Kamis, 20 Juni 2019

Sejarah Bekasi (1): Asal Mula Kota Bekasi di Sungai Bekasi; Perkembangan Tanah Partikelir dan Terbentuknya Pasar Bekasi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Bekasi, sejarah yang nyaris tidak pernah ditulis. Hanya beberapa kalimat sejarah Bekasi yang ditulis dan itu diulang-ulang hingga ini hari. Padahal Bekasi memiliki data historis yang juga terbilang lengkap. Apakah warga kota metropolitan Bekasi yang sekarang tidak ada yang tertarik untuk menulis sejarah Bekasi? Boleh jadi, karena kenyataannya sejarah Bekasi tidak pernah terdokumentasi dan didokumentasikan secara lengkap.

Kota Bekasi Tempo Doeloe di dalam Kota Bekasi Masa Kini
Awalnya data historis Bekasi saya masukkan pada folder Jakarta, tetapi ketika saya mulai menulis pasar Sabtu di Bekasi, saya baru menyadari bahwa data historis Bekasi seharusnya dibuat dalam folder sendiri agar dimungkinkan menulis serial artikel sejarah Bekasi. Itulah mengapa laman artikel sejarah Bekasi ini dibuat. Serial artikel sejarah Bekasi ini akan melengkapi sejarah kota-kota di Indonesia. Di dalam blog ini serial artikel sejarah kota yang sudah ada adalah Depok, Bogor, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Jogjakarta. Kota lainnya adalah Medan, Padang, Palembang, Makassar dan Ambon. Seperti halnya Bekasi, serial artikel sejarah Tangerang juga dimungkinkan segera menyusul.

Banyak faktor memang mengapa tulisan sejarah Bekasi tidak pernah terwujud. Itu secara bertahap akan terjelaskan nanti. Namun tidak kata terlambat untuk menulis sejarah Bekasi. Juga tidak ada salahnya menulis (ulang) sejarah Bekasi. Bekasi secara administratif pada masa kini adalah wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat. Akan tetapi secara historis, Bekasi modern harus dipandang sebagai bagian dari sejarah (residentie) Batavia (bukan Regentschap Preanger). Untuk memudahkan saja serial artikel sejarah kabupaten dan kota Bekasi ini kita sebut saja sejarah Bekasi. Mari kita mulai dari artikel pertama tentang asal usul terbentuknya kota Bekasi.

Kota Bekasi (Peta 1901)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Asal Mula Terbentuknya Kota Bekasi

Kota metropolitan Bekasi yang sekarang, masih sangat sederhana pada tahun 1900 (lihat Peta 1900). Pada pusat kota terlihat sejumlah bangunan. Bangunan utama adalah landhuis (pangkal jalan menuju Batavia). Bangunan lainnya adalah kantor kepala district (di belakang landhuis) dan kantor matri polisi dan penjara (di kanan depan landhuis). Di kiri depan landhuis terdapat mahkamah (landraad). Di seberang sungai terdapar pasar, Belum ada jembatan hanya dilalui menggunakan getek.

Kota Bekasi: Old en Now
Bangunan-bangunan ini pada masa kini dapat diidentifikasi sebagai lokasi berikut: Gedung mahkamah (landraad) kini menjadi Kantor Pengadilan Negeri; landhuis, kantor matri polisi dan penjara menjadi Polres Metro Bekasi Kota; kantor district Bekasi menjadi lingkungan sekolah; pasar kini dikenal sebagai Pasar Proyek. Jalan sebelah kiri dari utara ke selatan adalah jalan Veteran yang sekarang; sementara jalan sebelah kanan adalah jalan Pramuka. Di pertemuan kedua jalan ini di utara adalah stasion kereta api. Sedangkan jalan menuju landhuis kini menjadi jalan Sersan Marjuki. Jalan yang berada di sekitar pasar adalah jalan Mayor Oking yang sekarang. Jalan sejajar rel adalah jalan Ir. Juanda yang sekarang. Itulah beberapa situs tertua di kota metropolitan Bekasi.

Secara teknis, pasar ini dapat diakses dari segala penjuru angin: masing-masing dari barat dan timur, maupun dari utara dan selatan yang masing-masing memiliki jalan di kedua sisi sungai Bekasi. Di arah utara kota sudah terdapat jalur kereta api Batavia-Crawang. Halte.stasion berada di dekat persimpangan jalan barat-timur dan utara-selatan (stasion kereta api Bekasi yang sekarang).

