Rabu, 25 Agustus 2021

Sejarah Makassar (43): Sejarah Parepare di Pantai Barat Sulawesi; Pelabuhan Antara Makassar (Gowa) dan Polewali (Mandar)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah awal (pulau) Sulawesi sanngatlah unik. Secara geografis pulau Sulawesi adalah pemisah antara paparan Sunda dan paparan Sahul. Namun secara sosial budaya sejarahnya tidak berasal dari Jawa (selatan khatulistiwa) tetapi dari wilayah navigasi pelayaran perdagangan di utara khatulistiwa yang membentuk garis perpotongan barat-timur dan utara selatan. Dalam sejarah navigasi pelayaran perdagangan inilah terbentuk pelabuhan kuno di suatu teluk yang kini Kota Pare Pare berada. Pelabuhan Pare-Para sendiri baru mendapat bentuknya dan kemajuan pesat sejak permulaan era Pemerintah Hindia Belanda.

Salah satu tokoh terkenal dari Kota Pare-Pare adalah BJ Habibie. Namun dalam hal ini kita tidak sedang membicarakan BJ Habibie (sudah pernah ditulis dengan artikel sendiri pada blog ini), tetapi mendeskripsikan sejarah awal (kota pelabuhan) Pare-Pare yang dimulai pada pembentukan Pare-Pare sebagai kotamadya pada era Republik Indonesiaa (1960), Dengan menelusuri sejarahnya mundur ke masa lampau yang mana pada tahun 1918 dibentuk Afdeeling Pare-Pare dengan lima onderafdeeling dimana ibu kota ditetapkan di Pare-Pare. Onderafdeeling Pare-Pare sendiri dapat dikatakan onderafdeeling termuda. Onderafdeeling yang sudah sejak lama dibentuk adalah onderafdeeling Pangkajene dan onderafdeeling Enrekang sebagai bagian dari Afdeeling Noorder Distrikten yang beribukota di Maros yang mana saat itu Pare-Pare sebagai bagian dari onderafdeeling Maros.

Lantas bagaimana sejarah Pare-Pare? Seperti disebut di atas Pare-Pare adalah kota pelabuhan dan kota pemerintahan yang terbentuk kemudian, dimana pada masa lampau wilayah itu sudah menjadi wilayah yang penting dalam navigasi pelayaran perdagangan zaman kuno dimana di pedalaman terdapat wilayah adat Enrekang dan wilayah adat Sidenreng. Lalu bagaimana sejarah Pare-Pare sejak zaman kuno hingga era Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (42): Sejarah Soppeng dan Kota Watansoppeng; Riwayat Gunung Nene Conang, Danau Tempe dan Kerajaan Luwu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Sejarah di berbagai wilayah (pulau) Sulawesi kurang lebih satu sama lain. Berawal dari penduduk asli yang merupakan kehadiran pedagang-pedagang awal yang bercampur dengan pendahulu terdahulu (negritos) yang penduduk asli ini disebut Alifurun. Dengan terbentuknya kota-kota pantai yang dihuni penduduk pendatang berikut, penduduk alifurun di pedalaman mulai membentuk kerajaan-kerajaan mulai dari wilayah utara (Minahasa) hingga wilayah selatan (Makassar). Kerajaan pertama yang diketahui adalah kerajaan pantai yang dikenal sebagai Kerajaan Luwu (di teluk Luwu, kini disebut teluk Bone). Kerajaan Luwu yang semakin menguat, dalam perkembangannya menjadi ancama bagi kerajaan-kerajaan kecil di pedalaman.

Kerajaan-kerajaan di pedalaman, masing-masing-masing populasinya sedikit, sementara kerajaan pantai (seperti Luwu dan Makassar) populasinya dengan cepat meningkat karena kehadiran pendatang terus terjadi (termasuk yang didatangkan). Di wilayah pantai inilah awal terbentuknya penutur bahasa Makassar dan bahasa Bugis, sementara di wilayah pedalaman antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (kerajaan-kerajaan kecil) dengan bahasa sendiri-sendiri, seperti Toraja, Enrekang, Sidenreng, Rappang dan Soppeng, Sehubungan dengan perkembangan polirik di Makassar dengan terbentuknya federasi kerajaan Goa dan kerajaan Tallo (Kerajaann Gowa), disebutkan kerajaan Bone sempat mengajak Wajo dan Soppeng membentuk federasi, tidak hanya untuk mengimbangi Kerajaan Gowa juga untuk mengimbangi kerajaan tua (Kerajaan Luwu). Llua terbentuknya federasi tiga kerajaan Tellumpocco yang disebut perjanjian Timurung (1582). Pengaruh Islam yang semakin menguat di Makassar (Kerajaan Gowa) menyebabkan siar Islam masuk ke wilayah Soppeng dan Sidenreng (1609), Wajo (1610) dan Bone (1611). Dalam fase Islamisasi inilah terbentuk federasi kerajaan di pedalaman yang disebut wilayah adat raja-raja Adja Temparang yang kelak raja-raja yang diakui Pemerintah Hindia Belanda adalah raja Sidenring, raja Sawitto, raja Soppa, raja Rappang dan raja Alietta (wilayah adat ini kemudian dikenal sebagai Limae Ajattappareng),

Lantas bagaimana sejarah Soppeng di pedalaman bagian selatan pulau Sulawesi? Seperti disebut di atas kerajaan Soppeng adalah satu dari wilayah adat Limae Ajattappareng yang sudah bergama Islam. Sementara di wilayah pedalaman terutama di batas pegunungan Latimojong masih banyak kerajaan-kerajaan kecil yang masih tetap dengan kepercayaan lama (pemujaan terhadap leluhur) seperti Toraja, Mamasa, Makki, Seko dan sebagainya. Dalam konteks inilah sejarah Soppeng bermula. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.