Sabtu, 26 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (494): Pahlawan Indonesia – Putra Putri Angkola Mandailing Studi ke Belanda;Indische Vereeniging 1908

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah awal pendidikan Angkola Mandailing kurang populer pada masa ini, Namun sesungguhnya pada era Hindia Belanda sejarah pendidikan di Afdeeling Angkola Mandailing (kini Tapanuli Bagian Selatan) cukup dikenal luas. Hal ini karena Angkola Mandailing dan siswa-siswanya terbilang pionir dalam bidang pendidikan. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Pilar pendidikan adalah kesamaan hak diantara penduduk, penggunaan aksara, angka literasi dan semangat belajar. Pada era Hindia Belanda siswa-siswa Angkola Mandailing menuntut ilmu meski jauh hingga ke Jawa dan Belanda.

Penggunaan aksara Latin sejatinya terbilang baru di wilayah Tapanoeli, khususnya afdeeling Angkola Mandailing. Gagasan introduksi pendidikan modern (aksara Latin) baru muncul tahun 1846 (lihat TJ Willer, 1846). Meski demikian, pendidikan tradisi dengan menggunakan aksara lokal (aksara Batak) sudah berlangsung sejak zaman kuno (era Hindoe-Boedha). Prasasti-prasasti pada candi-candi di Padang Lawas sudah menggunakan aksara Batak. Demikian juga makam-makan tua yang ditemukan menggunakan aksara yang sama. Willem Marsden, seorang penulis asal Inggris yang pernah berkunjung ke district Angkola di dalam bukunya (1781) menyebut sesuatu yang fantastik bahwa lebih dari separuh orang Angkola bisa membaca dan menulis, sesuatu angka literasi yang tidak ditemukan pada semua bangsa-bangsa di Eropa. Lebih lanjut Marsden mencatat bahwa mereka menulis di kulit pohon yang halus dengan menggunakan tinta yang terbuat dari campuran arang dan getah damar. Pada permulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda di afdeeling Angkola Mandailing sudah terdapat enam sekolah dasar pemerintah (tahun 1862). Jumlah ini terus bertambah, pada tahun 1870 dari 15 buah sekolah dasar pemerintah di Residentie Tapanoeli, sebanyak 12 buah berada di Afdeeling Angkola Mandailing. Lulusan sekolah Angkola Mandailing pada tahun 1854 sudah ada dua orang yang studi ke Batavia (siswa luar Jawa pertama studi ke Jawa) dan pada tahun 1857 satu orang studi ke Belanda (pribumi pertama studi ke Belanda).

Lantas bagaimana sejarah putra-putri Angkola Mandailing antar generasi studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, tradisi pendidikan modern di Angkola Mandailing adalah kelanjutan dari tradisi pendidikan sejak jaman lampau. Lalu bagaimana sejarah putra-putri Angkola Mandailing antar generasi studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Padang Sidempuan (26): Putra-Putri Angkola Mandailing Antar Generasi Studi ke Batavia; Jong Sumatranen Bond 1917

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Sejarah awal pendidikan Angkola Mandailing kurang populer pada masa ini, Namun sesungguhnya pada era Hindia Belanda sejarah pendidikan di Afdeeling Angkola Mandailing (kini Tapanuli Bagian Selatan) cukup dikenal luas. Hal ini karena Angkola Mandailing dan siswa-siswanya terbilang pionir dalam bidang pendidikan. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Pilar pendidikan adalah kesamaan hak diantara penduduk, penggunaan aksara, angka literasi dan semangat belajar. Pada era Hindia Belanda siswa-siswa Angkola Mandailing menuntut ilmu meski jauh hingga ke Jawa dan Belanda.

Penggunaan aksara Latin sejatinya terbilang baru di wilayah Tapanoeli, khususnya afdeeling Angkola Mandailing. Gagasan introduksi pendidikan modern (aksara Latin) baru muncul tahun 1846 (lihat TJ Willer, 1846). Meski demikian, pendidikan tradisi dengan menggunakan aksara lokal (aksara Batak) sudah berlangsung sejak zaman kuno (era Hindoe-Boedha). Prasasti-prasasti pada candi-candi di Padang Lawas sudah menggunakan aksara Batak. Demikian juga makam-makan tua yang ditemukan menggunakan aksara yang sama. Willem Marsden, seorang penulis asal Inggris yang pernah berkunjung ke district Angkola di dalam bukunya (1781) menyebut sesuatu yang fantastik bahwa lebih dari separuh orang Angkola bisa membaca dan menulis, sesuatu angka literasi yang tidak ditemukan pada semua bangsa-bangsa di Eropa. Lebih lanjut Marsden mencatat bahwa mereka menulis di kulit pohon yang halus dengan menggunakan tinta yang terbuat dari campuran arang dan getah damar. Pada permulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda di afdeeling Angkola Mandailing sudah terdapat enam sekolah dasar pemerintah (tahun 1862). Jumlah ini terus bertambah, pada tahun 1870 dari 15 buah sekolah dasar pemerintah di Residentie Tapanoeli, sebanyak 12 buah berada di Afdeeling Angkola Mandailing. Lulusan sekolah Angkola Mandailing pada tahun 1854 sudah ada dua orang yang studi ke Batavia (siswa luar Jawa pertama studi ke Jawa) dan pada tahun 1857 satu orang studi ke Belanda (pribumi pertama studi ke Belanda).

Lantas bagaimana sejarah putra-putri Angkola Mandailing antar generasi studi ke Batavia-Buitenzoeg? Seperti disebut di atas, tradisi pendidikan modern di Angkola Mandailing adalah kelanjutan dari tradisi pendidikan sejak jaman lampau. Lalu bagaimana sejarah putra-putri Angkola Mandailing antar generasi studi ke Batavia-Buitenzoeg?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.