Bataviasche courant, 26-04-1823
Nama pasar Bekasi paling tidak sudah disebut pada tahun 1823 (lihat Bataviasche courant, 26-04-1823). Dalam daftar pasar di Residentie Batavia ini, pasar terdekat dari pasar Bekasi adalah pasar Poelo Gadong, Tjilintjing, Tjabangboengin dan Pondok Gede. Adanya pasar, berarti adanya orang Eropa/Belanda. Sebab pendirian pasar yang dilakukan oleh pemilik land harus seizin pemerintah. Wilayah Batavia dari batas sungai Tjisadane di barat hingga batas sungai Tjitaroem di timur sejak era VOC sudah terbagi habis menjadi tanah-tanah partikelir (land). Dalam ketentuan pengaturan pajak pada tahun 1829 tercatat keterangan bahwa pasar Bekasi buka pada hari zaturdag (lihat Javasche courant, 24-11-1829). Penduduk cenderung mennyebut pasar Bekasi sebagai Pasar Sabtoe. Sebelumnya sudah pernah diberitakan keju produksi Bekasi sudah dikenal di Batavia (lihat Javasche courant, 09-07-1829).

Masih berdasarkan Peta 1900 ini, kota (huruf kecil) Bekasi masuk bagian dari land Telok Poetjoeng, Bekasi West en Rawa Pasoeng. Dari namanya menunjukkan gabungan dari tiga land sebelumnya. Tetangga terdekat land ini adalah land Tanah Doea Ratoes Lima Poeloeh dan land Bekasi Oost. Di masing-masing land ini terdapat sejumlah kampong. Land partikelir sebagai negara dalam negara, pemilik land (landheer) juga menguasai penduduk. Land Bekasi diduga kali pertama dibuka oleh keluarga Riemsdijk sejak era VOC. Luas lahan keluarga Riemsdijk mulai dari Ujung Menteng di barat hingga timur sungai Bekasi dan dari muara sungai Bekasi hingga Bantar Gebang.

Land-land di Bekasi diduga kuat sudah terbentuk sejak era VOC. Sebagaimana disebutkan bahwa pasar Bekasi didirikan pada tahun 1752. Ini berarti pendirian pasar ini terkait dengan keberadaan land dan pemilik land. Dalam catatan tertua yang ditemukan bahwa pemilik pertama land Bekasi adalah Jeremis van Riemsdijk (pemilik land Antjol). Kebijakan pendirian pasar di wilayh pedalaman dimulai pada era Gubernur Jenderal van Imhoff (1743-1750) yakni mendirikan pasar Tjiloear (setelah sebelumnya tahun 1737 didirikan pasar Vincke (kini pasar Senen). Pasar lainnya yang didirikan setelah itu antara lain pasar Tangerang, Pasar Tanah Abang dan pasar Bidara Tjina (Meester Cornelis). Lalu pada gilirannya didirikan pasar Bacassie.  .

Pada tahun 1818, keluarga Riemsdijk menjual sejumlah properti dan lahan, lima diantaranya berada di Bekasi (lihat Bataviasche courant, 24-10-1818). Land-land tersebut adalah (1) land Poelo Mamandang, Bogor, Rawa Bogor dan Babelan yang berbatasan dengan kampong Toeri, di sebelah timur berbatasan sungai Bekasi; di sebelah barat berbatasan dengan land Oedjoeng Menteng, di sebelah selatan berbatasan dengan land Kabalen dan di sebelah utara berbatasan dengan lahan-lahan sewa perseorangan; (2) land Moeara Bekasi atau Pondok Doea, di sebelah utara berbatasan dengan sungai Bekasi, di sebelah barat dan selatan berbatasan sungai Bekasi dan pantai; sebelah timur berbatasan dengan sungai Sambilangan; (3) land Sambilangan, di sebelah utara dan barat laut berbatasan dengan sungai Bekasi dan sungai Sambilangan, di sebelah selatan berbatasan dengan land Bandongan, sebelah timur berbatasan dengan kepemilikan J Bonte Cs; dan sebelah selatan berbatasan dengan land Cratan milik kaptein Konne; (4) land Tandjong, di sebelah timur, barat dan utara berbatasan sungai Bekasi; di sebelah selatan berbatasan dengan kepemilikan J Bonte Cs; (5) land Soengie Boeaja, di sebelah utara berbatasan dengan pantai, di sebelah barat daya dan barat laut berbatasan dengan sungai Bekasi; di sebelah timur berbatasan dengan land milik kapt Konne dan land milik J Wolff Cs; (6) Soengie Laboe, di sebelah barat sungai Bekasi, di sebelah utara, barat dan selatan berbatasan sungai Bekasi, di sebelah selatan dan timur milik kapt Konne.

