Kamis, 24 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (437): Pahlawan Indonesia - Dr Tarip Siregar Peneliti Terbaik Hindia Belanda; Kakek Dr Sangkot Marzuki

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Tarip Siregar? Hanya sejumlah pihak yang mengenal nama Tarip Siregar sebagai dokter hewan. Sejarah Tarip Siregar tampaknya kurang terinformasikan. Padahal Dr Tarip Siregar pernah mendapat perhatian Pemerintah Hindia Belanda sebagai peneliti terbaik. Dr Tarip Siregar, lulusan sekolah kedokteran hewan Veeartsenschool di Buitenzorg (kini Bogor) tahun 1914 berhasil memberantas penyakit cacing pita pada ternah kerbau. Prestasi ini diberikan beasiswa kepada Dr Tarip Siregar melanjutkan studi kedokteran hewan di Universiteit te Utrecht 1927.

Dr Tarip Siregar adalah dokter hewan terkenal pada era Hindia Belanda. Itu semua karena hasil kerja kerasnya di lapangan dalam menangani kesehatan ternak di berbagai daerah. Ibarat masa kini, Dr Tarip Siregar terkenal seperti Prof Dr Sangkot Marzuki yang terkenal (Direktur Lembaga Eijkman Jakarta). Kedua nama ini memang ada kaitan. Dr Tarip Siregar adalah kakek dari Prof Dr Sangkot Marzuki. Dr Tarip Siregar menikah dengan saudara perempuan (kakak) Sanoesi Pane, sastrawan terkenal era Hindia Belanda. Satu dokter hewan lagi yang juga terkenal pada era Hindia Belanda adalah Dr Anwar lulus dari Veeartsenschool Buitenzorg tahun 1930 yang berhasil menyusun pedoman pengawasan daging hewan untuk diterapkan di seluruh wilayah Hindia Belanda hingga ke desa-desa (lihat De Indische courant, 27-06-1941). Dr Anwar adalah ayah dari Prof Dr Andi Hakim Nasoetion (rektor IPB Bogor 1978-1987).. 

Lantas bagaimana sejarah Tarip Siregar? Seperti disebut di atas, Dr Tarip Siregar pernah diakui Pemerintah Hindia Belanda sebagai peneliti terbaik. Apakah prestasi ini telah menurun kepada cucunya Prof Dr Sangkot Marzuki? Like Grandfather Like Grandson. Lalu bagaimana sejarah Tarip Siregar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (436): Pahlawan Indonesia - Tan Boen Aan Insinyur Teknik Sipil; Detik-Detik Berakhir THS Bandoeng

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tan Boen Aan bukanlah Tan Boen An tokoh politik di Medan. Tan Boen Aan adalah aktivis muda Tionghoa lulusan fakultas teknik THS di Bandoeng. Pada era pendudukan Jepang, Ir Tan Boen Aan cukup aman dan tetap mendapat tempat di dalam pemerintahan. Boleh jadi karena Ir Tan Boen Aan cukup dekat dengan golongan nasionalis. Satu tempat yang penting bagi Ir Tan Boen Aan adalah salah satu anggota DPR pada  era Republik Indonesia sebagai salah satu diantara perwakilan minoritas Cina/Tionghoa.

Tan Boen Aan atau Adil I[s]manto (lahir di Banjarnegara pada 14 Agustus 1918) adalah seorang politikus Tionghoa-Indonesia. Dari masa pendudukan Jepang sampai kemerdekaan Indonesia, ia menjabat sebagai insinyur Jawatan Pekerjaan Umum (irigasi wilayah Brantas). Ia tergabung dalam Partai Sosialis Indonesia. Pada masa Republik Indonesia Serikat, ia menjabat sebagai anggota DPR mewakili Jawa Timur. Pada masa Demokrasi Parlementer, tahun 1950-1959, ia menjadi salah satu dari delapan orang peranakan Tionghoa menjadi anggota legislatif, yang lainnya adalah Tan Po Gwan, Tjoa Sie Hwie, Tjung Tin Jan, Teng Tjin Leng, Siauw Giok Tjhan, Tjoeng Lin Sen (kemudian Tio Kang Soen), dan Yap Tjwan Bing (kemudian Tony Wen atau Boen Kim To). (Wikipedia)   

Lantas bagaimana sejarah Tan Boen Aan? Seperti disebut di atas, Tan Boen Aan adalah tokoh Cina/Tionghoa yang dibedakan dengan Tan Boen An di Medan. Tan Boen Aan adalah aktivis organisasi Tionghoa lulusan THS Bandoeng yang cukup dekat dengan golongan nasionalis yang menjadi passwordnya menjadi anggota DPR pada sidang ke-VI di Jogjakarta. Lalu bagaimana sejarah Tan Boen Aan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.