Jumat, 09 September 2022

Sejarah Jambi (27): Kisah Satu Sultan Jambi Jadi Pelajaran; Pemberontakan vs Intervensi Pemerintah Hindia Belanda di Jambi Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Seperti (kerajaan-kerajaan) di wilayah lainnya, di wilayah yurisdiksi Kerajaan Jambi selain ada masa gemilang dan damai ada juga masa yang suram, tidak menentu, kekacauan yang pada akhirnya Pemerintah Hindia Belanda melakukan intervensi. Pemerintah Hindia Belanda lebih cenderung inervensi daripada aneksasi. Intervensi Pemerintah Hindia Belanda di Jambi bermula dari masa suram yang terjadi di wilayah kerajaan. Dalam hal ini kita meninjau masa dimaka kerajaan Jambi dipimpin oleh Sultan Mahmud Muhiddin (1812-1833) dan Sultan Muhammad Fakhruddin (1833-1841).


Dalam perkembangan lebih lanjut Kerajaan Jambi, pada tahun 1615 kerajaan disebut resmi menjadi kesultanan setelah Pangeran Kedah naik takhta dan menggunakan gelar Sultan Abdul Kahar. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906 dengan sultan terakhirnya Sultan Thaha Syaifuddin. Dalam daftar Raja/Sultan Jambi dicatat sebagai berikut (Wikipedia): Sultan Abdul Kahar (1615-1643); Pangeran Depati Anom/Sultan Abdul Djafri/Sultan Agung (1643-1665) Raden Penulis/Sultan Abdul Mahji/Sultan Ingologo (1665-1690) Raden Tjakra Negara/Pangeran Depati/Sultan Kiyai Gede (1690-1696) Sultan Mochamad Syah (1696-1740) Sultan Sri Ingologo (1740-1770) Sultan Zainuddin/Sultan Anom Sri Ingologo (1770-1790) Mas’ud Badaruddin/Sultan Ratu Sri Ingologo (1790-1812) Sultan Mahmud Muhiddin/Sultan Agung Sri Ingologo (1812-1833) Sultan Muhammad Fakhruddin bin Mahmud (1833-1841) Sultan Abdul Rahman Nazaruddin bin Mahmud (1841-1855) Sultan Thaha Syaifuddin bin Muhammad Fakhruddin (1855-1858) Sultan Ahmad Nazaruddin bin Mahmud (1858-1881) Sultan Muhammad Muhieddin bin Abdul Rahman (1881-1885) Sultan Ahmad Zainul Abidin bin Muhammad (1885-1899) Sultan Thaha Syaifuddin bin Muhammad Fakhruddin (1900-1904).

Lantas bagaimana sejarah kisah Sultan Jambi yang menjadi pelajaran? Seperti yang disebut di atas, Kerajaan Jambi sudah lama eksis dan perannya juga tetap penting pada era VOC/Belanda. Seiring waktu, zaman telah berubah, perubahan itu semakin drastic pada er Pemerintah Hindia Belanda. Pada era Pemerintah Hindia Belanda inilah diktehui catat tentang kisah Sultan Sultan Mahmud Muhiddin. Lalu bagaimana sejarah kisah Sultan Jambi yang menjadi pelajaran? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (26): Benteng Jambi pada Era VOC/Belanda hingga Era Hindia Belanda; Kasteel Fort Redoute Defensief Kampement


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada bentang di Jambi? Dimanakah posisi GPS Benteng Jambi. Dua pertanyaan ini tentulah penting dalam sejarah Jambi, karena bagian tidak terpisahkan dari sejarah (perjuangan) di Jambi. Seperti umumnya di wilayah lain, dimana dulu dibangun benteng, pada era Pemerintah Hindia Belanda bahkan sejak era VOC/Belanda, kerap dijadikan sebagai area dimana kota bermula, yang mana banyak kota-kota besar di Indonesia masa kini bermula di dalam benteng dari sekitar benteng. Kita sekarang berbicara tentang benteng di tengah Kota Jambi.


Benteng-benteng di Indonesia (baca: Nusantara/Hindia Timur) pada hakekatnya baru dimulai, dicatat pada era Portugis. Salah satu benteng Portugis yang terkenal di berada di Amboina, Fort Victoria. Benteng ini menjadi symbol awal pendudukan dan koloni Belanda di Hindia Timur tahun 1605. Seiring dengan relokasi pusat perdagangan Belanda dari Amboina ke Jakarta, 1619 dibangun benteng yang jauh lebih besar yang dikenal sebagai Kasteel Batavia. Benteng VOC/Belanda lambat laut semakin banyak, semakin meluas di berbagai wilayah seperti di Banten, Padang, Bogor, Semarang, Soerabaja dan Palembang. Benteng (fort) tersebut ada yang menjadi monument sejarah Belanda dan ada yang terus dipertahankan dan bahkan direnovasi untuk tujuan lain, seperti Fort Noordwijk di Batavia/Jakarta yang pada era Pemerintah Hindia Belanda disebut Fort Frederik Hendrik (kini area Masjid Istiqlal). Pada era Pemerintah Hindia Belanda di wilayah dimana cabang pemerintahan didirikan juga dilakukan pembangunan yang lebih kecil (redoute). Semakin penting fungsi militer dalam mendukung cabang pemerintah, fort dan redoute yang ada mulai dikembangkan menjadi suatu garinisun militer (defensief kampement). Garnisun militer inilah yang kita kenal masa ini sebagai sebagai markas militer dimana pusat komando militer berada (KODIM).

Lantas bagaimana sejarah benteng Jambi, era VOC/Belanda hingga era Hindia Belanda? Seperti yang disebut di atas, keberadaan benteng Belanda di Jambi sudah lama ada bahkan sejak era VOC/Belanda. Benteng (fort) di Jambi ini terus dipertahankan sebagai pertahanan (redoute). Lalu bagaimana sejarah benteng Jambi, era VOC/Belanda hingga era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.