Willem Vincent Helvetius Riemsdijk adalah anak dari Gubenur Jenderal Jeremias van Riemsdijk (1775-1777). Jeremias van Riemsdijk juga adalah pemilik land Antjol. Besar dugaan land di Bekasi adalah warisan dari ayahnya yang meninggal tahun 1777. Hasil penjualan ini diduga digunakan Willem Vincent Helvetius Riemsdijk untuk membeli land subur di Tjiampea. Generasi ketiga keluarga Riemsdijk ini juga meneruskan usaha pertanian yang dirintis oleh sang kakek. Keluarga Riemsdijk termasuk satu diantara tujuh keluarga Indo (lahir di Hindia) yang terbilang sukses di awal Pemerintah Hindia Belanda sebagaimana ditulis PC Bloys van Treslong Prins dengan judul De Indo Europeesche Families yang dimuat dalam surat kabar Bataviaasch nieuwsblad, 26-08-1933.

Jeremias van Riemsdijk telah memiliki land Bekasi jauh sebelum dia menjadi Gubenur Jenderal (1775-1777). Semua gubernur jenderal sebelum Riemsdijk memiliki lahan di daerah aliran sungai Tjiliwong. Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750) pemilik land Bloeboer (kini kota Bogor); Jacob Mossel (1750-1761) membeli land Wetevreden (Senen); Petrus Albertus van der Parra (1761-1775) pemilik land Tjimanggis dan land Simplicitas (Pondok Laboe dan Lebak Boeloes) serta kemudian membeli land Weltevreden dari Jacob Mossel; Jeremias van Riemsdijk, sebelum memiliki land Bekasi sudah memiliki land Antjol. Jeremias van Riemsdijk besar dugaan adalah pionir di daerah aliran sungai Bekasi.

Fort Bacassie di muara sungai Bekasi (Peta 1724)
Situasi di land Bekasi pada tahun 1724 tentu masih kosong dan tidak ada yang diidentifikasi nama kampong (lihat Peta 1724). Nama-nama kampong hanya ditemukan di hulu sungai Bekasi dan sungai Crawang (Tjitaroem). Di hulu sungai Bekasi di sekitar pertemuan sungai Tjikeas dan sungai Tjilengsi di Bantar Gebang; di hulu suungai Tjitaroem terdapat di sekitar pertemuan sungai Tjibeet dengan sungai Tjitaroem di sekitar Tanjung Pura, Krawang yang sekarang. Keberadaan VOC baru terdeteksi di benteng (fort) Tandjong Poera dan di benteng (fort) Bacassie di muara sungai Bekasi. Sebagaimana benteng Meester Cornelis (di Jatinegara sekarang), benteng Tandjoeng (di Pasar Rebo yang sekarang) dan benteng Padjadjaran (di Bogor), benteng (fort) Bekasi di muara sungai Bekasi menjadi pendahulu munculnya pembentukan land. Hanya satu nama kampong (besar) yang telah diidentifikasi di sungai Bekasi, yakni Bantar Gebang (di hulu sungai Bekasi dan di hilir pertemuan sungai Tjikeas dan sungai Tjilengsi). Kampong-kampong kecil tidak/belum terindentifikasi (atau memang belum ada?).

Register (peta) land, 1775
Wilayah yang berada di daerah aliran sungai Bekasi mulai dari muara di pantai hingga ke (kampong) Bekasi diduga kuat dibeli oleh Jeremias van Riemsdijk. Seperti terlihat dalam peta land tahun 1775 land Bekasi ini berada di sisi timur land Tanah Doea Ratoes. Land Bekasi ini bernomor 20. Dalam hal ini Rawa Pangoelan juga termasuk land Bekasi. Dalam perkembangannya kemudian lahan warisan Jeremias van Riemsdijk secara bertahap dijual sang anak Willem Vincent Helvetius Riemsdijk persil per persil lahan mulai dari bagian hulu sungai Bekasi (yang paling jauh dari land Antjol). Lima persil lahan yang berada di hilir sungai Bekasi yang dijual Willem Vincent Helvetius Riemsdijkn pada tahun 1818 diduga adalah persil terakhir dari warisan Jeremias van Riemsdijk di land Bekasi.

