Selasa, 20 Desember 2022

Sejarah Madura (48): Haji di Madura, Orang Madura Naik Haji; Orang Batak Naik Haji dan Sejarah Perjalanan Haji Tempo Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Orang Madura Naik Haji. Demikian judul buku yang ditulis Abdul Mukti Thabrani diterbitkan Diva Press, 2017. Haji sendiri adalah rukun Islam. Buku tersebut telah menambah daftar buku terdahulu: Orang Jawa Naik Haji (1983) dan Orang Batak Naik Haji (2002). Buku Orang Batak Naik Haji ditulis oleh Baharuddin Aritonang yang sekampong dengan saya di Padang Sidempuan. Saya belum pernah bertemu dengan beliau secara langsung, tetapi kami berdua pernah menyampaikan materi dalam satu seminar online (webinar) tanggal 28 Oktober 2021 dalam memperingati Sumpah Pemuda dengan tema: ‘Sejarah Pergerakan Pemuda Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) di Kancah Nasional’. 


Naik Haji di Masa Kolonial menutip buku Hadji Tempo Doeloe: Kisah Klasik Berangkat Haji Zaman Dahulu oleh Emsoe Abdurrahman. MCP Publishing, 2016. Buku ini mencatat sejarah tragis jamaah haji di masa tersebut. RAA Wiranatakusuma, salah seorang pencatat fenomena haji saat itu, melakukan ibadah haji adalah penderitaan hidup yang sangat mungkin berujung pada kematian (hlm. 197). Apa yang dikatakan Wiranatakusuma didukung oleh data arsip pemerintah Belanda bahwa dari jumlah jamaah haji Hindia Belanda (Indonesia), lebih separo yang tidak pulang ke kampung halamannya (hlm. 21). Mereka boleh jadi meninggal dunia karena kelelahan, kehabisan bekal, dibunuh para perampok di pedalaman Hijaz atau dijual sebagai budak. Snouck Hurgronje menulis bahwa dia pernah bertemu dengan seorang haji asal Jawa yang menghabiskan waktu 3 tahun perjalanan ke Makkah (hlm. 17). Pada awal abad 19, persoalan transportasi bisa diatasi. Namun, belum tuntas menyelesaikan tragedi jamaah haji sepenuhnya banyak jamaah haji yang ditipu sehingga bekal mereka habis sebelum sampai di Makkah (hlm. 29). Sebagian lagi sampai ke Makkah, namun tidak sempat pulang karena semua harta mereka diperas habis-habisan oleh syekh tersebut, paling tragis, mereka dirampok, dibunuh atau dijual sebagai budak di pedalaman Hijaz (hlm. 196). Pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan agar semua jamaah haji memiliki pas perjalanan yang ditandatangani pemerintah Belanda dan konsulat Belanda yang ada di Jeddah. Buku ini tidak hanya menyajikan data-data historis yang diambil dari arsip dan buku yang ditulis penulis Belanda serta peneliti Indonesia, namun juga menyertakan gambar penting kapal uap serta penampilan jamaah haji saat itu (https://radarmadura.jawapos.com/).

Lantas bagaimana sejarah haji di Madura, dan orang Madura naik Haji? Seperti disebut di atas, haji adalah rukun Islam. Oleh karenanya menjadi kewajiban setiap pribadi. Dalam hal ini buku dan sejarah perjalanan haji menjadi menarik dimana orang Madura, orang Batak dan orang Jawa naik haji menjadi judul buku. Dalam hal ini kita tidak sedang membicarakan buku-buku tersebut tetapi tentang sejarah haji dan perjalanan haji itu sendiri. Lalu bagaimana sejarah haji di Madura, dan orang Madura naik Haji? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (47): Masjid di Madura, Masjid Agung Sumenep Tertua di Madura? Penyebaran Agama Islam di Pulau Madura


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Masjid adalah salah satu symbol (wujud) peradaban (agama)_Islam di suatu tempat. Masjid dibangun jika jamaah (pengikutnya) sudah cukup untuk memulai membangun masjid, Masjid sekecil apapun ukurannya. Sebagaimana diketahui, sebelum agama Islam menyebar di nusantara, yang tersebar luas dengan peradaban yang tinggi adalah komunitas (agama) Hindoe-Boedha yang mana pada saat itu sudah mulai terbentuk komunitas Islam di Tanah Batak di pantai barat Sumatra (Baroes). Dalam hal ini sejarah masjid didahului sejarah penyebaran (agama) Islam. Bagaimana keduanya bermula di pulau Madura?


Sepenggal Sejarah Masjid Agung Sumenep. Ihram Co. Id. Jakarta. Masjid Agung Sumenep ini tercatat sebagai salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia. Pembangunan masjid ini telah dirintis sejak masa Pangeran Natasukuma I atau Panembahan Somala berkuasa pada abad ke-18. Masjid ini awalnya hanya berukuran kecil. Pada saat awal bangunan tersebut dikenal dengan nama Masjid Laju. Masjid tersebut dibangun oleh adipati ke-21 Sumenep, yakni Pangeran Anggadipa. Seiring waktu, kapasitas masjid tak mampu lagi menampung umat Muslim yang hendak beribadah. Sekitar 1779 Masehi, Pangeran Natakusuma menitahkan untuk membangun masjid yang lebih besar. Untuk menghadirkan masjid yang diinginkan, sang penguasa menunjuk seorang arsitek Cina, Lauw Piango. Proses pembangunan masjid dimulai pada 1198 Hijriah atau 1779 Masehi. Sementara proses pembangunan masjid ini baru usai pada 1206 H atau 1787 M. Sementara itu, hal yang cukup unik dari masjid ini adalah peninggalan pedang. Letaknya di atas kubah. Selain itu, terdapat juga sebuah batu giok. Berat batu giok ini kabarnya 20 kilogram. Sayangnya, keberadaan batu giok tersebut kurang terawat. Namun, tak begitu jelas sejak kapan batu giok itu berada, apakah bersamaan dengan proses pembangunan masjid atau hadir setelah masjid tersebut dibangun
(https://ihram.republika.co.id/) 

Lantas bagaimana sejarah masjid di Madoera, apakah masjid Agung Sumenep tertua di Madura? Seperti disebut di atas, dibangunnya masjid menunjukkan adanya komunitas Islam yang sudah cukup banyak. Sehubungan dengan itu sejarahnya terkait dengan sejarah penyebaran agama Islam di pulau Madura. Lalu bagaimana sejarah masjid di Madoera, apakah masjid Agung Sumenep tertua di Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.