawang; Setua Zaman Apa Kota Manggala di Lampung?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Nama Manggala tersembunyi di belakang nama Tulang Bawang. Itulah awal nama kota/kampong Manggala di daerah aliran sungai Tulang Bawang. Namun kini, nama Manggala lebih dikenal dari nama Tulang Bawang. Manggala menjadi nama kota dan Tulang Bawang menjadi nama sungai. Apakah di masa lampau, nama Manggala adalah nama Tulang Bawang? Setua zaman zpa kota Manggala di Lampung?


Menggala adalah sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan atau ibu kota dari Kabupaten Tulang Bawang, di provinsi Lampung. Pemukiman berada di tepi sungai sebelah Selatan dan Timur. Tahun 1900-an, daerah Menggala masih merupakan Afdeling Tulang Bawang, yang dipimpin oleh Seorang Asisten Residen, seorang Demang dan seorang Distrik. Afdeling Tulang Bawang terdiri dari dua Onder Afdelling, yakni pertama ialah Onder Afdelling Menggala, yang ibu Kotanya Menggala dan dipimpin seorang Demang, dan kedua ialah Onder Afdelling Tulang Bawang Udik, dengan ibu Kota Pakuan Ratu yang dipimpin seorang Demang. Pada tahun 1923, semua jabatan Asisten Residen dan juga Kepala Distrik dihapuskan. Tahun 1928, Pemerintah Belanda membentuk Marga-Marga, yang terdiri dari empat Marga yaitu: Marga Tegamoan, Marga Buai Bulan, Marga Suai Umpu Dan Marga Buai Aji. Masing-masing Marga tersebut dipimpin oleh Seorang Pesirah kecuali Marga Buai Bulan. Kemudian tahun 1952, Pemerintah Marga dihapuskan dan diganti dengan Pemerintah Negeri, yang dipimpin oleh seorang Kepala Negeri. Menggala pada saat itu masuk ke Negeri Tulang Bawang Ilir. Kepala Negeri Tulang Bawang Ilir pertama yaitu Burhanudin. Kemudian, sejak tahun 1972 jabatan Kepala Negeri dihapus, semua tugas Kenegerian dijalankan oleh seorang Camat, sehingga saat ini Menggala menjadi sebuah kecamatan. Kecamatan Menggala dibagi menjadi 9 kampung dan kelurahan, yaitu: Astra Ksetra, Tiuh Tohou, Kagungan Rahayu, Ujung Gunung Ilir, Bujung Tenuk, (kelurahan) Menggala Selatan, Ujung Gunung, Menggala Tengah dan Menggala Kota (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah nama kota Manggala di daerah aliran sungai Tulang Bawang? Seperti disebut di atas, sebelum nama Manggala dikenal yang lebih dikenal adalah nama Tulang Bawang. Nama Tulang Bawang kemudian teridentifikasi sebagai nama sungai. Lalu bagaimana dengan nama Manggala sendiri, setua zaman mana kota Manggala di Lampung? Lalu bagaimana sejarah nama kota Manggala di daerah aliran sungai Tulang Bawang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (28): Borne, Nama Kota Hilang di Selat Semangka; Benteng VOC di Benteng Semangka,Cikal Bakal Kota Agung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Nama kota Borneh tidak ada dalam peta Lampung masa kini. Nama Borne adalah kota masa lampau pada era VOC/Belanda. Hal itulah mengapa nama tempat Borneh pada masa ini kurang dikenal di Lampung. Nama ini sudah lama hilang. Kelak nama yang muncul di kota Borneh ini adalah nama kampong (Pasar) Tanjungan. Nama Tanjungan sebelumnya disebut kampong Semangka yang sebelumnya bernama Borneh atau Borne.

 

Nama Kabupaten Tanggamus diambil dari nama Gunung Tanggamus yang berdiri tegak tepat di jantung Kabupaten Tanggamus. Sejarah perkembangan wilayah Tanggamus, menurut catatan yang ada pada tahun 1889 pada saat Belanda mulai masuk di Wilayah Kota Agung, yang ada pada saat itu pemerintahannya dipimpin oleh seorang Kontroller yang memerintah di Kota Agung. Pada waktu itu pemerintahan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Adat yang terdiri dari 5 (lima) Marga yaitu: Marga Gunung Alip (Talang Padang), Marga Benawang; Marga Belunguh; Marga Pematang Sawa; Marga Ngarip. Masing-masing marga tersebut dipimpin oleh seorang Pasirah yang membawahi beberapa Kampung. Sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat adat di Kabupaten Tanggamus, pada tanggal 12 januari 2004 Kepala Adat Saibatin Marga Benawang merestui tegak berdirinya Marga Negara Batin, yang sebelumnya merupakan satu kesatuan adat dengan Marga Benawang. Pada tanggal 10 Maret 2004 di Pekon Negara Batin dinobatkan kepala adat Marga Negara Batin dengan gelar Suntan Batin Kamarullah Pemuka Raja Semaka V. Dengan berdirinya Marga Negara Batin tersebut, masyarakat adat pada tahun 1889 terdiri dari 5 marga, saat ini menjadi 6 marga, yaitu: Marga Gunung Alip (Talang Padang), Marga Benawang, Marga Belunguh, Marga Pematang Sawa, Marga Ngarip, Marga Negara Batin. Suku Lampung adalah suku mayoritas di kabupaten Tanggamus yang juga merupakan suku asli di provinsi Lampung, disusul oleh suku pendatang seperti Suku Jawa, Suku Bali, Suku Sunda, dan Minangkabau (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Borne, nama kota yang hilang di selat Semangka? Seperti disebut di atas, satu tempat terpenting di masa lalu di selat Semangka adalah kota/kampong Borneh. Tentu saja saat itu belum ada Kota Agung. Sebab yang ada adalah benteng Semangka, benteng VOC. Benteng VOC inilah yang menjadi cikal bakal Kota Agung. Kota/kampong berubah nama menjadi Pasar Tanjungan. Lalu bagaimana sejarah Borne, nama kota yang hilang di selat Semangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.