Land Bekasi pada era VOC sudah barang tentu lebih mudah diakses dari pantai melalui sungai Bekasi. Ini dapat dikaitkan dengan keberadaan fort Bekasi di muara sungai Bekasi dan juga keberadaan landhuis Jeremias van Riemsdijk di land Antjol yang merupakan jarak terdekat ke land Bekasi. Atas dasar inilah landhuis Jeremias van Riemsdijk di land Bekasi dibangun di sungai Bekasi (sisi barat). Tidak jauh dari landhuis di seberang sungai kemudian didirikan pasar sebagai simpul perdagagangan di daerah aliran sungai Bekasi.

Landhuis adalah rumah bagi pemilik land (landheer) yang menjadi pusat di dalam land. Landhuis sebagai pusat land juga didampini oleh bangunan-bangunan lain untuk tempat para pekerja, gudang dan lumbung serta bangunan untuk istal. Landhuis menjadi semacam hoofdplaat (ibukota). Untuk memusatkan transaksi perdagangan landheer mendirikan pasar (tidak jauh dari landhuis). Landheer di satu sisi menyiapkan bangunan pasar, di sisi lain landheer memungut retribusi terhadap pedagang (pedagang barang industri atau pedagang komoditi pertanian). Pemerintah mengenakan pajak terhadap pendapatan pemilik land yang berasal dari retribusi sebesar lima persen.

Perubahan-perubahan kepemilikan menjadi sebab land dipecah menjadi terbentuk land-land kecil dan juga pada gilirannya kemudian dapat mengalami penggabungan kembali. Siapa yang membeli land Bekasi milik keluarga Riemsdijk dan apakah penjualannya dalam satu paket tidak diketahui secara pasti. Yang jelas pada tahun 1829 salah satu pemilik land JP Barends menjual land Moara Bakassi atau Pondok Soga (lihat Javasche courant, 13-06-1829).

Sungai Bekasi merupakan gabungan dari sungai Tjilengsi dan sungai Tjikeas di Bantar Gebang. Tidak pernah disebut nama sungai Bekasi dengan menggunakan sebutan ‘tji’ (sungai dalam bahasa Soenda). Tidak diketahui apakah nama kampong membentuk nama sungai atau sebaliknya nama sungai membentuk nama kampong. Yang jelas ada hubungan yang kuat antara nama kampong dengan nama sungai, seperti: Tipinang, Tjilengsi, Tjikeas dan Tjikarang. Akan tetapi di daerah pengaliran sungai besar seperti Tjiliwong, Tjisadane dan Tjitaroem tidak ditemukan nama kampong Tjiliwong, Tjisadane dan Tjitaroem. Tiga sungai besar ini merujuk ke hulu (kerajaan Pakwan-Padjadjaran?). Popularitas nama sungai di hulu ke pantai menjadi penanda navigasi dari jaman kuno.  Seperti halnya sungai Bekasi, beberapa sungai yang lebih kecil yang lebih dekat pantai seperti sungai sungai Soenter, sungai Djambe dan sungai Tamboen juga tidak pernah menggunakan nama ‘tji’. Sungai-sungai ini juga memiliki nama kampong, seperti kampong Bekasi, kampong Soenter, kampong Tamboen, kampong Telok Djambe. Hal ini juga ditemukan di sisi barat sungai Tjiliwong yakni sungai Bata, sungai Grogol, sungai Psanggrahan dan sungai Kroekoet. Ini mengindikasikan bahwa sungai-sungai ini tidak terlalu penting di hulu tetapi sangat penting di hilir. Dari indikasi ini mungkin anda berpikir bahwa nama sungai dan kampong Bekasi dipengaruhi oleh sisi luar daripada sisi pedalaman. Seperti halnya sungai Tjiliwong, sungai Tjisadane dan sungai Titaroem, sungai Bekasi di jaman doeloe dapat diakses dari pantai. Tidak ada informasi sungai Bekasi dapat diakses hingga ke kampong Bantar Gebang (pertemuan sungai Tjilengsi dan sungai Tjikeas yang membentuk sungai Bekasi). Tentu saja masih sangat deras. Nama Bantar Gebang diduga berasosiasi ke pedalaman dimana terdapat nama kampong Bantar Djati dan Bantar Kemang. Sungai Tjikeas bermula di kampong Bantar Djati dan sungai Tjilengsi bermula di kampong Bantar Kemang. Lantas darimana asal usul nama Bekasi? Ah, itu mah sulit diketahui, karena sungai Bekasi sudah ada sejak jaman kuno (seperti halnya sungai Tjiliwong sungai Tjisadane dan sungai Tjitaroem). Selama ini ada anggapan asal-usul nama Bekasi dihubungkan dengan interpretasi Poerbatjaraka. Itu jelas sangat lemah (hanya mengada-ada).

