Senin, 31 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (389): Pahlawan Indonesia Soetan Takdir Alisjahbana, Lahir di Natal, 1908; Tatabahasa Bahasa Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hasil karya terkenal Soetan Takdir Alisjahbana adalah novel Layar Terkembang. Namun karya terpenting  Soetan Takdir Alisjahbana adalah buku Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Kedua buku itu diterbitkan tahun 1936. Tatabahasa Bahasa Indonesia Soetan Takdir Alisjahbana dapat dikatakan merujuk pada buku tatabahasa Bahasa Malayu (Maleische Spraakkunst) karya Charles Adrian van Ophuijsen (1908). Karya Charles Adrian van Ophuijsen merujuk pada tatabahasa Bahasa Batak karya HN van der Tuuk (1857). Bagaimana bisa? Charles Adrian van Ophuijsen adalah guru di sekolah guru Kweekschool Padang Sidempeoan 1881-1890 (lima tahun terakhir sebagai direktur). Ayahnya adalah Controleur di Natal, Residentie Tapanoeli (1853-1855).

Sutan Takdir Alisjahbana (STA) lahir di Natal (Tapanoeli) 11 Februari 1908 (meninggal 17 Juli 1994) adalah seorang budayawan, sastrawan dan ahli tata bahasa Indonesia. Ia juga salah seorang pendiri Universitas Nasional, Jakarta. Ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang guru.[2] Kakek STA dari garis ayah, Sutan Mohamad Zahab, dikenal sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan agama dan hukum yang luas. Ibunya, Puti Samiah adalah seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatra Utara. Puti Samiah merupakan keturunan Rajo Putih, salah seorang raja Kesultanan Indrapura yang mendirikan kerajaan Lingga Pura di Natal. Dari ibunya, STA berkerabat dengan Sutan Sjahrir, perdana menteri pertama Indonesia. Setelah lulus dari sekolah dasar pada waktu itu, STA pergi ke Bandung. STA menikah dengan Raden Ajeng Rohani Daha (menikah tahun 1929 dan wafat pada tahun 1935); menikah dengan RA Rohani Daha dengan tiga anak yaitu Samiati Alisjahbana, Iskandar Alisjahbana, dan Sofyan Alisjahbana. Tahun 1941, STA menikah dengan Raden Roro Sugiarti (wafat tahun 1952) dengan dua anak yaitu Mirta Alisjahbana dan Sri Artaria Alisjahbana. Istri terakhirnya, Dr. Margaret Axer (menikah 1953 dan wafat 1994) dengan empat anak, yaitu Tamalia Alisjahbana, Marita Alisjahbana, Marga Alisjahbana, dan Mario Alisjahbana. Putra sulungnya, Iskandar Alisjahbana mantan Rektor ITB yang juga dikenal sebagai "Bapak Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa." Sofjan dan Mirta Alisjahbana merupakan pendiri majalah Femina Group.(Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Sutan Takdir Alisjahbana? Seperti disebut di atas, Sutan Takdir Alisjahbana lahir di Natal (Tapanuli Selatan). Guru-gurinya di Natal adalah guru-guru alumni Kweekschool Padang Sidempoean (para murid Chahles Adrian van Ophuijsen, anak seorang Controleur di Natal 1853-1855). Sutan Takdir Alisjahbana berteman baik dengan Armijn Pane (lahir di Moeara Sipongi, Tapanuli Selatan). Lalu bagaimana sejarah Sutan Takdir Alisjahbana? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (388): Pahlawan Indonesia Armijn Pane; Sanoesi Pane dan Pahlawan Nasional Prof Drs Lafran Pane

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dengan mengingat Armijn Pane, akan teringat Sanoesi Pane. Dua tokoh sastrawan dan  bidang kebudayaan pada zamannya. Mengingat Armijn Pane dan Sanoesi Pane akan teringat pula pahlawan Indonesia yang telah ditabakan sebagai Pahlawan Nasional, Prof Drs Lafran Pane (pendiri HMI di Jogjakarta, 1947). Ketiganya terhubung karena memiliki orang tua yang sama di Padang Sidempoean. Saudara perempuan mereka yang tertua bernama Poetir Chairani Pane menikah dengan Dr Tarip Siregar (peneliti terbaik era Hindia Belanda). Salah satu cucu mereka adalah Prof Sangkot Marzuki, Ph.D (mantan Direktur Lembaga Eijkman).

Armijn Pane (18 Agustus 1908-16 Februari 1970) adalah seorang Sastrawan. Pada tahun 1933 bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru. Salah satu karya terkenal ialah novel Belenggu (1940). Setelah lulus ELS di Bukittinggi, Armijn Pane melanjutkan studi kedokteran STOVIA di Batavia (1923) dan NIAS, Surabaya (1927) dan kemudian pindah ke AMS-A di Solo (lulus pada 1931) jurusan sastra barat. Armijn Pane pernah menjadi wartawan surat kabar Soeara Oemoem di Surabaya (1932), mingguan Penindjauan (1934) dan surat kabar Bintang Timoer (1953). Ia pun pernah menjadi guru di Taman Siswa di berbagai kota di Jawa Timur. Menjelang kedatangan tentara Jepang, ia duduk sebagai redaktur Balai Pustaka. Pada zaman Jepang, Armijn bersama abangnya Sanusi Pane, bekerja di Kantor Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) dan menjadi kepala bagian Kesusastraan Indonesia Modern. Sesudah kemerdekaan, ia aktif dalam bidang organisasi kebudayaan. Ia pun aktif dalam kongres-kongres kebudayaan dan pernah menjadi anggota pengurus harian Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) (1950-1955). Ia juga duduk sebagai pegawai tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Bagian Bahasa) hingga pensiun. Tahun 1969 Armijn Pane menerima Anugerah Seni dari pemerintah RI karena karya dan jasanya dalam bidang sastra. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Armijn Pane? Seperti disebut di atas, Armijn Pane (adik dari Sanoesi Pane dan abang dari Lafran Pane) adalah sastrawan besar Indonesia. Ayah mereka adalah pensiunan guru yang juga sastrawan lokal dengan novelnya yang terkenal Tolbok Haleon  (Hati yang Kemarau), roman pertama kali terbit di Medan tahun 1933. Lalu bagaimana sejarah Armijn Pane? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.