Selasa, 17 Agustus 2021

Sejarah Makassar (28): Suku Kaili Sulawesi Tengah; Rumah Pohon Kaili Da’a, Memasak dengan Bambu, Pemujaan terhadap Leluhur

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Di provinsi Sulawesi Tengah pada masa ini paling tidak diketahui 21 bahasa asli. Selain yang sudah ditulis pada artikel sebelumnya, salah satu dari bahasa asli tersebut adalah bahasa Kaili (bahasa To Kaili). Penutur bahasa Kaili meluas di seluruh provinsi Sulawesi Tengah tetapi umumnya terdapat di kabupaten Donggala, kabupaten Sigi dan Kota Palu serta di seluruh daerah di lembah antara gunung Gawalise, gunung Nokilalaki, gunung Kulawi, dan gunung Raranggonau.

Penutur bahasa Kaili juga terdapat di wilayah pantai timur Sulawesi Tengah yang meliputi kabupaten Parigi-Moutong, kabupaten Tojo Una-Una dan kabupaten Poso. Di sekitar teluk Tomini berada di desa Tinombo, Moutong, Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una. Di kabupaten Poso berada di daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso. Penutur bahasa Kaili biasa disebut suku Kalili yang terdiri dari banyak sub-suku seperti Rai, Ledo, Ija, Moma, Da'a, Unde, Inde, Tara, Bare'e, Doi, dan Torai. Penutur bahasa Kaili Da’a hingga masa ini memiliki budaya yang khas seperti pembuatan rumah pohon, memasak dengan menggunakan bambu dan pemujaan leluhur.

Lantas bagaimana sejarah penutur bahasa Kaili? Seperti disebut di atas penutur bahasa Kaili sangat beragam dan tersebar di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Satu yang khas diantara para penutur bahasaKaili ini adalah Kaili Da’a yang memiliki budaya pembuatan rumah pohon, memasak dengan menggunakan bambu dan masih adanya pemujaan leluhur. Lalu bagaimana hubungan bahasa Kaili dan bahasa Toraja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (107):Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (bag-5); Peringatan Kemerdekaan RI. 17 Agustus

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Tanggal 17 Agustus, hari ini diperingati di seluruh Indonesia sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Semua melakukan, kecuali mereka yang anti. Presiden RI Joko Widodo juga ikut memperingatinya. Tentu saja blog ini juga dalam bentuk artikel Sejarah Menjadi Indonesia, Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam peringatan ini Presiden mengawali dengan menyampaikan pidato kenegeraan di Sidang Tahunan MPR RI pada tanggal 16 Agustus 2021. Dalam kesempatan ini Presiden Jokowi hadir dengan mengenakan pakaian adat khas Badui berwarna hitam dengan sendal jepit khas.

 

Presiden Jokowi sebenarnya ingin mengangkat budaya Indonesia dari suku Badui dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI ini, tetapi tidak disangka, diberitakan bahwa dihina netizen yang menjadi viral di Twitter. Dugaan hinaan itu disampaikan di akun Twitternya @pawletariat mengomentari pakaian Presiden Jokowi saat tampil di MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 16 Agustus 2021. "Azzzskskska Jokowi make baju adat Baduy cocot bgt, tinggal bawa madu + jongkok di perempatan," cuit @pawletariat, Senin (16/8), pukul 08:40. Saya sendiri tidak mengeti maksudnya, tetapi di dalam berita itu sontak cuitan @pawletariat dalam hitungan jam diserbu para netizen hingga viral di lini masa Twitter. Warganet ramai-ramai mem-bully dan mengancamnya. "Diciduk aja si bodoh ini biar jera. Udah ngatain presiden, bawa bawa SARA lagi. Biar ngerasain dingin lantai penjara ni orang, " cuit @Shareloc Home dikutip VIVA, Selasa (17/8). Warganet lain juga mengungkapkan hal yang sama. "lo udh nyela presiden + org Baduy, yg tersinggung banyak, Presiden angkat budaya daerah malah dicela....kalo lo emg hormatin suku Baduy ga bakalan lo merendahkan cara pakaian Presiden Jokowi & cara saudara2 kita suku Baduy mencari nafkah," cuit @EMP. Banyaknya warganet menyerangnya, pemilik akun @pawletariat ini memberikan klarifikasi dan permohonan minta maafnya. Meski begitu warganet tetap terus menyerbu kolom. komentar akun @pawletariat ini.

Itulah gaya Presiden Joko Widodo. Seharusnya memang demikian presiden selalu mengangkat budaya Indonesia dari berbagai daerah terutama pada detik-detik peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Nmun seperti dikutip di atas, ada saja orang yang menyikapinya dengan terlalu bodoh. Netizen yang dianggap menghina itu jelas sangat bodoh terbukti ketika dirinya dibully netizen lain lalu segera meminta maaf (apakah dirinya baru menyadari telah membuat kesalahan?). Dalam hal ini di satu sisi Presiden ingin berbuat baik, tetapi di sisi lain ada netizen yang berbuat jahat. Lalu mengapa itu semua terjadi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.