Boleh jadi dalam hal ini JP Barends adalah salah satu pembeli lahan-lahan yang dulu dimiliki oleh keluarga Riemsdijk. Catatan: Hanya dari Pondok Soga ada jalan darat ke Bekasi (atau sebelakinya). Dari Pondok Soga ke pantai (Tandjoeng) hanya jalan setapak dan umumnya dilalui melalui jalan sungai. Dari Pondok Soga ke Bekasi juga dapat dilakukan jalan sungai, tetapi jalan darat lebih cepat pada musim kering. Pada masa lampau Moeara adalah pelabuhan utama di pedalaman di daerah aliran sungai Bekasi.

Orang-orang Eropa/Belanda pada dasarnya adalah pionir. Mereka berani berinvestasi lahan meski jauh dan sulit diakses. Namun para investor Eropa/Belanda mengikuti cara mereka berpikir yakni motif keuntungan. Jika dianggap tidak menguntungkan lagi lalu dijual. Penjualan lahan oleh orang Eropa/Belanda juga bisa disebabkan karena meninggal lalu warisan dijual sebelum dibagi atau dijual karena kembali ke Eropa/Belanda. Pada situasi inilah investor Tionghoa masuk dan membeli lahan-lahan yang dijual. Orang Tionghoa tidak seperti orang Eropa/Belanda yang sangat mengandalkan tenaga kerja (upahan), sebaliknya orang Tionghoa berani melakukan sendiri dengan sedikit bantuan para pekerja upahan. Orang-orang Tionghoa menjadi landheer lebih pada sebagai cara hidup (membuka kehidupan baru di dalam land).

Pada saat keluarga Riemsdijk menjual land Bekasi pada tahun 1818, land tetangga di sebelah barat yakni di land Oedjoeng Menteng sudah dimiliki oleh seorang Tionghoa. Pada tahun 1833 diketahui bahwa lahan-lahan yang berada Bekasi di bagian utara ke arah pantai sudah dimiliki sepenuh oleh Lim Kee Seeng (lihat Javasche courant, 03-07-1833). Disebutkan ada sembilan land termasuk beberapa land yang dulu dimiliki oleh keluarga Riemsdijk. Para investor Tionghoa terus bertambah. Land Tjilengsi juga sudah dimiliki oleh investor Tionghoa dan demikian land Tjibaroesa sudah disewakan orang Eropa/Belanda pemilik land Tjibinong kepada investor Tionghoa.  Land Tjibaroesa tidak terlalu subur tetapi sangat banyak menghasilkan sarang burung (walet). Investor Tionghoa juga dikabarkan bahwa land Telok Poetjoeng sudah dimiliki oleh Lauw Tek Lok (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-10-1853). Singkatnya: land-land produktif masih dikuasai oleh investor Eropa/Belanda, tetapi land-land marjinal sudah diambilalih orang para investor Tionghoa. Boleh jadi semua land di district Bekasi di sisi timur sungai Soenter hingga sisi barat sungai Tjitaroem plus land Tjibaroesa dan land Tjiliengsi sudah dimiliki oleh para investor Tionghoa. Pada tahun-tahun ini, land Tjimanggis, land Pondok Tjina dan land Tjinere sudah diakuisisi oleh para investor Tionghoa.

Ada perbedaan besar antara orang Eropa/Belanda dengan penduduk asli (pribumi), tetapi orang pribumi hanya sedikit perbedaan dengan orang-orang Tionghoa. Orang Eropa/Belanda cenderung bersifat rasial (perbudakan ditoleransi), sementara orang Tionghoa lebih membumi. Hanya beda-beda tipis antara orang Tionghoa dengan orang pribumi. Akan tetapi perbedaan yang tipis ini menjadi isu yang besar ketika para pemimpin lokal mulai menyadari kecenderungan (kebijakan) orang Eropa/Belanda (baik pejabat pemerintah maupun pengusaha swasta) menempatkan orang pribumi sebagai warga kelas tiga. Gesekan-gesekan juga mulai muncul, tidak hanya terhadap orang Eropa/Belanda tetapi juga terhadap orang-orang Tionghoa yang secara perlahan-pelahan menjadi penguasa land di seluruh (ditrict) Bekasi.

Residentie Batavia berbatasan dengan Residentie Bantam, Residentie Krawang dan Residentie Preanger Regenschappen. Residentie Batavia terdiri dari: Stad en Voorsteden; Afdeeling Tangerang; Afd. Meester Cornelis; Afd. Bekassi; dan Afd. Buitenzorg. Untuk kepala daerah di Bekasi paling tidak sudah diketahui tahun 1828 dengan sebutan schout (lihat Javasche courant, 14-02-1828). Disebutkan bahwa pajak kuda dan jalan di Meester Cornelis dilakukan oleh Asisten Residen dan untuk wilayah Oosterkwartier dilakukan oleh Schout di Bekasi. Schout ini adalah orang Eropa/Belanda. Saat inilah, ketika Pasar Bekasi telah berkembang pesat dijadikan sebagai ibukota Bekasi. Ibukota Bekasi ini adalah suatu hoofdplaat (tempat utama) tempo doeloe yang telah dirintis sejak era land Bekasi semasih dimiliki oleh keluarga Riemsdijk.

Keberadaan tangsi polisi di kota Bekasi paling tidak diketahui tahun 1853 (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-10-1853). Cakupan wilayah polisi Bekasi ini, selain land Pondok Gede (yang memang masuk wilayah Bekasi) juga diperbantukan ke land Tjilengsie (wilayah terjauh dari afdeeling Buitenzorg). Oleh karenanya, adakalanya land Tjilengsi dan land Tjibaroesa dianggap wilayah Bekasi. Dalam struktur pemerintahan di Residentie Batavia sebagaimana dicatat dalam Almanak 1869, Resident berkedudukan di Stad en Voorsteden. Masing-masing asisten residen di Tangerang, Meester Cornelis dan Buitenzorg. Untuk Afdeeling Bekassi, asisten residen dirangkap oleh Asisten Resident Meester Cornelis. Oleh karena itu secara keseluruhan disebut afdeeling Meester Cornelis en Bekassi terdiri dari empat distrik. Asisten Residen Meester Cornelis adalah Mr. ERJC de Kuijper (sejak November 1967). Schout te Bekassi FJB Maijer (sejak Mei 1867); Djaksa te Bekassi Raboedien (sejak 1861); Luitenant der Chinezen te Bekasssi Lauw Tek Lok (sejak 1854). Struktur di Afdeeling Buitenzorg sedikit berbeda yang terdiri dari Asisten Resident di Butenzorg dan masing-masing demang di Buitenzorg, di Parong dan di Tjibaroessa. Dalam perkembangannya, pemerintah menerapkan sistem pemerintahan pada tingkat lokal dan membangun sistem peradilan setempat (landraad). Pemerintahan lokal di berbagai wilayah yang mengandalkan para raja atau sultan, di Residentie Batavia mulai ditingkatkan peran seorang Demang sebagai kepala district. Perangkat pemerintahan diperkuat dengan pembentukan pengadilan rakyat (Landraad), pengangkatan djaksa plus mantri polisi dan para penghulu. Dalam perkembangan berikutnya Regentschap Meester Cornelis dibagi menjadi tiga district, yaitu: Meester Cornelis, Kebajoran dan Bekasi. Dalam perkembangan selanjutnya di bawah district juga dibentuk onderdistrict.

Pasar Bekasi terus tumbuh sebagai pusat perdagangan yang penting di district Bekasi. Land Bekasi terpecah-pecah menjadi land-land kecil. Masing-masing pemilik land membangun jalan sendiri apakah membangun baru atau meningkatkan jalan yang sudah ada. Pasar Bekasi menjadi penanda navigasi terpenting di dalam perkembangan jaringan jalan yang semakin meluas di district Bekasi.

Javasche courant, 26-05-1831
Respon para pemilik land ini pada dasarnya dipicu oleh kebijakan pemerintah dalam pengembangan jalan secara regional. Pada tahun 1831 Gubernur Jenderal mengeluarkan resolusi tanggal 16 April No 23 tentang penetapan ruas jalan (lihat Javasche courant, 26-05-1831). Di dalam resolusi ini disebutkan bahwa jalur kereta (kuda dan kerbau) melalui intervensi pemilik land dan juga populasi asli akan dipertahankan, ditingkatkan dan dalam kondisi baik (antara lain) di jalan sepanjang jalan raya dari Bacassie via Poeloe Gadung ke Pondok Bamboe; jalan dari Tjiligsie di selatan Pondok Gedee ke Pondok Bamboo; jalan dari Pondok Bambu ke Meester Cornelis.

Sesuai resolusi tahun 1831 antara pemerintah dan pemilik land telah terjadi sinergi. Pasar Bekasi ke Meester Cornelis lambat laun sudah terhubung (via land Poelo Gadong) secara baik. Tidak hanya sekadar terhubung tetapi mutunya juga terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Lalu lintas air melalui sungai Bekasi ke pantai tempo doeloe tamat sudah.

Pada tahun 1836 kembali pemerintah mengeluarkan resolusi tentang jalan (lihat  Javasche courant, 30-01-1836). Resolusi bertanggal 28 Januari 1836  Nomor 24 tersebut menyatakan bahwa jalan dibagi ke dalam tiga kelas. Untuk jalan kelas satu adalah sebagai berikut: (1) De weg van Batavia, over Tangerang naar Bantam; (2) De weg van Meester-Cornelis, over Buitenzorg en den Megamendong naar de Preanger Regentschappen; en (3) De weg van Batavia, naar Meester Cornelis en van daar, over Poeloe Gadong en Bakassie, naar het Krawangsche.   

Pada peta regional yang lebih tua (Peta 1840) Bekasi hanya terhubungan dengan tiga tempat dengan status jalan poros yakni dari dan ke Tjakoeng (barat), Tjilengsie (selatan) dan Tjikarang (timur). Jalan ke utara (searah sungai Bekasi ke pantai) tidak penting lagi (lebih mudah diakses dari Tjilintjing). Selanjutnya gambaran infrastruktur jalan pada tahun 1869 antara Bekasi dan Meester Cornelis sudah mencerminkan jalan poros utama (sebelah timur Batavia).

Kota Bekasi (Peta 1840)
Rute jalan dari dari Meester Cornelis ke kota Bekasi adalah sebagai berikut: (1) Dari Meester Cornelis ke timur melalui land Tjipinang lalu ke utara melalui land Poelo Gadong dan seterusnya melalui land Tjakoeng, land Oedjoeng Menteng. Selanjutnya dari land Odjoeng Menteng ke arah selatan melalui land Bekasi West (Krandjie) dan kemudian menuju Bekasi. (2) Di jalur selatan mulai dari land Tjibinong, malalui land Tjitrap dan land Klapanoenggal. Ke arah utara menuju land Tjilengsi melalui Bantar Gebang ke Bekasi (pertemuan sungai Tjiliengsi dan sungai Tjikeas di Batar Gebang yang kemudian ke hilir disebut sungai Bekasi). Ke arah timur dari land Klapanoenggal ke land Tjibaroesa. Dari land Tjbaroesa terhubung langsung ke Lemah Abang di land Tjikarang. (3) Di jalur timur dari Bekasi ke land Tjikarang. Dari land Tjikarang menuju timur ke Crawang. (4) Di jalur utara dari Bekasi ke land Telok Poetjoeng dan land Babelen. Jalur ini adalah jalur kuno dari Bekasi melalui sungai Bekasi ke pantai utara. Satu hal yang perlu dicatat disini hingga tahun 1869 land Pondok Gede (meski masuk district Bekasi) tidak terhubung dengan Pasar Bekasi, Jalur ekonomi perdagangan land Pondok Gede adalah lintas utara-selatan dari land Tjipinang ke land Tjibinong dengan urutan sebagai berikut: Land Tjipinang, land Pondok Bamboe, land Pondok Gede, land Makassar, land Pondok Ranggon, land Tapos dan land Tjilangkap. Jalur dari land Tjipinang ke Bekasi melalui land Bekasi West belum terbentuk.

District Bekasi tumbuh dan berkembang dengan caranya sendiri. Perkembangan wilayah di Regenrschap Meester Cornelis di sekitar sungai Tjiliwong (selatan Batavia) lebih pesat jika dibandingkan dengan wilayah sekitar sungai Bekasi (timur Batavia). Wilayah sisi barat sungai Tjiliwong masuk wilayah district Kebajoran sedangkan sisi timur sungai masuk wilayah District Mester Coenelis. Dua district ini relatif lebih kondusif jika dibandingkan dengan district Bekasi.

Kota Bekasi, Tjikarang, Tamboen dan Tjikarang (Peta 1901)
Di district Bekasi hanya dua kota (town) utama. Yang terbesar adalah kota (town) Bekasi, kemudian disusul kota Tjikarang. Dua kota lainnya adalah Tamboen dan Lemah Abang. Empat kota ini berada di garis sejajar ke timur di Crawang. Kota Bekasi dan kota Lemah Abang terhubung ke selatan di Tjibaroesa. Hubungan Tjibroesa sangat dekat dengan Lemah Abang. Wilayah-wilayah di pantai terhubung dengan Bekasi dan Tjikarang. Kelak dari Tjikarang dibangun kanal menuju sungai Bekasi di Moeara. Dari Moeara ke laut, sungai Bekasi divermak menjadi kanal besar.

Pertumbuhan dan perkembangan kota Bekasi di pengaruhi oleh banyak faktor. Tidak hanya karena posisi geografisnya di sungai besar Bekasi dan secara geografis dekat dengan Meester Cornelis, juga karena faktor pembangunan moda transportasi kereta api dan pengembangan sistem kanal irigasi.

Kota Bekasi di sisi sungai Bekasi, 1880
Setelah akses Bekasi dari pantai di utara mulai meredup, pertumbuhan dan perkembangan kota Bekasi semakin menguat karena perkembangan yang terjadi di selatan, (Tjilengsi dan Tjibaroesa) yang berpangkal di Tjibinong.

Pertumbuhan kota Bekasi juga dipengaruhi oleh keberadaan pasar Bekasi. Pasar Bekasi hanya satu-satunya pasar di sepanjang daerah aliran sungai Bekasi. Transportasi sungai selain ke hilir, dari kota Bekasi ke laut, juga pelayaran dilakukan ke hulu hingga ke Bantar Gebang (kampong yang diduga paling tua di daerah aliran sungai Bekasi). Dalam hal ini Pasar Bekasi telah menjadi simpul perdagangan sejak masa lampau hingga terbentuknya moda transportasi kereta api.

Jembatan bambu di atas sungai Tjitaroem, 1895
Pasar Bekasi pernah terbakar tahun 1883 (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 06-07-1885). Disebutkan pada malam tanggal 24 hingga tanggal 25 pasar Bekasi terbakar menghanguskan 13 rumah. Jembatan bambu di atas sungai Tjitaroem, 1895

Demikianlah asal usul terbentuknya kota Bekasi. Pertumbuhannya dimulai dari lalu lintas air kemudian berkembang menjadi lalu lintas darat. Pembangunan jalur kereta api ke Bekasi menjadi fase kedua pertumbuhan kota Bekasi. Pembangunan jembatan Bekasi menjadi fase baru dalam perkembangan kota Bekasi berikutnya.

Jembatan Bekasi ini dibangun pada tahun 1913 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-03-1913). Disebutkan pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan jembatan untuk lalu lintas normal di sebelah jembatan kereta api di Bekasi dengan nilai sebesar f44.680’.

Pembangunan jembatan Bekasi ini diintegrasikan dengan peningkatan (mutu) jalan dari Meester Cornelis ke Bekasi dan Krawang (lihat  Bataviaasch nieuwsblad, 09-05-1913). Disebutkan dewan regional (Gewestelijke Raad) menyetujui laporan resmi proses perekaman pekerjaan yang diselesaikan yakni perbaikan bagian jalan besar dari Meester Cornelis ke Bekasi dan Krawang yang berlokasi antara batas afdeeling dan paal 12. Dengan demikian hingga tahun 1913 kota Bekasi telah terhubung oleh tiga moda transportasi (sungai, kereta api dan jalan raya). Itulah awal terbentuknya kota Bekasi.


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

1 komentar: