Selasa, 25 Desember 2018

Sejarah Jakarta (32): Fakta Letusan Gunung Krakatau Sebenarnya, 1883; Di Batavia Juga Terjadi Tsunami, Gelap Gulita Siang Hari


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
 

Gunung Krakatau meletus kembali. Beberapa hari yang lalu, letusan gunung Krakatau telah menyebabkan tsunami. Hingga hari ini jumlah korban belum final. Letusan gunung Krakatau yang menyebabkan tsunami sekarang mengingatkan kita kembali untuk membuka sejarah lama, yakni: meletusnya gunung Krakatau tahun 1883. Kejadian itu dianggap suatu peristiwa besar di masa lampau.

Bataviaasch handelsblad, 27-08-1883
Indonesia adalah wilayah cincin api Pasifik. Oleh karena itu, Indonesia termasuk wilayah rawan kejadian gempa dan tsunami. Sejak era VOC, sudah tak terhingga banyaknya kejadian gempa di Indonesia, bahkan beberapa diantaranya telah menyebabkan tsunami. Gempa adalah faktor penting penyebab tsunami. Letusan gunung Krakatau beberapa hari lalu diduga telah menyebabkan terjadinya gempa yang mengakibatkan timbulnya longsor yang mana terangkatnya permukaan air laut yang pada gilirannya mengirim tsunami ke pantai terdekat. Kejadian tsunami di Selat Sunda tersebut dianggap sangat langka dan secara cepat menjadi perhatian dunia. .  

Bagaimana kejadian meletusnya gunung Krakatau tahun 1883 tidak terinformasikan secara jelas. Memang kejadiannya telah ditulis dalam berbagai versi, tetapi informasinya sangat minim dan bahkan cenderung kabur, bagaikan melihat bintang kecil di kejauhan. Kita, pada masa kini, kita ingin melihat kejadian tahun 1883 seakan melihat bulan purnama yang sangat dekat di mata. Untuk itu, mari kita telusuri sumber tempo dulu, untuk mendeskripsikan letusan gunung Krakatau dan kejadian-kejadian yang sebenarnya: lengkap dan akurat.

Catatan sejarah gempa dan tsunami Indonesia sesungguhnya terbilang lengkap. Data dan informasinya masih dapat ditelusuri di dalam berbagai surat kabar sejaman. Catatan sejarah gempa dan tsunami terawal kejadian tsunami di Ambon tahun 1674. Beberapa kejadian gempa dan tsunami berikutnya yang terbilang besar, antara lain adalah: tsunami Ambon. 1754; tsunami Padang, 1797; letusan gunung Tambora di Bima, 1815; letusan gunung Gede di Buitenzorg, 1834; dan letusan gunung Krakatau, 1883. Seperti diberitakan, suara letusan gunung Krakatau di Selat Sunda terdengar jelas hingga di Sibolga dan di Penang. Berita yang menyertai sebelum dan sesudah meletusnya gunung Krakatau dapat dibaca pada surat kabar. Sejak hari letusan, berita di surat kabar dapat dibaca hari demi hari. Artikel ini menyarikan berita hari demi hari letusan gunung Krakatau dan bencana yang ditimbulkannya. Mari kita ikut berita pada hari pertama kejadian.

Warga Eropa/Belanda umumnya sudah menduga gempa dan debu berasal dari Selat Sunda. Hanya saja warga pribumi umumnya kurang mengetahuinya,  Bataviaasch handelsblad beberapa hari sebelumnya sudah pernah mempublikasikan laporan Controleur Ketimbang (di Lampoeng). Hanya saja redaksi Bataviaasch handelsblad perlu mengkonfirmasi kepada awak-awak kapal yang baru saja melewati Selat Sunda untuk lebih memastikan bahwa sumber gempa dan abu berasal dari (pulau) Krakatau.

Bataviaasch handelsblad, 22-08-1883: ‘Dari laporan Controleur Ketimbang  berikut ini muncul tentang pulau Krakatau: Di pulau itu sekarang telah terbentuk dua kawah di sekitar dua tumpukan tanah, yang masing-masing masih berfungsi. Yang tertua, sebagai kawah barat, berada di kaki gunung Perabewatan (Perboeatan) dan yang lainnya, di timur yang pertama, di kaki gunung Danan. Tiga batu besar yang membentuk puncak Gunung Perboewatan sebelum erupsi benar-benar hilang dan bentuk gunung telah berubah sepenuhnya. Banyak teluk masuk dari bagian barat pulau, yang digunakan untuk menawarkan jangkar yang aman untuk kapal-kapal kini sangat berlumpur, sehingga tanah di sana naik di atas permukaan laut. Hutan-hutan di sekitar pegunungan Perboewatan dan Danan dan di pulau Tamiang yang berdekatan dan sebagian dari Klein Krakatau telah dihancurkan seluruhnya. Selama bulan sebelumnya, pulau Krakatau sekali lagi terlihat jelas. Kedua kawah berasap itu tidak dapat dilihat dari luar pulau karena selalu tersembunyi dari pandangan oleh asap dan abu”.

Berita Hari Kedua, Selasa 28-08-1883: Di Batavia Terjadi Tsunami

Penduduk di Banten dan di Batavia tidak mengetahui persis apa yang menyebabkan terjadinya gempa, bunyi letusan dan abu tebal di udara. Informasi yang diperoleh dari awak kapal uap Zeeland mengindikasikan gunung Krakatau telah meletus. Kapal Zeeland yang berangkat dari Suez menuju Batavia melewati Selat Sunda hari sebelumnya. Para awak kapal telah melihat dari gunung Krakatau muncul ‘wedhus gembel’, awan panas bergulung-gulung yang disertai letusan. Peristiwa yang dialami di Batavia dan keterangan awak kapal Zeeland menjadi ‘headline’ surat kabar Bataviaasch handelsblad yang terbit di Batavia tanggal 27-08-1883 (hari kejadian).

Pulau Krakatau, 1883 (sebelum meletus)
Bataviaasch handelsblad, 27-08-1883:’ Batavia, 27 Agustus 1883. Fenomena yang sama seperti selama beberapa bulan telah berulang di sini, semacam gemuruh bawah tanah. Itu dimulai kemarin sore, hingga sepanjang malam, dan bahkan hari ini masih ada banyak ledakan di kejauhan. Tak perlu dikatakan lagi bahwa ada banyak kerusuhan di Batavia dan bahwa ratusan, yang takut di rumah dan keluarga, telah menghabiskan malam terakhir dalam tidur tanpa tidur. Suara gemuruh di kejauhan, yang, seolah-olah, muncul semakin banyak dan dalam keheningan malam itu mereka sangat menakutkan, terutama karena mereka tidak tahu penyebabnya. Secara umum, letusan berulang-ulang gunung berapi Cracatau sebagaimana dilaporkan sebuah kapal yang tiba di sini kemarin dari Selat Sunda, ditutupi dengan lapisan abu dan guncangan serta daya dorong diamati pada arah yang sama dari Bantam. Fenomena ini mencapai tingkat yang paling intens di tengah malam; ledakan muncul pada jam 1. yang meledakkan semua lampu gas di kota dan di sebagian besar lingkungan membuat pintu dan jendela menakutkan dan berdering mengkhawatirkan. Ini berlanjut sampai dini hari; pada pukul lima terdengar ledakan keras. Ketika hari sudah siang, abu yang jatuh dapat terlihat dimana-mana, meliputi jalan, rumah, kebun dan tanaman, dan tersebar di seluruh Batavia dan tempat-tempat sekitarnya. Goncangan atau gerakan melambai dari tanah, namun, kami tidak mendengar apa-apa. Namun di bawah gedung-gedung yang baru didirikan di sini terlihat retak orang-orang berlarian, kasus pagi ini sekitar jam 7 di gedung stasiun di Noordwijk, yang pada satu waktu retak bahwa semua orang melarikan diri. Tampak di udara, kemarin dan hari ini, burung-burung laut beterbangan mereka melewati Batavia dengan segerombolan penuh, bahkan di jam-jam sesudahnya. Erupsi itu pastinya cukup ganas. Fenomena alam menjadi lebih menyedihkan besoknya, ketika pada jam sebelas datang kegelapan total, dan cahaya lilin harus dinyalakan di kantor-kantor di kota. Pengganti penerangan ini terpaksa dilakukan, karena pabrik gas tidak melakukan operasi apa pun di pipanya pada siang hari. Segera abu mulai turun dan sementara kami menulis ini masih terus berlanjut. Udara berat dan tebal dan terutama dari satu sisi ke sisi lain mungkin tidak bisa ditembus. Terlepas dari pesan-pesan yang telah kami terima, dilaporkan juga bahwa di Bantam berbagai jembatan telah tersapu oleh kekuatan yang membuat laut dikocok oleh gejolak dalam tanah hingga menembus sungai. Konsekuensi dari ini harus diamati di sini besoknya, di tengah-tengah kegelapan, ketika sungai besar membengkak beberapa meter dalam beberapa menit dan aliran air naik. Bagian bawah antara lain Boom kecil dan Passar, dibanjiri dalam sekejap mata, dan umumnya terjadi kepanikan, termasuk ribuan orang Banten, takut dan berakhir dengan banjir, bergegas pulang. Seluruh kota yang lebih rendah, dengan beberapa pengecualian,telah ditinggalkan; populasi Eropa meninggalkan kantor mereka dalam kegelapan yang terus-menerus, dan ketika air naik dengan kekuatan seperti itu, penduduk pribumi juga mencari keselamatannya. Namun, tidak ada yang menarik perhatian kita dari kecelakaan pribadi. Namun, dengan minat, kami terus melihat dan memberi laporan lebih lanjut tentang fenomena alam yang aneh ini’. Sumber peta:Sumber peta: Krakatou en omstreken voor en na de verwoesting van 28 augustus 1883, volgens de nieuwe hydrografische opneming / door J. Kuyper.

Berita surat kabar Bataviaasch handelsblad edisi Senin, 27-08-1883 mengindikasikan dampak yang terjadi dari meletusnya gunung Krakatau di Selat Sunda. Gempa yang ditimbulkan telah merusak rumah dan bangunan dan bahkan istana Gubernur Jenderal retak. Banjir besar akibat air laut (tsunami) tidak hanya di pantai barat Banten, juga dirasakan dengan meningginya air sungai Tjiliwong di Batavia. Debu letusan gunung Krakatau telah mencapai langit Batavia pada siang hari sehingga terjadi gelap total dan harus memasang lampu. Debu yang mulai jatuh membuat pendangan warga dari satu sisi ke sisi lain tidak kelihatan. Batavia yang terbilang jauh dari Selat Sunda dan dampak yang dirasakan warga mengindikasikan betapa besarnya letusan gunung Krakatau.

Telegram versi ringkas (Bataviaasch handelsblad, 28-08-1883)
Dampak letusan gunung Krakatau, jelas tidak hanya di Banten dan Batavia, boleh jadi sampai di Bandoeng dan Semarang. Sudah barang tentu, letusan gunung Krakatau tidak hanya di (pulau) Jawa tetapi juga di (pulau) Sumatra yang letaknya juga tidak jauh dari lokasi dimana gunung Krakatau. Dampak letusan juga diduga terjadi pada wilayah (navigasi) pelayaran di Selat Sunda, Laut Jawa dan Samudra Hindia.

Berita Hari Kedua, Selasa 28-08-1883: Di Batavia Terjadi Tsunami

Berita terkait meletusnya gunung Krakatau dan yang terkena dampak mulai berdatangan dari seputar Batavia. Selain itu, Bataviaasch handelsblad edisi tanggal 28 ini juga memuat sebuah telegram (diringkas) dari Serang yang menyatakan bahwa debu yang terdapat di Serang tingginya tujuh sentimeter. Tidak terdapat bangunan yang rusak. Namun menurut si pengirim bahwa Anjer dan Merak hancur dimana mayat banyak ditemukan. Pada malam hari, Residen berangkat ke Anjer dan kemudian bertemu dengan orang yang selamat di Tjilegon. Berita ini telah dikirim oleh seseorang yang tinggal di Serang yang turut mendampingi Residen ke Anjer dan baru mengirim berita sepulang dari Serang (diduga hanya di Serang kantor terlegraf yang masih berfungsi).

Telegram versi lengkap (Bataviaasch handelsblad, 28-08-1883)
Bataviaasch handelsblad, 28-08-1883 ini juga menurunkan laporan yang cukup panjang (termasuk telegram versi lengkap dari Serang). Laporan ini dimuai dari hal yang menyatakan bahwa sampai tengah malam kemarin (27-08) masih terdengar bunyi gemuruh dan geledek yang keras. Pada sore hari kegelapan akibat tertutup debu di Batavi mulai cerah. Di perkampungan orang-orang Banten di Batavia terdengar ratusan wanita Banten menangis (mengingat keluarga mereka di kampung di Banten). Suasana yang sangat ribut terlihat di kamp Cina ketika air naik begitu mengerikan setelah tengah hari (perkampungan Cina umumnya berada di pinggir kali/sungai). Di Pintoe Ketjel dimana banyak orang Eropa yang rumahnya membelakangi air (yang terus dihantam air) juga terlihat ribut sambil mengisi barang-barang mereka ke perahu untuk mengungsi. Kalie Besar air meninggi dalam beberapa menit telah diisi dengan air berlumpur, tebal. air, yang memang terlihat hitam dan menyebarkan udara asin yang tidak menyenangkan; Ditambah lagi dengan kegelapan yang terus meningkat dan abu yang terus-menerus. Di Kleinen Boom, sangat berbahaya, seseorang bisa melihat dalam kegelapan di pagi hari, di kejauhan air bergerak bergulung-gulung seperti awan, menyeret kano besar dan kecil, Perahu ganyak yang tersapu ke daratan. Tekanan air yang mengerikan itu tidak bertahan lama dan hanya bertahan sampai satu jam yang hebat, setelah itu sungai kembali ke tingkat normal pada saat ini namun kemudian mengering. Apa yang paling luar biasa, sebagian besar sungai dari Menara Pengawal di Stadsherberg benar-benar kering dan terlarang. Kapal-kapal, hanya pengecualian kapal uap yang masih mampu bertahan di tengah laut. Tapi tak lama kemudian, sekitar pukul dua siang, air kembali mengalir deras dengan kekuatan yang luar biasa dan mengancam lagi dengan segala macam bahaya. Dalam sekejap, seolah-olah, seluruh Kleinen Boom itu kosong dan Passar Ikan kebanjiran untuk kedua kalinya. Sekitar jam 12, seperti yang diberitahukan kepada kami dari sana, orang bisa melihat, di kejauhan, gunung air, seolah-olah, bergerak dengan kecepatan mengerikan dan, di sekitar pelabuhan, air naik dalam waktu 10 kaki. Ketinggian itu tetap diam selama sekitar lima belas menit, setelah itu terjadi, sehingga air menjadi 17 kaki dalam waktu singkat dan tetap pada tingkat yang sama selama tiga perempat jam. Segera setelah itu orang dapat lagi mengamati peningkatan menjadi 15 hingga 20 sentimeter di atas air tinggi yang disebutkan di atas. Kapal uap besar Wilhelmina, yang sedang menurunkan muatan di Priok, dihantam air dan untuk melepaskan jangkar dilakukan tembakan darurat; Kapal itu telah berhasil dalam upayanya untuk menjaga kapal uap itu bebas dari pantai dan bertahan di tengah laut. Sebuah kapal uap yang ditarik tongkang dari Merak menuju Priok terhantam ombak dan keduanya menghilang. Sementara itu, segera terlihat setelah banjir pertama bahwa sebagian bendungan Ooster telah rontok dua meter lebih dari panjang plus minus satu hektar, bukti betapa mengerikan kekacauan air yang terjadi. Jembatan bambu di atas Tjilingtjirivier telah hancur total, Sejauh ini, kami telah mencoba kemarin untuk memberikan pandangan yang benar dan adil tentang apa yang telah terjadi, ketika semua pesan kami dikirim kepada kami hari ini tentang kerusakan yang mereka miliki, di sana, tentang bahaya yang telah terungkap di mana-mana. Banyak penyesalan kami, di antara laporan-laporan itu, ada banyak kesedihan untuk disebutkan. Ini memang masalahnya. Kita mulai dengan yang terburuk.,, Kami mendengar pagi ini bahwa komunitas telegraf, antara Anyer, Serang dan tempat-tempat lain di Bantam oleh aksi vulkanik Krakatau benar-benar terganggu. Pesan ini dengan demikian segera mengklarifikasi fakta mengapa kami tidak menerima jawaban kemarin ketika telegram kami kirim ke mana-mana di Banten. Juga komunitas dengan Telok Betong, yang dikenal terletak di sisi lain Krakatau, benar-benar diblokir, karena kami juga tidak mendapat jawaban tentang permintaan kami untuk mengomunikasikan situasi di sana. Kami menghargai dua kali lipat bahwa salah satu teman kami di Serang telah mengambil masalah dengan mengatakan kepada kami untuk mengirimi kami pesan tentang tempat itu, dan kami sangat berterima kasih kepadanya bahwa ia mengizinkan kami hari ini dengan surat terperinci untuk memberikan kepada pembaca kami informasi yang lebih terperinci tentang bagaimana situasi dan kondisi di Serang selama letusan. Catatan: Editor Bataviaasch handelsblad telah memuat salinan telegram tersebut dalam dua versi yakni versi ringkas dan versi lengkap.

Gambaran yang dilaporkan oleh Bataviaasch handelsblad, 28-08-1883 di atas telah menjelaskan bahwa di Batavia dan Tandjong Priok telah terjadi tsunami. Itu adalah gambaran titik yang jauh dari pusat gempa di gunung Krakatau di Selat Sunda. Kita belum bisa membayangkan seperti apa yang terjadi di tempat-tempat lain yang lebih dekat dengan pusat letusan di gunung Krakatau. Sebab Anjer dan Merak sendiri hancur total sebagaimana disebut dalam telegram yang berasal dari Serang. Bagaimana dengan situasi dan kondisi di Lampong, khususnya Telok Betong?

Bataviaasch handelsblad, 28-08-1883 juga memuat telegram dari berbagai tempat: Semarang, 27 Agustus. ‘Di Djoeja, Salatiga, Japara dan Demak, suara gemuruh yang keras terdengar terus menerus’; Tjandjoer, 27 Agustus. ‘Kabut tebal terus tergantung di langit. Seluruh tempat gelap. Warga terpaksa menyalakan lampu’; Bandong, 28 Agustus. ‘Minggu sore yang lalu sekitar pukul tiga, gejala pertama dari efek vulkanik dimulai dan pada malam hari pukul delapan ledakan besar dapat didengar, diikuti oleh goncangan berat. Ini berlangsung sepanjang malam dan menjadi lebih kuat kemarin. Pada jam 10 pagi hari sudah gelap gulita, sehingga lampu harus dinyalakan di mana-mana. Getaran itu sekarang bertahan dan berlangsung hingga pukul sembilan malam kemarin. Sekarang lebih tenang’; Tjilatjap, 28 Agustus. ‘Semua perahu, 16 buah oleh aliran gelombang menghantam jangkar dan terdampar dimana-mana’. Telegram dari berbagai tempat ini menunjukkan luasnya dampak yang ditimbulkan letusan gunung Krakatau.

Di Sumatra juga tidak ada akses telegraf ke Telok Betong di Lampong, Hal ini diduga karena sambungan telegraf juga diduga terputus. Berikut adalah hal terkait letusan gunung Krakatau yang dimuat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad edisi Selasa 28-08-1883.

Letusan terdengar hingga di Sibolga (Tapanoeli)
Kemarin sore (Senin 27-08-1883) kami menerima telegram dari berbagai tempat, tetapi telegram dari dan ke Telok Betong dan Kotta Boenii terputus. Ada pemberitahuan Geoverneor yang menyatakan bahwa lampu putih di pintu masuk sungai Padang sudah berubah menjadi lampu merah. Dari hari sebelum kemarin (Minggu, 26-08-1883) sore hingga malam di Kasteel (Padang) dan di Sibolga terdengar semacam tembakan meriam yang diikuti satu sama lain dengan interval waktu yang makin cepat, disertai dengan gemuruh yang kuat. Pada hari kemarin terasa abu hingga banyak orang berlari ke  rumah masing-masing. Penduduk pribumi di Padang, Boengoes dan Teloeq Kaboeng bertanya-tanya kemarin, mengapa ikan dan belut gelisah. Ikan di laut berkelana sehari sebelum kemarin, yang sangat sering terlihat terjadi di Telang, di dekat Boengoes. Di pulau Meraq di salah satu gunung dekat Batang Kapas terlihat ada lidah api yang berurutan, selalu diikuti oleh tembakan keras, seolah gunung-gunung itu sedang menembakkan meriam. Kemarin (Minggu, 26-08-1883), antara jam satu dan jam 4 sampai 6, ada pasang surut yang luar biasa di sungai, yang berganti-ganti secara relatif cepat, bertukar dan menarik banyak ikan. Dikatakan bahwa di wilayah selatan, Benkoelen dan Lampung, siang hari harus dilakukan penerangan lampu. Di Benkoelen, penduduk asli berpikir bahwa bencana besar mereka dikirim ke sekolah dan membacakan doa yang keras. Dari Kota Boemi di Sumatra Selatan, orang melihat bahwa langit di atas Selat Sunda benar-benar gelap. Dikatakan bahwa bulan Mei atau Juni gunung berapi Krakatau di Selat Sunda, gunung Dempo di Palembang dan gunung Merapi di Padangsch Bovenlinden telah mengalami gempa. Apakah bola api yang terlihat baru-baru ini ada di Beokoelen? Bagaimana dengan kapal uap Gouverneur Generaal Loudon, yang pasti berada di jalan (dalam pelayaran) sehari sebelum kemarin sore (hari Minggu), Semua tidak tahu. Ketika orang pertama mendengar suara, orang hanya berpikir bahwa artileri sedang melakukan latihan di suatu tempat, kemudian mereka melihat batu-batu melompat di sisi lain di Ommelanden, Singkarak dan Painan dan kemudian terlihat di puncak (gunung) Talang di Indrapoera semacam kembang api.

Hingga hari kedua ini, situasi masih tidak menentu, banyak orang terus bertanya-tanya. Sementara di Batavia sudah mulai ada kejelasan apa yang menyebabkan gempa, debu dan tsunami yakni meletusnya gunung Krakatau. Hal ini diperkuat informasi dari kapal Zeeland dan telegram yang dikirimkan dari Serang. Sementara itu, surutnya bekali-kali sungai di Padang mengindikasikan adanya tsunami namun tidak diketahui penyebabnya. Hal yang terjadi di Sibolga, suara letusan diiterpretasi bahwa benteng Belanda di Sipoholan (Silindung) telah diledakkan oleh pasukan Sisingamangaradja.

Ada dua hal yang perlu digarisbahasi sejauh ini adalah, pertama: suara letusan gunung Krakatau terdengar hingga ke Sibolga (ibukota Residentie Tapanoeli). Suatu jarak terjauh yang terlaporkan hingga ini. Kedua, suatu hal yang dapat dikatakan bad news is good news. Kapal uap Gouverneur Generaal Loudon yang telah berangkat dari Padang ke Batavia pada hari Minggu sore posisinya tengah mengarah dan mendekati posisi dimana suara letusan di gunung Krakatau.

Berita Hari Ketiga, Rabu 29-08-1883: Kapal Uap Governeur Generaal Loudon di Tengah Bahaya Krakatau, Pulau Krakatau Lenyap Sebagian, Hanya Tinggal Air

Bagaimana dampak lebih lanjut atas meletusnya gunung Krakatau tampaknya masih perlu disarikan agar mendapatkan gambaran yang utuh. Sebab sejauh ini bagaimana situasi dan kondisi di Lampong belum diketahui secara jelas. Namun untuk mendapatkan gambaran yang kontinu surat kabar Bataviaasch handelsblad sebagai referensi utama, Hal ini mengingat, Bataviaasch handelsblad yang pertama mendapat gambaran yang lengkap sejak hari kejadian.

Di Batavia selain surat kabar Bataviaasch handelsblad (yang terbit sejak 1858), juga terdapat surat kabar Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie (1852-1957). Sementara di (pulau) Jawa, selain di Batavia, surat kabar juga terdapat di Surabaya, Soerabaijasch handelsblad (1865-1942) dan di Semarang, De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad (1863-1956). Dalam hal ini, berita-berita dari surat kabar lain di (pulau) Jawa diposisikan untuk sekadar menambahkan (jika tidak ditemukan dalam Bataviaasch handelsblad).

Oleh karena Bataviaasch handelsblad di Batavia tidak/belum terhubung ke Sumatra di Telok Betong, maka untuk mendapat gambaran terkait dengan meletusnya gunung Krakatau dari sisi (pulau) Sumatra, maka akan dimaksimumkan suratkabar yang terbit di Padang, Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad (1862-1900). Sejauh ini di (pulau) Sumatra hanya surat kabar yang terbit di Padang yang ada. Dalam hal ini akses telegraaf dari Padang masih berjalan baik ke Palembang dan Bengkoelen (kota-kota terdekat dengan Telok Betong di sisi barat gunung Krakatau).

Pada hari ketiga, Bataviaasch handelsblad, 29-08-1883 mulai melaporkan situasi di tempat-tempat jauh. Residen Bantam mengabarkan bahwa di Tjaringin diperkirakan tewas mencapai sebanyak 10.000 orang. Distrik Panimbang telah tersapu habis. Di distrik Tanara sebanyak 701 jiwa korban tewas telah ditemukan. Sementara di Batavia sebanyak 800 korban di kampoeng Moeara telah dimakamkan. Kampong Maoek dikabarkan tergenang akibat luapan sungai ke darat. Juga dilaporkan bahwa pemerintah Singapura telah menyediakan uang sebanyak 25.000 dollar untuk membantu Nederlandsch Indie yang terkait dengan bencana alam di Banten.

Distrik Panimbang di pantai barat Banten adalah wilayah terdekat dengan pusat ledakan di gunung Krakarau. Distrik Panimbang kini lebih dikenal sebagai Kecamatan Panimbang dimana terdapat kawasan wisata Tanjung Lesung.

Bataviaasch handelsblad, 29-08-1883 juga memuat catatan yang dibuat oleh kapten kapal uap Gouverneur Generaal Loudon dari Padang. Mereka telah melewati Selat Sunda, tengah-tengah pusat bencana, pasca letusan gunung Krakatau. Pemuatan ini mengindikasikan bahwa Gubernur Jenderal telah tiba di Batavia dari lawatannya di Padang. Catatan kapten kapal tersebut adalah sebagai berikut:

Setelah melewati Sumatra kami mengarah ke Anjer sekitar pukul 3.30. Namun  sangat sulit sepanjang pantai Telok Betong karena sudah seperti rawa besar, banyak sampah. Lalu kami kemudian masuk ke wilayah Teluk Lampong. Kami diterjang abu yang berat saat mana udara disertai guntur. Kami tiba pada pukul 7.25 di Telok Betong, tetapi tidak bisa mendekati pantai karena abu dan batu apung yang terus-menerus bergerak gemuruh oleh arus yang deras. Pada malam hari, karena agak terdengar sunyi, saya mencoba  dengan sekoci, tetapi 'oleh arus yang kuat dan gelombang tinggi menghalangi kami. Ttidak ada komunikasi dengan pantai yang memungkinkan. Pada siang hari kamis putuskan berada di tengah laut di luar jangkar. Pada malam hari kami mendengar sinyal alarm dari kapal, tetapi kami tidak berani dan tidak dapat membantu karena arus laut yang liar.

Peta Pulau Tiga, garis lurus dengan Karakatau
Pada tanggal 27 Agustus (hari Senin), di siang hari kami melihat kapal uap pemerintah, Berouw dan kapal penjelaj telah terbakar di malam hari dan menghantam pantai. Kami sekitar pukul 4 pagi hingga sekitar pukul 4 sore di laut lepas. Di pantai mungkin telah terbunuh banyak penghuni pantai. Selain kapal uap Baronie dan kapal pesiar beberapa perahu terlempar tinggi di pantai, karena itu kami menganggap kunjungan kami di sana ke pantai sangat berbahaya, kami memutuskan untuk pergi dengan tetapi tidak bisa pergi ke Anjer untuk memeriksa situasi. Pada malam hari pukul 10 kami dengan tetap menggunakan uap berlabuh pada kedalaman 15 air meter di Teluk Lampong karena batu apung abu yang tebal dan setengah jam gelap total, disertai dengan hujan lumpur yang lebat dan laut yang bergoncang disebabkan oleh gempa, badai dengan guntur dan kilat. Kami sangat takut dan panik, kami berada di belakang kedua jangkar, kehilangan menara besar di bagian depan, tenda kami dan benda-benda longgar lainnya telah terlempar dari geladak. Lalu menjadi sedikit lebih tenang selama satu jam, kami menjaga kapal sejauh mungkin di laut menghindari pantai sementara tetap gelap total.

28 Agustus. Pada pukul 1 dini hari terlihat tampak cerah sehingga kami mempersiapkan diri untuk terus mengukus (uap). Karena itu, kami melepas jangkar dan menjelajahi hari itu. Kemudian kami berhenti di Poeloe Tiga. Kami membersihkan kapal kembali dengan laut yang tenang. Kami bertemu banyak abu dan kayu terapung apung. Poeloe Tiga kira-kira dua mil jauhnya ke pulau Sebukoe. Sejak dini hari, seluruh kru, dibantu oleh tentara, penumpang dan penumpang rantai (tahanan) dan kuli ikut kerja untuk membersihkan batu apung setinggi satu setengah kaki, tali dan tenda untuk membersihkan geladak sebanyak mungkin. Selat (di kepulauan) Lagundi relatif cukup bersih dari batu apung dan kayu apung, tetapi, di luar itu terlalu berat lapisan yang sama hingga Poelo Sekoetoe dan kami sangat lambat dan dari waktu ke waktu berhenti di sana, dan memerhatikan bahwa disekitar lapisan batu apung yang sangat besar dan bahkan ada berukuran batu apung setebal 7 atau 8 kaki. Bebas dari hal ini, kami terus berjalan, melintasi Selat Sunda ke arah timur dan kemudian ke selatan dekat Krakatau. Satu hal pemandangan ketika kami melewati Krakatau, kami melihat bahwa tengah pulau itu hilang, dan dari sini tidak ada tempat untuk dilihat, tetapi ketika kami memutar ke barat Krakatau, kami melihat terumbu besar muncul antara (pulau) Sebesie dan Krakatau, tempat beberapa kawah terlihat mengeluarkan kolom asap.

Perbedaan sebelum dan seudah gunung Krakatau meletus
Di dekat pantai Java, kami memperhatikan bahwa semua yang ada disini dihancurkan, demikian juga menara mercusuar titik ke-4 Jawa, kecuali hanya tinggal kaku beberapa tunggul. Tiba di Anjer sudah pukul 4 dan meskipun tidak ada yang terlihat dari tempat itu. Kapten dan insinyur pergi ke darat untuk mencari informasi. Bertemu di sana, Residen Bantam. Lalu kami meninjau ke selatan karena permaslaha ini sangat penting bagi negara. Kami berlayar hingga sekitar titik St. Nicolaaspunt dan Poeloe Gendjang dan tiba pukul 6.50. Reede Bantam, 28 Agustus l883.

Catatan kapten kapal ini tampaknya dikirim melalui kurir via telegraf dari Serang. Pada saat catatan ini dimuat  Bataviaasch handelsblad, 29-08-1883, kapal uap dan Gubernur Jenderal belum tiba di Batavia. Catatan kapten kapal ini telah menceritakan banyak, tentang posisi mereka saat dan setelah letusan, gambaran tentang wujud pulau Krakatau setelah letusan dan situasi dan kondisi di sekitar Teluk Betong dan pantai pulau Jawa di Anjer dan sekitarnya. Illustrasi perbedaan gunung/pulau Krakatau sebelum dan sesudah letusan lihat peta. Sementara itu Bataviaasch handelsblad, 29-08-1883 memuat berita orang-orang yang selamat di Anjer yang dikirim dari Serang.

Peta Anjer, sebelum dan sesudah tsunami Krakatau, 1883
Orang-orang yang selamat di Anjer kemarin sore pukul 5 sore tiba disini. Mereka tampak sangat babak belur dan sengsara; hampir tidak ada pembalut pada tubuh selain kain perca, Hampir tidak ada dari mereka yang bisa berjalan ketika mereka keluar dari kendaraan. Rincian lebih lanjut tentang penyelamatan mereka adalah sebagai berikut: Di pagi hari sekitar pukul 6, gelombang besar pertama dimulai. Beberapa warga masih tidur dan terbunuh. Mereka yang masih hidup setelah perjuangan pertama segera melarikan diri ke pegunungan, sementara di belakang sebagian besar Anjer sudah lenyap dan dihancurkan. Gelombang kedua menghilangkan sisa Anjer, sehingga tidak lebih dari rawa besar, bahkan mercusuar yang kokoh telah menghilang. Dokter D masih di tempat tidur selama terjadi gelombang pasang pertama. Ia terbangun dan terjebak diantara semua berbagai perabotan rumah. Namun, ia memiliki nasib baik hingga bisa meraih jendela, dan kemudian berpegangan pada salah satu dari ubin. Ketika air mengalir sebentar, dia mencari istri dan anaknya dan menemukan mereka tidak terluka di atas kompor di dapur. Mereka kemudian bergegas ke gunung. Dia sempat melihat beberapa perahu tergeletak. Keluarga D. hanya punya waktu untuk membawa kertas dan uang mereka. Beberapa lainnya dibiarkan tertinggal. Mereka telah mengalami abu yang mengerikan di udara terbuka,; mereka duduk dengan bagian depan saling berhadapan dan menempatkan anak di tengah, sehingga kepala mereka ditutupi dengan lapisan abu dan lava yang tebal. Orang-orang sangat menderita; mereka akhirnya tiba di sebuah desa, tetapi diusir dari sana oleh penduduk pribumi; mereka bahkan tidak diizinkan duduk di tanah disana dan mereka menambahkan bahwa semua bencana itu timbul karena perang Aceh dan mereka menyahkan kompeni. Beberapa penghuni desa itu, yang sedang bersiap-siap untuk menjarah ke Anjer, dihalangi istrinya karena berbahaya di sana tidak ada lagi yang bisa ditemukan. Keluarga itu kemudian melanjutkan perjalanan, tetapi mereka tidak dapat melanjutkan karena sulit, mereka jatuh di suatu tempat, memutuskan untuk mati. Penduduk pribumi melewati mereka, dan mengabaikan permohonan mereka, namun orang pribumi  melanjutkan dan tidak memperhatikan mereka. Yang lain lebih sensitif dan membawa keluarga itu ke suatu desa yang ditinggalkan kosong. Keluarga itu menemukan beras dan menyakan api di bawah reruntuhan rumah. Sambil berjalan dan memberi makan diri mereka sendiri dengan sedikit nasi dan sedikit ikan kering, mereka akhirnya tiba di Mantjak, dimana mereka juga menemukan orang-orang yang diselamatkan lainnya dan lalu diangkut ke Tjilegon dengan tandem. Peta Tjiligon, sebelum dan sesudah tsunami (Batavia : Topographisch Bureau, 1883).

Seorang wanita yang diselamatkan menukar segelas air berlumpur dengan dua cincin emas, dan dia masih disebut bahagia! Seperti yang sudah Anda ketahui, menara air juga telah binasa dan juga bersamanya seluruh kekayaan keluarga, sekitar f20.000 hilang lenyap, sehingga istri yang malang itu sekarang tidak hanya menjanda, tetapi juga jatuh miskin. Seluruh Serang tampak seperti hutan belantara kelam. Sebagian besar pohon ranting telah tergantung dan jatuh di tanah; bahkan semua tanaman telah hancur, sedangkan warna debu menempel di semuanya, sangat mematikan. Karena kekeringan dan angin sekarang mulai melayang mengerikan, sehingga orang tidak bisa keluar dari perlindungan dan bangunan terlihat mengerikan secara internal dan eksternal. Saya menulis ini dengan berlindung tertutup, namun pena, tinta, dan kertasnya selalu penuh abu terus menerus dan saya lelah berhenti. Dari pihak resmi saya mengetahui hari ini bahwa dua kapal uap dengan pakan ternak diharapkan di Karang Antoe dari Batavia dan juga akan memberikan sejumlah uang untuk persedian untuk kebutuhan yang menyedihkan bagi Anjer dan Tjeringin. Orang yang diselamatkan sekarang semuanya di bawah atap dan mulai mendapatkan sedikit tentang kisah mereka dan menyadari betapa mereka telah kehilangan banyak. Tetapi, betapapun menyedihkannya, penyelamatan dari kesusahan semata, mungkin memang berterima kasih atas terima kasih mereka.

Dari kisah keluarga Dokter ini diperoleh keterangan bahwa dau kali banjir besar yangh tinggi menghantam Anjter. Rumah mereka yang berada di area lebih tinggi membuat mereka agak terhindar dari banjir. Namun, kisah mereka ketika melarikan diri hingga ke Mancak dan kemudian dievakuasi ke Cilegon telah menggambarkan medan yang mereka lalui bahwa semua bangunan hancur dan semua tanaman telah hangus. Bataviaasch handelsblad, 29-08-1883 juga memuat telegram-telegram yang sebelumnya belum sempat dimuat.

Telegram pertama. Serang, 27 Agustus. Pada pukul 10 (26/8) terjadi ledakan berat seperti senjata berat terdengar di barat. Sekarang (27/8) Serang diselimuti kegelapan total saat hujan lumpur terjadi. Menurut laporan pribadi, sederetan rumah China di Merak di pantai kemarin dihancurkan oleh laut; orang-orang telah melarikan diri. Telegram kedua. Kantor dan rumah asisten Residen, tempat penginapan dan rumah orang EropaCina dan penduduk asli semua hancur. Desa-desa antara Anjer dan Merak di sepenjang pantai lenyap. Mercusuar sangat rusak. Lingkungan antara Sirih dan Tjikoneng jalan ke  Tjiringin hancur. Telegram Ketiga. Penang, 28 Agustus 1883. Pada hari Minggu, auman keras terdengar oleh saya dengan jelas. Pada hari Senin, ini terdengar lagi di sini dari arah selatan. Telegram dari Pekerja Bat. Harbour. Merak, 29 Agustus. Semua orang Eropa melarikan diri di atas bukit setinggi 14 meter di rumah insinyur. Hanya untuk menemukan lantai rumah itu. Hanya satu orang Eropa dan yang pensiun. Semuanya hancur. Tidak ada mayat yang ditemukan. Massa kayu Selat Sunda menghancurkan. Lima balok kayu di jalan. Poelo Temposa dan pulau-pulau kecil lainnya menghilang. Insinyur Nieuwenhuijs dan keluarga kebetulan di Batavia: diselamatkan oleh itu. Menurut orang Eropa yang selamat (akuntan Pechler) tinggi banjir tiga puluh meter. Lima oerang Eropa, pejabat bersama istri dan anak-anak hilang. Telegram lainnya. Akibat hujan abu, rumput sudah dihancurkan, sehingga ternak sudah tanpa makanan selama dua hari. Untuk memasok ini, seperti yang telah kita ketahui, pemerintah akan segera menyewa salah satu kapal dari perusahaan kapal uap dan mengirimkannya ke Bantam dengan membawa pakan.

Satu hal yang menjadi perhatian dari telegram-telegram tersebut, seseorang mengabarkan letusan gunung Krakatau terdengar jelas di Penang. Dampak gempa dan tsunami juga telah menghacurkan mercusuar dan beberapa pula tersapu hilang. Tinggi banjir tsunami diperkirakan 30 meter. Dalam telegram-telegram ini yang juga menjadi perhatian adalah tentang kabar kapal uap Gouverneur Generaal Loudon.

Telegram khusus dari Ned. Ind. Stoomv. Maatsij. kapal uap Gouverneur Generaal Loudon, melalui letusan Krakatau dan gempa besar, berada dalam bahaya besar, tetapi tetap tidak terluka. Tidak ada komunikasi dengan Telok Betong, yang hancur. Itu juga telegraf ke Anjer, yang tidak ada lagi. Untuk sementara ke tempat Anjer dulu, di tempat dua rumah tinggal ke Teluk Bantam, dari mana dia dari Kroei tadi malam jam tujuh, dalam pelayaran sepulang dari Padang yang kembali melalui Selat Sunda berbahaya. Lindemann (kapten kapal) telah membuat penyelamatan.

Telegram dari pemerintah. Sekretaris jenderal menyanyikan pesan-pesan berikut yang sangat penting: Residen Bantam memberi isyarat pagi ini: Bencana yang melanda Banten sangat besar. Seluruh wilayah pesisir dari Merak ke Tjeringin hancur oleh gelombang pasang. Tidak ada yang tersisa mercusuar titik ke-4 Java di Anjer dan mercusuar Telok-Betong. Krakatau telah runtuh, sehingga, dimana puncaknya dulu, sekarang hanya ada air. Di sisi lain enam belas semburan vulkanik muncul antara Krakatau dan Sibesie. Situasi dan kondisi Selat Sunda benar-benar telah berubah. Kecepatan kapal menjadi berbahaya. Di wilayah Anyer dan sebagian besar Bantam Barat Utara (wilayah Merak) telah menjadi gurun pasir tandus oleh abu. Pakan sudah tidak ada lagi. Populasi ternak yang masih hidup, meninggalkan pantai dengan putus asa, tidak yakin ke mana harus pergi. Insinyur Nieuwenhuis, Senin pagi ke Merak pergi, ia melihat Pulau Maneter, tetapi bahayanya telah bertahan bahagia. Dia datang ke Merak kemarin pagi, tetapi menemukan semua yang ada di sana dan manajemen mengungsi di bukit yang cukup tinggi. Semua penduduk lenyap hanyalah orang Eropa dan dua penduduk asli yang selamat. Gelombang pasang naik jauh di atas atap gedung, jadi tingginya sekitar tiga puluh meter. Satu-satunya yang diselamatkan adalah akuntan Pechler, yang masih terlalu bingung untuk memberikan perincian. Semua penduduk tampaknya telah mengungsi di bukit, tetapi yang selamat hanya yang berada di bukit yang lebih tinggi. Lima pejabat Eropa dengan wanita dan anak-anak hilang. Lokomotif dan gerbon penyok dan pecah berkeping-keping. Tidak ada mayat yang ditemukan. Asumsi dari fenomena ini adalah penghapusan jalan antara Krakatau dan Merak, dan jalan sepanjang garis pantai telah diberikan bentuk yang sama sekali berbeda. Di jalan-jalan sampah-sampah besar berserkan dan massa rongsokan mengambang di laut.

Telegram lainnya: Residen Bantam memberi isyarat sesaat: pesan diterima dari kehancuran Tjeringin. Asisten-residen, controleur, letnan dari topografi, bupati, patih. wedana dan kolektor tidak ada. Mereka mungkin mati. Semua bangunan gonvernements telah hancur.

Berita Hari Keempat, Kamis 30-08-1883: Letusan Gunung Krakatau Bersamaan dengan Ledakan Benteng Sipoholon oleh Sisingamangaradja

Pada hari keempat, berita-berita dari tempat yang lebih jauh mulai banyak yang diterima, seperti dari Pelabuhan Ratoe. Satu berita yang dikirim dari Serang yang mengindikasikan bawah dirinya telah menemani Residen meninjau. Telegram yang dikirim ini menceritakan banyak hal situasi dan kondisi di Anjer, Tjiligon dan Banten. Keluarga dokter yang selamat di Tjilegon yang kemudian ditandem dari Mantjak ke Tjilegon telah tiba di Serang.

Residen yang tiba di Serang dari Batavia sehari sebelum kemarin (28 Agustus) pada saat gelap gulita dan abu yang lebat- di malam hari pukul 7:00. Satu setengah jam kemudian saya dan Residen melakukan perjalanan ke Anjer, Jalan umum telah tertutup, Residen tidak bisa melangkah lebih jauh malam itu daripada Tjilegon, karena jalan dipenuhi cabang-cabang pohon dengan berbagai ukuran dan, apalagi, abu sangat tebal dengan menutupi jalan sehingga kuda-kuda kereta sulit melanjutkan. Dini hari kemarin pagi (29 Agustus), Residen melanjutkan dari Tjiligon, tetapi dengan menunggang kuda, tidak ada masalah tentang penggunaan kendaraan. Namun, beberapa tumpukan jauhnya dari Tjiligon, tidak ada yang terlihat dari jalan besar; sejauh mata memandang, orang tidak bisa melihat apa-apa selain rawa yang luas. Jalan setapak diambil melalui jalan darat dan setelah melalui jalan berat dengan berjalan kaki lalu menunggang kuda, Residen tiba di Mantjak, sebuah kampung, di sekitar Anjer, terletak di ketinggian yang tinggi, tempat yang diselamatkan dari Anjer. Sementara Anyer sendiri sudah tidak ada lagi! Semuanya, semuanya hilang dan itu memberi kita sesuatu untuk dilihat secara berbeda menjadi kolam lumpur besar. Tidak ada yang terlihat jalan, bangunan, dll., bahkan fondasinya telah dihancurkan. Singkatnya, orang tidak dapat melihat bahwa pernah ada tempat bernama Anjer. Asisten Residen (Anjer), kepala pelabuhan, janda tua istri Schuit, pengawas air, keluarga penjaga murcu suar, petugas kolektor dan banyak penduduk pribumi, berada di tempat yang mengerikan diantara bangunan yang runtuh dan laut yang meluap - yang pasti lebih tinggi dari 100 kaki - terkubur. Juga, pria tua dan nyonya telah tenggelam. Dokter dan istrinya diselamatkan, tetapi penyelamatan saudara perempuan dari pasangan itu, Ms. 0, sangat diragukan masih selamat. Di mana-mana orang dan binatang mengungsi seperti pisau cukur, terutama yang terakhir, karena mereka tidak punya makanan dalam dua hari. Karena banjir yang deras dan hujan, tidak ada tempat untuk mencari makanan, baik untuk manusia maupun hewan. Dengan cara yang sama, KaRang Autoe, Lontar dan Tanara dihancurkan. Dari Tjeringin belum ada yang terdengar, tetapi semua khawatir tentang mereka di tempat itu, karena tidak ada surat atau pesan sejauh ini yang telah diterima dari sana dalam tiga hari ini. Juga jauh dari Krakatau seperti Telok Betong dan, seperti yang sudah Anda dengar, tidak ada tempat itu lagi dan bahkan bagian terbesar dari Lampong telah mengalami nasib yang sama seperti Anyer. Di Bantam sendiri  lebih dari 50 orang mati yang dihitung kemarin malam. Dengan nasib ini, kepala pemerintah daerah (Banten) telah mengirim telegram kepada pemerintah untuk Dewan Hindia segera meninjau, untuk melihat situasi yang sebenarnya dan mengusulkan langkah-langkah untuk menyelamatkan manusia dan hewan dari kelaparan. Pengiriman segera pakan ternak sesegera mungkin, karena. Jika kawanam ternak-ternak di Bantam Utara tidak berjalan dengan baik, akan mati binasa. Di sini, tentu saja, tidak ada yang rusak, telah disiram untuk mendapatkan rumput. Karena itu, hewan diberi makan sebanyak mungkin dengan nasi dan jerami. Bantam tentu saja tidak pernah mengalami situasi seperti itu. Mereka yang diselamatkan tiba disini hari ini (30 Agustus). Kebanyakan dari mereka terluka parah karena mereka terbanting atau ditimpa dinding atau mereka telah terlempar ke mana-mana oleh air. Semua yang telah diselamatkan berhutang keselamatan kepada elemen yang bermusuhan, air, yang setelah banyak berayun, lalu  mereka dilemparkan ke ketinggian oleh banjir. Saya akan berbagi dengan Anda sepotong drama menakutkan pengalamn buruk tentang penyelamatan Ny. Bedoelde. Wanita yang dimaksud berdiri bersama anak lelakinya di halaman, di luar rumah, ketika tiba-tiba laut muncul. Dia segera memegangi dan dilemparkan ke dalam kamar oleh air terlebih dahulu, kemudian dilemparkan ke dinding beberapa kali, kemudian dilempar ke luar ruangan lagi, setelah itu dia mengikatkan badannya dengan jemuran yang tertambat. Wanita malang itu semakin mendekap anaknya, tetapi begitu bangunan itu runtuh, dia terluka parah, sementara air menyeret punggungnya. Dia melihat seorang lelaki di atas reruntuhan dengan wajah ketakutan, lalu menyelamatkan tubuhnya dengan memanjat pohon, tetapi dia dilarikan oleh air itu. Wanita yang mengapung itu dilemparkan lagi dari tempat terakhir sampai akhirnya mencapai ketinggian tempat yang kering. Anak yang masih dipeluknya telah kejang dan pingsan, dan ketika dia sadar, dia mengambil beban yang mati rasa ke dalam pelukannya. Sang ibu mengira dia masih hidup, tetapi tawa kebahagiaan segera menghilang, ketika si kecil ternyata telah meninggal. Lainnya, seorang anak perempuan melihat ibunya meninggal dengan mengerikan. Tapi cukup tentang kesengsaraan yang disayangkan itu. Yang diselamatkan dan berada di bawah atap sekarang. Mereka malang! mereka tidak memiliki apa pun dalam arti kata yang lengkap; hanya beberapa pakaian yang melekat di badan. Di Serang, bangunan-bangunan ini hanya menderita sedikit seperti lapisan abu, yang menutupi atap, tetapi sangat berbahaya. Petugas sudah melakukan pembersihan. Kuli tidak bisa didapat. Seluruh penduduk duduk dengan sedih di depan pintu rumah-rumahnya, sehingga para prajurit dipekerjakan. Dimana-mana ada cabang-cabang pohon dan selama tidak hujan, tidak ada harapan bahwa kita dilepaskan dari lapisan abu. Seperti yang Anda pahami, seluruh tanaman dan tumbuhan kami juga telah dihancurkan disini.

Bataviaasch handelsblad, 30-08-1883
Sebuah pesan dikirim dari Serang: ‘Minggu malam gempa kecil pertama, air naik dan kemudian turun dengan tinggi 3 kaki; pukul 8 goncangan gempa: diulangi di malam hari sebanyak 6 kali, termasuk hujan yang sangat deras. Di pagi hari pukul 5.30 dimulai dengan perbaikan, pukul 6.30 air laut pada ketinggian  4 meter dengan gemuruh menderu ke darat. Pejabat Telegraf bisa melarikan diri mencapai bukit; pukul 7.20 massa air kedua lebih tinggi dari yang pertama. Dari kondisi ini Anjer telah hilang. Menurut komunikasi rumah-rumah pengungsi dan pohon-pohon mereka dirobohkan dan semua tenggelam. Asisten Wedono, Krio mengklaim bahwa seluruh distrik antara Sirie dan Tjikoning sepanjang 5 paal hancur total. Petugas mercusuar dengan istri dan anak-anak tenggelam. Mercusuar masih ada di sana. tetapi sangat rusak. Lampu pantai sejak kemarin malam tidak menyala. Krakatau terus bergemuruh.

Residen Banten telah memberitahukan orang Eropa/Belanda yang selamat di Anjer adalah Mevrouw Buijs en 1 kind; Familie (dokter?) Loijsen Dellie, Mevrouw Kosmalen en zoon; Telegransten Schrok, Courant en Kijnders; Klerk Beijermans; Mejufvrouw Schuit en broeder; Mevrouw Bursleij. Mevrouw Schwalm, Vrouw van lichtopziener Schuit en loods de Vries. Sementara nama–nama yang selamat di Tjeringin adalah Mevrouw van den Bosch en kinderen. Mevrouw Regensburg. Familie Gaston dan Familie Ripassa. Sementara seberapa banyak orang pribumi dan Tionghoa yang tidak selamat tidak diketahui. Sedangkan seorang insinyur (Nieuwenhuijzen) dan keluarganya saat kejadian tengah berada di Batavia.

Seseorang menulis artikel dan dimuat yang pada intinya adalah sebagai berikut: Sudah waktunya pemerintah memikirkan telekomunisi telepon, Dalam hal ini, telegraf tidak menyediakan sara yang memadai untuk konsultasi dengan pemerintah daerah hanya dengan komunikasi telegraf, harus diputuskan pada penyediaan jaringan telepon yang murah. Sebuah stasiun pengamatan gunung berapi juga seharusnya didirikan di Selat Sunda sementara sekarang ini sudah ada beberapa gunung berapi baru di Selat Sunda. Juga membutuhkan penelitian ilmiah. Terkait dengan telepon, masa depan Perusahaan Telepon yang didirikan di sini sama menggembirakannya dengan saudara-saudaranya di luar negeri. Oleh karena itu, merupakan ide yang bagus untuk membelanjakan 100 gulden dan dengan demikian juga memberi kesempatan kepada ibukota kecil. membuka diri untuk investasi, Yang dalam hal kepentingan publik yang sangat baik seperti ini, tidak hanya menjanjikan untuk menjadi solid, tetapi juga investasi memang, kemungkinan besar menguntungkan. Kami dengan sepenuh hati berdoa kepada Lembaga Telekomunikasi untuk sambutan kehormatan ini.

Juga diberitakan perbaikan telegraf dari Serang ke Anjer mulai dilakukan perbaikan. Sementara itu disebutkan bahwa ada permintaan dari asosiasi perdagangan ke pada Gubernur Jenderal untuk segera melakukan langkah-langkah diambil terkait dengan stasion pelayaran dari dan ke Batavia, agar kapal dan kapal uap dari Eropa yang melalui Selat Sunda normal kembali. Kepentingan perdagangan sangat terlibat dalam situasi tersebut. Perbaikan alat-alat komunitas sesegera mungkin sangat dibutuhkan. Juga dilaporkan Resident Bantam telah meminta rekannya dari Preanger untuk melakukan beberapa inspeksi ke wilayahnya yang bermasalah.

Dari Direktur Regional Telok Betong, tempat kapal uap GG Laudon Lindeman terbakar, melaporkan bahwa komunikasi pecah disana dan menghancurkan Telok Betong sendiri dan bahwa bantuan yang diperlukan tidak mungkin diperoleh. Seorang Controleur dari Bantam telah berangka untuk memeriksa di sana. Hari ini seorang insinyur telegraf pergi ke Telok Betong dengan sebuah tongkang gerbong dari pelabuhan Batavia. Juga turut beberapa pemangku kepentingan dan pedagang sehubungan dengan perdagangan di tempat itu. Beberapa kebutuhan hidup dan persediaan kini telah disediakan untuk turut diangkut.

Juga dilaporkan bahwa Gouverneur-Generaal akan segera melalui darat menuju Banten yang menderita secara langsung. Letnan Steers dan Calmeijer, yang bertanggung jawab atas perekaman dan pemetaan ulang Selat Sunda akan berangkat dengan kapal.

Bataviaasch handelsblad, 30-08-1883 kembali memuat surat telegram yang dikirim kapten kapal uap yang membawa Gubernur Jenderal. Dimuatnya kembali surat ini boleh jadi karena dianggap suatu peristiwa yang mengerikan dan perjuangan yang heroik. Berikut isi suratnya:

Serang 29 Agustus. 1883. Berghuis Batavia. Mendesak. Datang malam sebelum kemarin (26 Agustus 1883). Telok-Betong, tidak memiliki komunikasi dengan pantai karena listrik yang mati. Kemarin pagi (27 Agustus) sama saja. Pada pukul 7 ada empat gelombang lautan sangat tinggi yang mengalir ke pantai dan menabrak daratan dan mungkin banyak penghuni pantai. Mercusuar dihancurkan, kapal uap pemerintah Barow dan kapal penjelajah, beberapa perahu terbawa tinggi di atas pantai, mungkin gempa laut; berangkat segera dari sana, tinggal dalam bahaya, diberitahu akan ke Anjer namun harus berhenti di tengah laut di pagi hari pukul 10 di teluk Lampong karena hujan abu dan batu apung yang berat. Setengah jam kemudian kegelapan total, badai dan lumpur, laut tinggi akibat gempa, saya takut banyak kemiringan, dibuang di belakang dua jangkar, beberapa jam sebelumnya: pada pukul l tenang. Mesin dimatikan, kegelapan. mesin dinyalakan kembali pukul 4 pagi (28 Agustus), air di Lagoendi dan ke sebelah selatan Krakatau,  di sini di tengah Krakatau menghilang. Antara Krakatau dan Sebesie terumbu besar dengan beberapa kawah yang terlihat aktif. Pada pukul 4 sore (masih 28 Agustus) tiba di Anjer; Residen Bantam datang dan atas permintaannya untuk ikut ke Bantam, segera kami pergi menemui (kapal) Bijlandt Kroei untuk memperingatkan tentang bahaya di teluk Lampong. Lalu memberikan pos dan penumpang untuk Telok-Betong ke Bijlandt. Ketika sudah tiba di Anjer, meskipun tidak ada yang terlihat dari tempat itu, kapten dan Masinis pergi ke darat untuk mendapatkan informasi. Bertemu dengan Residen Bantam dan memutuskan untuk kembali langsung ke kapal bersama Gubernur Jenderal untuk membawa meninjau pantai Bantam, karena Residen mengklaim ini sangat penting bagi negara. Kemudian melanjutkan mengitari St. Nicolaaspunt dan selanjutnya menuju Poeloe Pandjang dan berlabuh disana pada pukul 6.50. Reede Bantam, 28 Agustus, 1883.

Informasi dari kapten kapal yang mengatakan pada pukul 7 di teluk Telok Betung gelombang tinggi ini sesuai dengan informasi yang telah terjadi gelombang kedua yang tinggi di Anjer pada pukul 7.20. Kapal ini tiba di Pulau Pandjang 6.50 (28 Agustus) dan kemudian malam itu surat ditulis kapten kapal dan kemudian dikirim via telegram dari Serang. Bataviaasch handelsblad, memuatnya pada edisi 29-08-1883. Surat ini menjadi sangat berguna karena telah menjelaskan semua apa yang terjadi. Karena itulah Bataviaasch handelsblad memuatnya dua kali tanggal 29 dan tanggal 30 Agustus.

Bagaimana situasi dan kondisi di Sumatra terutama di Lampung dibaca pada Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad edisi 30-08-1883. Sumatra-courant tidak terbit pada tanggal 29, sebab Sumatra-courant hanya tiga kali terbit dalam sepekan. Simpang siur suara ledakan yang terdengar di Padang, Sibolga, Bengkoelen dan Palembang mulai ada titik terang. Sehari sebelum kemarin sore (tanggal 28 Agustus) kami menerima telegram yang dari Palembang, tempat ledakan bukan Dempo Residentie Palembang, tetapi gunung Krakatau di Selat Sunda sedang aktif. Disebutkan bangunan kantor dan sekolah tidak bisa dipakai lagi di sini. Kemarin (27 Agustus) sepanjang hari harus menyalakan lampu (Resident Palembang yang berada di Lahat kemarin (27 Agustus) meminta informasi disini. Juga telegram dari Lahat melaporkan bahwa seluruh Telok Betong telah dihancurkan, dimana sumber ledakan dipastikan berasal dari Krakatau. Dari Bengkoelen kemarin (29 Agustus) agen perusahaan pelayaran negara melaporkan bahwa kapal uap Graaf van Bijlandt akan melakukan pelayaran dari Batavia (sementara di iklanterlihat jadwal kapal tersebut dari Batavia 29 Agustus ke Atjeh melalui Telok Betong, Padang dan lainnya). Juga diterima telegraf  dari agen perusahaan pelayaran negara bahwa kapal uap Gubernur Jenderal telah berangkat siang pukul 3 pagi dari Benkoelen. Dari Padang sendiri belum mengetahui nasib kapal uap Gouverneur Generaal Loudon yang pada Minggu pagi (tanggal 26 Agustus) berangkat ke Batavia belum ada yang diketahui. Surat kabar Sumatra courant menerima surat kabar berbagai edisi yang terbit di Belanda yang dibawa oleh kapal uap Gouverneur Generaal Loudon.

Sumatra-courant, 30-08-1883
Satu hal yang menarik adalah kesimpangsiuran suara letusan yang terdengar di Sibolga. Sumatra-courant edisi 28-08-1883 melaporkan suara ledakan yang diduga dari benteng Sipoholon yang diserang pengikut Sisingamangaradja. Sumatra-courant edisi 30-08-1883 telah menerima telegram dari Sibolga bahwa benteng Sipoholon memang benar telah diledakkan, semua telah menjadi abu dan kerusakan sangat luar biasa.

Sejatinya masih ada perang di berbagai tempat di bagian utara Sumatra, seperti yang dilaporkan Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 30-08-1883. Di Tapanoeli, khususnya di Toba dan Silindoen yang dilakukan oleh Sisingamangaradja dan pengikutnya. Di Asahan juga terjadi kerusuhan, terkait dengan pengasingan Sultan Asahan (yang terhubung dengan Sisingamangad=radja di Toba). Perlawaban terhadap Belanda yang dilakukan di Tamiang. Seperti halnya di Toba dan Silindoeng, perang juga masih berlangsung di Atjeh.

Sejak ledakan gunung Krakatau, komunikasi telegraf terputus antara Jawa dan Sumatra. Di Jawa telegraf terdekat dengan Krakatau yang masih terhubung adalah Serang. Sedangkan di Sumatra berada di Bengkoelen, Palembang dan Lahat. Saat tidak adanya hubungan komunikasi antara Jawa dan Sumatra terjadi penyerangan yang dilakukan (pengikut) Sisingamangaradja terhadap benteng Sipoholon. Bagaimana bisa terjadi saat letusan gunung Krakatau terdengar di Sibolga juga terdengar bunyi ledakan benteng Sipoholon. Tentu saja sejauh ini tidak ada berita yang muncul di Batavia tentang peledakan benteng Sipoholon di Silindoeng, Tapanoeli.

Pembangunan telegraf di Hindia Belanda dimulai tahun 1856 di Batavia (lihat Almanak 1870). Hubungan pertama Batavia Buitenzorg. Tahun 1857 dibangun hubungan Batavia dengan Soerabaja. Pada tahun 1859 sudah terhubung dengan semua kota-kota utama di Jawa termasuk Serang. Selain itu, tahun 1859 hubungan Batavia, Muntok dan Singapoera terpasang dan juga dari Muntok ke Palembang. Pada tahun 1865 dibangun hubungan Anjer dan Telok Betong. Lalu untuk wilayah Sumatra dari Telok-Bctong dihubungkan dengan Palemhang, Benkoelen dan Padang, Dari Padang dihubungkan dengan Siak. Sementara dari Telok-Betong ke Manggala, Batoe-Radja, Lahat dan Palembang. Pada tahun 1870 terhubung Australia, Java dan Singapoera. Pada tahap selanjutnya Padang terhubung dengan Sibolga dan Padang Sidempoean. Pada saat kejadian letusan gunung Krakatau, sambungan telegraf terjauh dari Batavia adalah Banjoewangie di timur (Jawa), Sibolga dan Padang Sidempoean di utara (Sumatra).

Pada tahun 1870 di Telok Betong pejabat Eropa/Belanda yang sudah ada adalah kepala pelabuhan, dokter, petugas bahan bakar, garnisun, Sejak tahun 1870 Controleur di Telok Betong ditingkatkan menjadi Residen. Residen pertama adalah A. Pruys van der Hoeven (sebelumnya sebagai Asisten Residen Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli). Distrik Lampong terdiri dari tujuh afdeeling: Telok Betong ibukota Telok Betong; Boemi Agoeng (Pakoean Ratoe); Toelang Bawang (Manggala); Sepoeti (Tarabangi); Sikampong (Soekadana); Semanka (Tandjoeng); IV Marga (Katimbang); Jumlah penduduk Distrik Lampoeng pada tahun 1870 sebanyak 62 orang Eropa/Belanda; 102,587 pribumi; 117 Chinees; dan 25 Arab dan 3 timur asing lainnya. Saat kejadian letusan gunung Krakatau  Residen Lampong yang berkedudukan di Telok Betong adalah Bayerick.

Berita Hari Kelima, Jumat, 31-08-1883: Orang Banten Mengatakan Bencana Karena Gara-Gara Menghancurkan Kraton dan Masjid di Atjeh

Surat kabar Bataviaasch handelsblad edisi 31-08-1883 hanya terdiri dari dua halaman. Kedua halaman tersebut hanya berisi iklan. Apa sebabnya demikian tidak begitu jelas. Namun tidak ada pemberitahuan. Boleh jadi halaman 3 dan seterusnya tidak tersedia atau hilang. Sebagai penggantinya digunakan surat kabar Java Bode yang juga terbit di Batavia.

Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-08-1883 memberitahukan bahwa editor dan penerbit dengan rela menyediakan diri untuk menerima sumbangan bagi korban di daerah-daerah atas bencana Krakatau, mulai hari ini. Semua bantuan akan segera diberitahukan di surat kabar ini.

Selain itu juga diterima telegram dari Semarang bahwa Indisch Vaderland telah mengumpulka uang sebanyak f4.000 untuk bantuan bencana. Pada Minggu malam nanti, konser musik akan diadakan di kebun binatang, hasilnya akan digunakan untuk kepentingan yang membutuhkan di Bantam. Komite Bandjir yang dibentuk pemerintah di Batavia tahun 1864, hari-hari ini menyediakan f10.000 untuk bantuan bencana di Banten.

Seperti di berbagai tempat, sebuah telegram dikirim seseorang dari Serang mengeluh dua kali lipat, selain rumah dan tokonya yang abu masuk ke dalam setinggi satu inci, dan juga mengeluh karena sulit menemukan kuli untuk membersihkan. [Sebagaimana disebutkan pada hari-hari sebelum ini sulitnya menemukan kuli karena mereka juga terdampak dan mengalami sedih yang mendalam]. Si pengirim juga menyebutkan bahwa hari ini orang-orang mulai bekerja lagi, dan bahkan hari ini orang bisa mendapatkan rumput lagi untuk pertama kalinya (buat kuda dan ternak lainnya). Disebutkannya bahwa di Karangantu, apa yang tidak dibangun dari batu tidak ada lagi, bahkan orang hampir tidak menemukan sisa-sisa. Sebanyak 46 mayat ditemukan di satu tempat. Dua kampung berseberangan, dengan  Karang Aantoe sebanyak 80 penduduk juga telah tewas, hanya lima dari penduduk di situ yang ditemukan hidup.

Si pengirim juga berceloteh...Tetapi, para pengungsi yang selamat dari Anjer dan Tjeringin (orang Eropa/Belanda yang selamat) tidak menemukan sedikit pun bantuan dengan penduduk pribumi. Bahkan minta air pun ditolak untuk pengungsi yang malang itu, padahal mereka memohon hanya untuk anak-anak mereka yang sekarat. Tentu saja, ada jauh lebih sedikit makanan. Mereka mengusir orang-orang pengungsi dari satu kampung ke kampung lainnya, menutup rumah-rumah untuk mereka dan membentak mereka, dengan kata-kata: ‘Itulah hukuman atas apa yang Anda lakukan pada orang Aceh!’ Seseorang yang telah lemah kakinya menawarkan 30 gulden jika dia ingin mendapatkannya. Tapi tidak, tidak ada bantuan. Dan untuk para dermawan yang tidak mengalami musibah sekarang ingin memberikan bantuan! Anda sekarang memiliki perasaan filantropis! Jika Anda mendengar apa yang dilakukan para pengungsi Eropa/Belanda yang malang itu, di tengah kegelapan, di bawah hujan batu, tanpa makanan, tanpa pakaian, selalu dalam ketakutan bahwa akan terjadi lebih banyak lagi, maka hati ini akan menyusut. Air minum di sumur tidak dapat digunakan selama dua hari setelah Senin, oleh abu yang jatuh ke dalamnya. Sungai adalah sup abu-abu. Itu cerita pendek. Apa yang dilaporkan oleh telegram di surat kabar adalah kebenaran, tetapi tidak lengkap, bahkan lebih buruk. Kegelapan itu, disertai guntur, pohon-pohon dan ranting-ranting yang rontok dan kemudian hawa dingin, semuanya bekerja bersama, untuk memberikan perasaan bergidik. Betapa dinginnya disini ditunjukkan oleh fakta bahwa minyak kelapa telah memadat. Tentu saja ocehan si pengirim telegram ini bersifat debatable.

Hingga pada hari kelima ini (31 Agustus 1883) belum ada laporan situasi dan kondisi di Telok Betong. Berdasarkan informasi dari kapten kapal uap Governeur Generaal Loudon, Lindemann, orang-orang hanya berasumsi bahwa hanya Residen (Altheer) yang terbebas karena rumahnya terletak di tempat yang tinggi. Pengamatan dari kapten Lindaman ini kira-kira mirip dengan pengamatan dari daratan yang telah diteruskan via telegram ke Padang pada tanggal 28 sore yang dimuat pada Sumatra courant pada tanggal 30 Agustus. Disebut dari Lahat bahwa Telok Betong telah habis.

Pertanyaan juga muncul di Batavia bagaimana dengan Kroe dan Bengkoelen. Orang di Batavia hanya berasumsi di Kroe kecenderungan selamat, karena kota kecil itu berada agak tinggi di daratan. Tentang Bengkoelen, sejauah ini tidak ditemukan berita bencana yang dikirimkan dan diterima di Padang. Hal penyelidikan ke Selat Sunda, dialporkan pemetaan vulkanik sudah selesai dan kini diinstuksikan untuk membuat peta baru di pulau (pantai barat Jawa di Selat Sunda. Juga dilaporkan bahwa hari Rabu (hari ketiga) administrasi militer telah bekerja tanpa hambatan membawa sejumlah besar jerami Australia, yang tersedia di gudang, dengan kapal uap, untuk dibawa ke tempat bencana dan diberi pakan ternak. Komandan angkatan laut juga telah memerintahkan kapal perang ke Selata Sunda, kapal itu telah berangkat pagi ini untuk menarik bangkai kapal uap Bogor yang karam saat terjadi gelombang, Sejak kantor telegraf hancur di Anjer, telah mendirikan kantor sementara di Tjilegon,

Selama tidak ada penjelasan tentang situasi dan kondisi di Lampong selama itu pula orang-orang berandai-andai. Sementara dari Sumatra, tentang situasi dan kondisi di Lampong juga hanya terdengar samar-samar: Hanya disebutkan Telok Betong habis, tetapi tanpa ada pnejelasan dan kejelasan. Seseorang menulis tentang Lampong yang dimuat pada Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-08-1883.

Di pantai-pantai di distrik Lampong, tidak kurang dari apa yang terjadi di daerah Banten tentang hal yang tidak menguntungkan.Telok Betoeng, ibukota, di mana belum lama ini menjadi kediaman baru (koloni), yang memiliki harta berharga, telah selesai dan yang pada akhirnya, kemakmuran, seperti yang Anda tahu, benar-benar telah hancur, sebagian besar kampung penduduk asli terletak di tepian dimana ada sungai besar yang mengalir ke laut. Kemudahan komunikasi yang ditawarkan oleh sungai-sungai ini, dengan ketiadaan parasarana sama sekali, setidaknya sampai beberapa tahun, jalan pedesaan; menamgkap ikan menjadi mata pemcaharian, yang memberi kehidupan cabang perdagangan penduduk asli, dan kenyamanan lainnya, yang menawarkan kedekatan air yang mengalir, penduduk lebih memilih untuk menemukan pemukiman di tepi sungai. Tanah yang terletak di antara sungai biasanya hanyalah hutan belantara dan hutan yang tidak dapat diakses, dimana pejalan kaki dalam bahaya menjadi mangsa binatang buas, yang jauh lebih banyak di Sumatera daripada di wilayah ini (Jawa). Orang-orang berpikir tentang kehancuran yang pasti menyebabkan laut memasuki sungai. Seperti Bantam, distrik Lampongsohe juga untuk waktu yang lama akan mengalami kemunduran dan kesengsaraan. Selama bertahun-tahun yang mengerikan di wilayah ini telah menghela nafas di bawah administrasi Sultan Banten. Perompak laut selama bertahun-tahun menjadi kekhawatiran di Banten, ketakutan dan teror bagi penduduk. Setelah negara itu diberikan kepada pemerintah (Pemerinta Hindia Belanda) dan pemerintah itu sendiri dimulai pertama sekitar 25 tahun lalu (1858?). Dewan pertama dibawah Residen Pruijs van den Hoeven.  Dari tahun 1870 hingga 1873, daerah-daerah tersebut membuat langkah besar dalam perjalanan kemajuan, dan meskipun sebagian besar cabang budaya, setidaknya produk yang ditujukan untuk pasar Eropa, masih dalam awal kelahiran mereka, kemajuan yang dicapai dalam beberapa tahun terakhir perdagangan, terutama dengan Jawa, khususnya Batavia, didasarkan pada harapan bahwa Lampong sedang menuju pembangunan, yang sumber daya alam kaya provinsi ini.Semua ilusi yang dipupuk tentang hal itu kini telah menghilang menjadi abu selama bertahun-tahun ke depan. Mungkin saja kerusakan yang diakibatkannya tidak terlalu besar, tetapi kami pikir kami memiliki alasan untuk takut akan yang terburuk menimpa daerah ini.

Sementara dampak di Bantam sudah mulain terpetakan dan Lampong masih tanda tanya besar, redaksi Java-bode yang selama ini hanya berpikir untuk memilih surat telegram yang masuk sebagai news, meras perlu untuk mulai melakukan analisin/ulasan. Hal itu dikaitkan dengan belum adanya tindakan yang kongret dari pemerintah pusat (Raad van NI), sementara pemerintah daerah (Residen seakan dibiarkan mengambil tanggungjawab sendiri di Banten, sedangkan publik telah mulai menggalang dana bantuan. Bahkan dari luar negeri (di Singapoera) segera setelah kejadian telah mengalokasikan ribuan dollar untuk bantuan bencana di Banten. Redaksi, setelah hampir sepekan mulai menurunkan ulasan.

Ulasan redaksi Java Bode bermuara pada dua sisi: Pada satu sisi gerak lambat pemerintah mengambil langkah-langkah masa depan Banten dan di sisi lain menguatnya pertentangan diantara publik (baca: orang Eropa/Belanda) antara alokasi bantuan yang dikumpulkan dengan situasi kejiawaan diantara para korban di Banten. Adanya sikap tidak simpatik dari penduduk asli (yang juga malang) terhadap pengungsi Eropa/Belanda yang malang (yang meminta welas kasih) menjadi isu panas yang melebar kemana-mana. Penduduk pribumi yang melihat bencana ini sebagai kutukan yang harus mereka terima karena Eropa/Belanda telah menghancurkan Atjeh. Isu panas ini telah mempertentamgkan agama. Publik mulai mempertimbangkan bahwa bantuan hanya bagi pengungsi Eropa/Belanda. Pribumi tak pantas menerimanya. Namun menerut redakasi asumsi-asumsi itu hanya merugikan semua pihak. Sebab pribumi adalah elemen strategis dalam produks (eksploitasi)i untuk mendatangkan kemakmuran (bagi Eropa/Belanda). Redaksi menggarisbawahi, pemerintah yang diam hingga ini hari, menjadi faktor penting melihat bencana yang ditanggung semua pihak dalam konteks masa depan Banten. Bagi pemerintah, masalah Banten tidak berdiri sendiri: apakah membangun kembali Bantam atau tetap terus melanjutkan Perang Atjeh.

Sebagaimana diketahui, krakton dan masjid Atjeh telah dihancurkan militer pada bulan April 1874. Perlawanan penduduk Atjeh, demikian juga perlawanan Sisingamangaradja dan pengikutnya hingga saat ini adalah perrjuangan pemerintah yang belum selesai. PR pemerintah semakin bertambah dengan munculnya bencana Krakatau yang tidak terduga ini. Dalam konteks inilah, ketika bencana Krakatau di Banten hanya ditangani sendiri oleh pemerintah daerah (Residen), pemerintah pusat (Gubernur Jenderal dan Raad van NI) masih diam seribu bahasa.

Berita Hari Keenam, Sabtu 01-09-1883: Kapal Gouverneur Generaal Loudon Tidak Menemukan Orang di Pantai Telok Betong

Berita Telok Betong dan situasi dan kondisi di Telok Lampong mulai muncul ini sehubungan dengan pelayaran kapal uap Graaf van Bijlandt. Bataviaasch handelsblad, 01-09-1883 melaporkan bahwa hari ini telah tiba di Kroe dan bertemu dengan kapal uap GG Loudon. Di Telok Betong tidak menemukan orang.

Kapal uap Graaf van Bijlandt yang disebutkan akan berangkat dari Batavia 29 Agustus ke Atjeh melalui Telok Betong, Padang dan lainnya (lihat Sumatra courant, 29-08-1883) telah berangkat.

Kapal uap Graaf van Bijlandt melaporkan bahwa di Vlakkenhoek, menemukan tumpukan batu apung, yang berukuran hingga empat kaki atau satu setengah hasta di bawah permukaan laut. Kapal yang melaluinya tergesek batu apung dan kondensor klorinnya tidak berfungsi. Di Teluk Lampong, Graaf van Bijlandt menemukan kapal tongkang ‘Kedirie’ yang terperangkap dan telah berusaha sia-sia untuk mendekati pantai dan menyerahkan paket pos itu kepada G v. Bijlandt. Mercusuar pada bangunan di Vlakken masih berdiri, tetapi ketika Bijlandt melewatinya pada malam hari, ia tidak melihat cahaya menyala, sehingga menara harus dianggap tidak berfungsi.

Direksi Bat, Havenwerker melaporkan bahwa pada tanggal 30 pagi kapal tongkang ‘Kedirie’ berangkat ke Telok Betong, inspektur telegraf Epple dan dengan peralatan telegraf dengan beberapa orang dari perdagangan (Kotting dan Weber). Sore hari kapal tongkang dengan kapaten Lourens berangkat ke Selat Sunda yang terdiri dari pelaut angkatan laut. Mereka ke laut Boelen untuk menyelamatkan orang-orang yang karam dan memperingatkan kapal. Pada tanggal 31 Agustus dini hari kapal tongkang ‘Tagal’ dengan insinyur Nieuwenhuijs pergi ke Merak untuk menyelamatkan apa yang dibutuhkan dan untuk membantu dimana diperlukan. Banyak persediaan beras dan obat-obatan dibawa. Tim kuli besar akan bergabung, untuk bekerja di Merak. Kapal ini juga akan menyeret 4 prauw pakan ternak ke Karang Antoe. Pada tanggal 1 September pagi-pagi sekali kapal tongkang ‘Surabaya’ dengan peralatan laut ke Selat Sunda untuk melayani angkatan laut. Kapal itu sarat dengan batu bara, anggur dan air untuk menarik  kapal uap Bogor. Pada tanggal 1 September kapal tongkang ‘Pekalongan’ akan berangkat bersama inspektur Drooge ke Selat Sunda sore ini untuk melayani penerangan pantai.

Lebih lanjut kapal uap Graaf van Bijlandt menyebutkan bahwa Teluk Lampong, di sepanjang Varkenshoek dan utara pulau Dwart ke St., Nikolaaspunt masih dapat dilayari seperti dulu. Di Telok Betong Bijlandt belum bisa mendapatkan orang. Karena kedatangan terlambat sebagai akibat dari situasi di Selat Sunda. Salinan laporan kapten Bijlandt dan kapal tongkang  telah dikomunikasikanoleh perusahaan pelayaran NI kepada Komandan Pasukan Angkatan Laut, sementara pada saat yang sama komunikasi telegrafik dilakukan kepada kepala pekerjaan pelabuhan, untuk memungkinkan mereka mengambil tindakan yang mereka anggap perlu. Oleh karena komunitas yang hancur di Telok Betong, barang-barang yang ditujukan untuk tempat itu dibawa kembali ke sini oleh Bijlaudt.

Laporan-laporan bencana di Lebak selatan mulau berdatangan. Demikian juga dari Karawang. Laporan juga datang dari Tjilatjap dan (pulau) Nusakabangan. Laporan dari Pelabuhan Ratoe beberapa sebelum ini sudah muncul.

Laporan lain Bapak K. pejabat di Landberg & Zoon, yang datang pertama dengan kapal tongkang di Telok Betong, telah menerima dari kapal Bijlandt di Straat Sunda, dan laporan berikut, dibuat dengan terburu-buru, tertanggal 31 Agustus, memberitahukan sebagai berikut.

Kemarin (30 Agustus) di Nicolaaspunt; dari waktu ke waktu batu apung persisten, puing-puing dan mayat.  Pukul 6 mesin bermasalah, injeksi dan dobkey diblokir oleh rintangan di bawah kapal, karena tidak ada jangkar di Varkenshoek; 80 depa kedalaman aliran dan musim dingin yang menguntungkan. Pada pukul 10, kapal berhasil dan berlabuh dalam angin melewati Pigshoek, disana mengalir deras batu apung atau abu kolosal dari Teluk Lampong, yang memberi kami harapan bahwa teluk itu akan bersihdilepaskan. Sebelumnya pada pukul 8.30 dibersihkan oleh penyelam untuk jangkar dan pipa injeksi. Kami sepakat. Untungnya 2 penyelam tidak ada di kapal, kami mengapung. Pukual setengah sepuluh dengan kecepatan di depan dengan prospek berada di Telok-Betong hingga pukul 2, tapi sayangnya setelah setengah jam mengepul sebuah bank muncul, sejauh mata memandang. Perlahan-lahan mengepul sampai ternyata bank itu bukan permukaan batu apung yang besar, mesin untuk berhenti mengukus setelah 10 menit ketika kami menemukan permukaan batu di sekitar kami di mana mesin tidak bisa bekerja, jadi berhenti dengan jangkar. Waktu hilang. Sama sekali tidak mencapai Telok Betong; akan lebih baik mencoba melakukan ini di darat. Ketebalan batu apung dua setengah kaki; tidak ada pertanyaan tentang bahaya.

Sementara itu, seperti dilaporkan Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 01-09-1883 bahwa kapal uap Gouverneur Generaal Loudon telah tiba di Padang kemarin (tanggal 31 Agustus). Disebutkan kapal dengan kapten kapal Lindamann akan ke Atjeh besok pukul 8 melalui Asalabou (Meulaboh). Surat kabar ini juga melaporkan bahwa kemarin (tanggal 31 Agustus) seorang penumpang GG Lodon dari Bengkoelen melaporkan setelah membaca surat kabar yang dibawa kapal GG Loudon tentang apa yang dialami oleh kapal tersebut pada hari bencana di Telok Betong. Oleh karena kapal itu sudah tiba di Padang dan telah mendapat surat kabar serupa lalu memuatnya.

Pada saat gelombang besar 27 Agustus kapal ini berada di telok Telok Betung dan pada besoknya (tanggal 28 pukul 6.50 malam) berlabuh di Pulau Pandjang, Banten. Tidak diketahui apakah kapal ini ke Tandjong Priok. Besar dugaan kapal uap Gouverneur Generaal Loudon tidak ke Tandjong Priok tetapi langsung balik arah ke Sumatra dan pada tanggal 31 Agustus tiba di Padang. Pada saat tiba kapal uap Graaf van Bijlandt di Kroe, masih sempat bertemu dengan kapal GG Loudon.    

Kedatangan kapal GG Loudon di Padang yang juga membawa surat-surat kabar telah membuat jelas di Sumatra. Pemberitaan melalui telegraf dari Padang ke Palembang dan Sibolga telah membuat lebih jelas apa yang terjadi dengan letusan beberapa hari yang lalu. Namun bagaimana situasi dan kondisi di Lampong belum banyak kejelasan. Sebagaimana di Batavia di Jawa yang tetap bertanya-tanya, juga idem dito di Sumatra.

Pemberitaan Sumatra courant selain sumber dari GG Loudon tentang Krakatau juga berita-berita tentang Perang Batak yang dipimpin oleh Sisingamangaradja. Disebutkan bahwa Bakkara, pusat Sisingamangaradja telah direbut militer dan Sisingamangaradja tetap tidak menyerah dan terus bergerak melakukan penyerangan. Beberapa kampung yang diduduki oleh militer telah diminta militer harus bayar denda atau hanti rugi. Boleh jadi ini untuk membayar peluru dan granat ynag digunakan.  

Berita Hari Ketujuh, Minggu 02-09-1883: Laporan dari  Telok Betong Hancur

Surat kabar Bataviaasch handelsblad tidak seperti sebelumnya, pada hari Minggu adalah libur, tapi kali ini surat kabar Bataviaasch handelsblad edisi Minggu 02-09-1883 terbit dengan subjudul  Extra Nummer Bataviaasch handelsblad. Pada kolom headline tercetak Telok Betong. Biasanya halaman depan dan beberapa halaman berikutnya adalah halaman iklan. Namun kali ini dengan berita sangat ringkas. Hanya satu halaman saja dengan headline Telok Betong. Isi beritanya sebagai berikut:

Bataviaasch handelsblad edisi Minggu 02-09-1883
Hari ini tongkang, yang dikirim Bat. Havenwerker ke Telok Betong telah kembali. Dilaporkan bahwa seseorang harus menyerah untuk mencapai tempat itu jika melalui darat. Controleur Ketimbang, Beyerick bersama istri dan dua anak datang. Mereka menderita luka bakar yang menakutkan, sementara seorang anak sudah mati. Penduduk sangat tidak ramah, Controleur terkejut bahwa mereka berani pergi ke darat tanpa senjata. Hancur tiga mil jauhnya dalam segala hal; orang tidak bisa membayangkan kesengsaraan yang berlaku dimana-mana. Ribuan mayat ditemukan mengambang. Controleur, agar tidak dibunuh, berjanji untuk mengirim beras dan benar-benar memberikan beras. Jika pemerintah memasuki daratan ini harus didampingi pengawalan bersenjata, Telok Bétong tidak dapat dicapai melalui darat. Tentang laut tidak dijelaskannya. Kabupaten Lampong berada dalam kondisi anarki total. Orang-orang Eropa yang masih hidup berada dalam bahaya terbesar dalam hidup, Orang-orang, yang ditemui oleh koresponden kami, sangat marah dan disalahkan, sama seperti Bantammer yang harus menyalahkan sebab musibah yang mereka alami kepada pemerintah, karena berperang dengan Aceh.

Surat kabar yang terbit di Batavia, Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, tidak terbit tanggal 2 September. Hanya Bataviaasch handelsblad satu-satunya yang terbit dengan ekstra nummer. Disinilah keutamaan Bataviaasch handelsblad dalam hal ini.

Berita Hari Kedelapan, Senin 03-09-1883: Controleur Lampung. Beyerinck di Telok Betong Melihat Sendiri Gunung Krakatau Meletus, oleh Bara Api yang Terlempar, Rumah Mereka Terbakar, Istrinya Luka Bakar Parah

Berita letusan gunung Krakatau dan dampak yang ditimbulkannya hingga hari kedelapan setelah kejadian belum selesai. Selain situasi dan kondisi di Lampong, khususnya di Telok Betong belum rinci, kisah-kisah yang terjadi mulai terbuka. Gambaran peristiwa yang mewakili situasi dan kondisi yang terjadi pada tanggal 26 dan 27 Agustus, seseorang telah menulis dan dimuat oleh Bataviaasch handelsblad, 03-09-1883. Si Penulis menulis setelah sembuh di rumah sakit. Berikut kisahnya yang diberi redaksi dengan judul Kisah Seseorang Selamat di Anjer: 

Langit agak gelap di sore hari (26 Agustus 1883) dan air laut terlihat lebih tinggi dari biasanya. Angin datang agak keras, sehingga perahu saya terdorong cepat di pantai. Suara bergemuruh dan menggelegar di kejauhan, dan dari waktu ke waktu orang-orang mendengar suara yang sangat keras, seperti ledakan Krakatau sebelumnya. Seperti biasa, orang di Anjer istirahat malam itu, beberapa penduduk memiliki perasaan bahaya yang nyata, tidak ada yang bisa menjelaskan, Angin yang sedikit kencang, laut yang agak tinggi dan ledakan dahsyat di kejauhan, sampai bencana besar itu mengancam kami.

Seperti biasa, masih pagi-pagi sekali dan ketika saya keluar tampak baik-baik saja. Saya pergi untuk melihat perahu saya di pantai dan menemukan salah satu dari mereka lepas, saya memutuskan untuk membuat ikatan yang lebih kuat lagi. Dalam perjalanan pulang, sekitar pukul 6 pada waktu itu, pria tua dan pria muda yang tengah berada di depan tempat tinggalnya, serta kapten yang dikenal di Anjer, dengan siapa saya memulai percakapan biasa tentang itu, tetapi banyak yang acuh tak acuh. Setelah beberapa menit, saya mendengar teriakan di satu baris ke arah pantai: ‘bandjir datang!’ Dan, saya berbalik, saya melihat di kejauhan sebuah massa air besar tinggi yang di langit tampak hitam, pada pandangan pertama, bahwa dengan kehancuran yang menakutkan dan suara petir.

Pada saat berikutnya air telah mengangkat saya dan membanjiri saya dengan kekuatan sedemikian rupa sehingga saya terhempas bersama air, dan membuat beberapa puing di atas kepala saya. Antara udara dan air dengan rasa takut. Badan saya diliputi kulit hitam, segera dibanjiri dengan semua jenis benda, untungnya aku mempertahankan diri dan aku segera yakin bahwa, aku sudah di dalam, Saya bersyukur dan tidak berharap lagi terjadi. Di sana saya terangkat oleh banjir di saat yang tidak dapat diceritakan. Aku bisa bernapas, ketika kepalaku naik ke atas. Di permukaan banjir tampak dibawa-bawa seperti pohon palem, dan benda-benda yang beragam, termasuk banyak barang rumah tangga, melaju melewati saya dengan kecepatan yang menakutkan. Saya didorong oleh air, saya coba tangkap pohon, tetapi arus terlalu kuat untuk saya. Di momen berikutnya dengan pohon lain aku dapat berpegang lebih aman. Saya memegang dan berpegangan pada batang pohon, tetapi membuat diri gemetar ketakutan di dalam air, tetapi saya berpikir pegangan di pohon itu bisa menjadi sarana keselamatan saya. Sebagus yang saya bisa, saya naik di batang pohon beberapa kaki, tetapi banjir sepertinya masih naik, kaki saya masih tergantung di air. Pada satu titik, ke arah yang sama dimana batang pohon saya berada di atasnya, atap besar sebuah rumah yang terbuat bambu mendorong dan bertabrakan dengan pohon itu, menghantam kaki saya sehingga saya menjerit kesakitan. Menyadari saya dimana-mana terancam oleh kematian, dan tidak dimana pun, bahkan di tempat dimana saya menemukan diri saya, menemukan keselamatan, pikiran itu datang kepada saya sejenak untuk melepaskan saya dari mati. Aku merasa nyeri dan merasakan kakiku, terjepit di antara pohon dan atap, pecah. Berapa lama saya menghabiskan dalam kondisi itu tidak diketahui oleh saya; untuk menebak hanya beberapa menit, tetapi beberapa menit itu dalam penderitaan seakan menjadi berjam-jam. Tiba-tiba saya merasa lega; karena perubahan arah arus, oleh pusaran air atau apa pun, tetapi atap bambu oleh gelombang bergeser dan melepaskan kaki saya dari ketukan yang mengerikan. Saya masih memiliki kekuatan dan kesadaran untuk mendaki beberapa kaki lebih tinggi agar tidak terjebak untuk kedua kalinya dan untuk merebut setiap kesempatan keselamatan yang ditawarkan kepada saya dalam kondisi saya.

Saya melihat-lihat sekitar dari pohon. Itu terlihat mengerikan; tempat bangunan Carnation berdiri, aku tidak melihat apa-apa selain banjir yang menderu dan liar, yang darinya hanya beberapa semacam tanduk dan puncak-puncak atap yang nimbul di sana-sini. Di sekelilingku berdiri lelaki tua de Jong yang disebutkan di atas, yang telah membawa tetangga itu bersama istrinya di atap datar rumahnya, yang belum terendam banjir. Kedua orang tua itu sama menderitanya seperti aku, dan mereka berlari di sepanjang sisi atap, mungkin menghitung detik yang memisahkan mereka dari kematian. Mereka berdua satu-satunya makhluk hidup yang muncul di mataku. Namun, pada saat tertentu, air turun dengan sangat cepat dan kembali ke laut lagi. Saya melihat bahwa air melarikan diri di bawah kaki saya, dan segera saya perhatikan bahwa saya dapat dengan aman meluncur dari posisi tinggi saya untuk mencari tempat pelarian yang aman.

Dan begitulah yang saya lakukan. Aku berdiri lagi di atas ketinggian, tetapi, Tuhan, sungguh pemandangan yang muncul dari pandangan setengah linglungku! Itu adalah adegan kebingungan terbesar yang tidak bisa digambarkan oleh pena. Massa yang menumpuk dari perabotan yang rusak, balok, potongan kayu, tanduk, bejana yang pecah, tubuh manusia, dimana-mana membentuk harapan yang bingung dan liar. Saya merangkak dengan tangan dan kaki di atas banyak benda yang berserakan, diantaranya saya bertemu disini dengan mayat yang terselip di antara perabotan dan akhirnya saya beruntung menemukan diri saya di bagian yang lebih tinggi dari tempat dekat kamp Cina. Seorang Tionghoa yang meratap dan meremas-remas berdiri di depan warongnya, saya meminta untuk segelas air, tetapi lelaki itu, tetapi bergegas masuk dan menyerahkan saya air dan sejumlah kue yang cukup. Aku hampir pingsan, meletakkan botol itu di bibirku dan minum yang menguatkan badan kembali.

Sementara itu, saya melihat dari satu tempat ke tempat lain, ketika dimana saya sekali melihat pada psosi berada di tempat saya tinggal; rumah saya sudah hanyut, tentu saja dengan semua yang menjadi milik saya. Aku sangat kekurangan pakaian, makanan, uang, singkatnya segalanya, lebih buruk dari yang termiskin, karena setidaknya tidak ada yang tersisa bagiku selain yang buruk yang kupakai dan celana panjangnya, yang hampir tidak bisa menutupi kakiku yang terluka. Namun di  Anyer ini memberi saya harapan lebih, dan ketika saya menganggap diri saya satu-satunya yang diselamatkan dari bencana, yang telah memusnahkan seluruh tempat, saya memutuskan untuk meninggalkan ruangan itu sesegera mungkin dan jika mungkin bergegas ke Serang untuk melapor ke sana tentang yang terjadi. Di kuburan saya melihat pasangan de Jong yang sudah disebutkan yang istrinya menghilang dengan gelombang pasang kedua.

Abu mengerikan mulai turun; Begitu cepat sehingga kaki saya yang terluka memungkinkan saya untuk berjalan melakukannya, saya menyeberang sepuluh rintangan bertebaran dan saya akan melewati beberapa paal pada perhitungan saya, ketika saya melihat kereta pos mengarah ke Serang, yang kudanya ampak berusaha keras. untuk bekerja melalui lapisan abu yang sedikit yang menutupi permukaan tanah dimana-mana. Hewan itu nyaris tidak bisa berjalan dengan langkah cepat dan dengan sangat mudah aku bisa mengimbangi kendaraan itu, yang bagaimanapun, tidak terlihat tempat yang dapat untuk tempat berlindung semua abu yang penuh. Bagaimana saya dapat memeiliki kekuatan untuk meenempuh jarak antara Anjer dan Serang, tanpa menyerah dan tidak keletihan di sepanjang jalan, tidak dapat dipahami oleh saya; Tentu saja kekuatan yang lebih tinggi telah mendukung saya, dan keinginan untuk menyelamatkan kehidupan selalu menguatkan saya ketika mengancam akan menjatuhkan saya. Pada sore hari yang sama, hari Senin (27 Agustus) yang malang itu, saya tiba di Serang dan lalu dibawa ke rumah Pak Metman disana. Pakaian saya tampak bagai seorang bodoh dan di kepala saya serta di beberapa bagian tubuh saya yang lain ada beberapa inci lapisan abu yang tebal. Ketika saya menceritakan takdir, ketika di Anjer menghatam saya, beberapa pengobatan dilakukan ke saya di depan rumah Tuan M., dan setelah kelelahan yang kami alami, saya siap untuk istirahat yang sangat diperlukan. Dokter membawa saya segera ke rumah sakit untuk menyembuhkan luka kaki saya.

Sekarang, setelah dipulihkan kembali, adalah keinginan saya untuk mengucapkan terima kasih yang tulus kepada dokter di Serang, tuan van der Meij  atas upaya besar yang telah ia lakukan untuk pemulihan saya dan lebih dari perhatian penuh kasih yang dengan teman temannya, dan juga direktur rumah sakit, sersan-mayor Veltman, telah menangani saya, itu membuat hati baik dalam kebutuhan yang paling putus asa dan setelah menanggung begitu banyak bahaya dan banyak orang dalam perjalanan untuk bertemu, yang bersaing dalam pengorbanan dan untuk merekonsiliasi korban kecelakaan dengan kehidupan, untuk menghiburnya dalam keadaan sepi dan, dengan memberikan manfaat materi dan untuk meringankan kesedihannya, untuk mendorong dan membangkitkan nasib sulit lagi melawan langkah-langkahnya. Orang-orang seperti mereka itu tidak selalu ditemukan, karena itu terima kasih yang saya pulih dengan senang.

Jumat lalu (31/8) saya sembuh dari rumah sakit dan hari berikutnya (Sabtu 1/9) saya dibawa ke Karang Antoe dengan mobil keliling, untuk berlayar ke Batavia di atas kapal Ophir. Sebelum kami berangkat, kami masih bisa berbagi dalam amal komite-komite, yang presidennya memberikan dukungan moneter kepada yang diselamatkan di hadapan Residen. Dukungan itu diperkirakan sebesar f90 per orang untuk pria, untuk wanita di f60 -f65. Seorang janda seorang pejabat yang kehilangan suaminya di Anjer bersama dua anaknya menerima jumlah pertama, tetapi semua orang mendapatkan sesuatu. Adalah harapan saya lebih jauh untuk berkompromi dengan badan amal komite, atau rencana untuk ingin memohon kepada para bangsawan untuk dukungan lebih lanjut dari yang tidak beruntung, tetapi bagi saya kelihatannya keuangan yang diberikan tidak memadai, bahkan tidak memadai kebutuhan pertama, terutama bagi para wanita. Apa manfaat dari beberapa gulden baginya, yang, karena kehilangan segalanya, harus segera mulai mencari akomodasi untuk mencari uang? Memang benar, yang paling cepat membantu, paling membantu, tetapi diperbolehkan bagi saya untuk merekomendasikan pembangunan kembali Carnation yang diselamatkan dalam amal semua teman manusia untuk selanjutnya. Terlalu banyak yang hilang untuk pembayaran bantuan sebagian sudah cukup; bantuan haruslah kuat dan luas, jika hanya sedikit usaha untuk mencoba meringankan kesan menyakitkan dari penderitaan yang diderita.

Namun, bukan untuk saya, saya menulis, dan saya hanya meminta pembaca Anda untuk memperhitungkan bahwa saya tidak menarik bagi badan amal umum. Saya masih tidak memiliki harapan, bahkan sebagai individu pribadi; Saya sudah tua dan akan bisa memenangkan roti saya untuk kehidupan yang saya tinggalkan dapat dipulihkan. Tetapi orang-orang yang diselamatkan, sejauh jumlah mereka diketahui saat ini, masih dapat ditolong oleh sesuatu selain dari penerimaan hanya beberapa lusin bantuan, dan harapan saya tulus bahwa para pria yang membebani diri mereka dengan pekerjaan amal itu belajarlah untuk memahami sesegera mungkin.

Batavia, 3 September 1883
V

Catatan tambahan dari Redactie bahwa penulis di atas adalah seorang pemilik ttansportasi untuk Selat Sunda di Anjer, telah datang secara langsung menemui kami. Dia mengenakan pakaian pinjaman, memiliki kamisol dari warga Serang, celana panjang dari kapten kapal, mantel tuan rumah dan sepasang sandal dari rumah sakit di Serang. Dia sudah dijamin akomodasi dan kebutuhan makanannya; tetapi kami ingin memohon kepada orang yang serba kekurangan itu atas belas kasihan semua orang yang menerima kisahnya dan meminta bantuan mereka untuk memperoleh beberapa set pakaian yang dengan senang hati akan kami terima untuk orang yang malang itu agar mereka untuk dapat mencari nafkah sesegera mungkin untuk mendapatkan nafkah, yang di sini di Batavia atau di tempat lain dalam profesinya memang memiliki peluang. Karena itu kami berkomitmen untuk setiap kontribusi dan akan senang untuk berkomunikasi.

Sementara itu Bataviaasch handelsblad, 03-09-1883 kembali memuat berita singkat satu halaman pada edisi hari Minggu tanggal 2 September 1883. Tulisan yang dimuat kemarin itu menjadi bagian kepala berita (selanjutnya).

Sebagai tindak lanjut dari berita di atas, kita mengetahui bahwa tuan-tuan yang berangkat ke Telok Betong dengan tongkang pasti tidak berhasil mencapai tempat itu. Kapal tidak melanjutkan lebih jauh, meskipun ada upaya yang dilakukan, sebab mengambang oleh massa batu apung yang mengambang dan terakumulasi di dekat pantai. Karena itu mereka menelusuri sepanjang pantai timur Teluk Lampong, untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa diselamatkan. Mereka telah berhasil dalam hal ini dengan menemukan keluarga Controleur, yang telah diperkenalkan dalam kondisi ini.

Tentang keluarga (Controleur) ini, kita diberitahu bahwa dia ada di rumah pada tanggal 27 Agustus, di hadapan Krakatau, dan tiba-tiba melihat dari pantai aksi vulkanik yang sangat besar. Controleur melihat nyala api dan abu, naik dari tanah. Nyala api keluar dari tanah di bawah rumah dan membakarnya segera rumah, sehingga Controleur maupun istrinya membuat luka bakar yang parah. Mereka awalnya diangkut dari Boom (pelabuhan) ke rumah sakit di sini (Batavia). Mengenai kehidupan istri Controleur, orang masih ragu apakah bisa bertahan; dia adalah yang paling terluka dan menderita rasa sakit yang tak tertahankan.

Tidak jauh Telok Betong, dari Katimbang juga terjadi ketakutan, seorang petugas Kalie Auda juga merasakan pada kesempatan yang sama dan juga terbakar parah. Selain itu, beberapa penduduk asli, juga kondisi yang menyedihkan dibuat. Atas permintaan Controleur, kapal tongkang ‘Kediri’ menyediakan beras untuk mereka yang sok yang kelaparan dari populasi. Di Kali Anda, pesan dibuat oleh penduduk asli, bahwa hanya penduduk seluruh populasi Eropa Telok Betong yang diselamatkan.

Bataviaasch handelsblad, 03-09-1883 redaksi juga menurunkan tinjauan sebagai berikut: Sungguh menyedihkan untuk dicatat kemarin bahwa pada saat kedatangan orang diselamatkan di Anjer tidak ada seorang pun terlihat di pelabuhan, baik karena ingin memberi selamat kepada mereka yang kurang beruntung dengan keselamatan mereka, dan bagi mereka yang kehilangan segalanya, dan untuk alasan itu kita mengumpulkan uang untuk memberi bantuan. Mereka telah diberitahu tentang kemungkinan kedatangan Ophir, dan itu akan membuat kesan yang baik jika komisi itu menemui mereka, Bagaimanapun, seseorang akan menikmati kepuasan bantuan langsung dan memadai. Tapi tidak ada jejak bantuan seperti itu! Tidak ada yang menunggu, tidak ada yang mengeluh, mendorong atau menghibur dan tidak ada dari mereka yang peduli dalam kemalangan dan kehilangan mereka, orang-orang diselamatkan kemarin untuk menemukan tempat tinggal di sana-sini, begitu baik, tanpa perlu dan bahkan dengan pakaian pinjaman. Sungguh menyedihkan untuk disebutkan dan kesan pertama orang-orang malang pada kedatangan mereka yang aman di ibukota tidak akan terlalu menarik. Ngomong-ngomong, mempraktekkan amal juga termasuk dalam kebijaksanaan.

Hingga hari kedelapan ini, belum ada yang menangani penguburan orang-orang yang mati di Anjer. Bau busuk sudah sangat menyebar. Sangat dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit. Orang  mungkin bertanya mengapa satu batalion belum dikirim ke Bantam, tidak hanya untuk pelestarian dan perbaikan, tetapi juga untuk pemenuhan penguburan orang mati, jika ditunda dapat mengancam kesehatan seluruh Jawa hingga tingkat tertinggi. Dilaporkan bahwa hari ini, sebuah tongkang dari Bat, Havenwerker telah dikirim dengan tujuan ke Telok Betong. Menurut laporan asisten Gouvernuer Generaal, Koster telah dikirim dengan kapal ini untuk mengumpulkan bersama Residen Telok Betong jika memungkinkan. Dalam ekspedisi itu (?) telah ditambahkan  Dr. Vorderman dan tim 10 petugas medis. Mereka dipersenjatai dengan pistol. Berita lainnya bahwa kapal yang tiba di sini dari Selat Sunda kemarin mengabarkan di jalan sempit yang masih dipenuhi tumpukan dalam jumlah yang begitu besar, untuk sesaat kecepatan kapal Jerman terhalang oleh tanah di bawah laut.

Berita dari Serang, Komisi darurat untuk bencana 27 Agustus, melaporkan ribuan penduduk yang selamat dan malang di Banten telah mengungsi ke pedalaman. Karena itu, ratusan ribu gulden diperlukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan, melalui penyediaan sarana untuk pembangunan rumah dan pembelian pakaian dan peralatan, membantu penduduk untuk kembali berusaha. Dalam kebutuhan sementara orang Eropa hanya sedikit jumlahnya, dari bantuan yang sudah dikirim paling tidak cukup. Banyak orang orang timur asing terkena bencana ini. Pemetaan dan penghitungan masih berlangsung.

Semangat penduduk terhadap Pemerintahan dan orang Eropa, menurut Residen, sepenuhnya memuaskan; tidak ada keluhan yang diterima. Pernyataan yang dibuat oleh beberapa penduduk pribumi, bahkan dalam ancaman yang mengancam jiwa. salah atau dibesar-besarkan. Sebagian besar sumur penuh abu, akibatnya kekurangan air minum sementara. Residen meminta dia untuk membuat sepuluh ribu gulden lagi sesegera mungkin permintaan itu dibuat. Sementara atas permintaan Residen Batavia, sejumlah dua ribu gulden diajukan.

Bataviaasch handelsblad, 03-09-1883  juga memuat sebuah surat yang dikirim dari Palembang: Selepas tengah malam semua orang sudah tidur. Fenomena alam disini sangat mencekam dan menakutkan. Tidak tahu dimana terdengar semacam tembakan meriam, pada jarak yang tidak jauh. Perabotan kaca, lampu, semuanya bergerak dan gempa seperti yang kadang dirasakan ketika badai ada di sana-sini. Ketika di mana guncangan datang dari selatan tidak akan mengejutkan saya jika Krakatau yang menjad sumber  letusan. Pada esoknya dari pukul 12 dan seterusnya harus memasang lampu. Pada pukul 11,30 sebelumnya saya melihat fenomena udara yang bagus dari tenggara Saya bisa menggambarkan ini lebih baik daripada kipas atau burung merak 'warna keperakan terhadap langit abu-abu, seperti yang terlihat di langit-langit atau juga sebuah topan di Teluk Benggala. Setelah seperempat jam, fenomena menghilang, auman di kejauhan berakhir, dan kemudian arus hujan abu yang begitu menenggelamkan udara di mana-mana, menjadi gelap, lalu lampu dinyalakan.

Bataviaasch handelsblad, 03-09-1883 menambah halaman baru untuk menampung dan memuat berita terakhir yang diterima dari Residen Banten, sebagai berikut: Secara umum tidak ada yang terdengar tentang suasana hati penduduk pribumi di wilayah ini terhadap pemerintah [Pesan-pesan yang kami dengar,  menyebutkan semangat buruk penduduk pribumi di depan orang-orang Indo Eropa, bukan dari pemerintah. Kami telah mengkonfirmasi pesan itu berdasarkan informasi yang lebih lanjut diperolah].

Memang benar bahwa di sana-sini sulit untuk mendapatkan sebanyak mungkin pekerja sukarela seperti dalam keadaan sulit yang dialami akan diinginkan; tetapi ini berasal dari kenyataan bahwa setiap orang masih terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, untuk memahami bahwa kepentingan umum berjalan sebelumnya, setiap orang telah menderita kurang lebih dan dengan demikian mencoba terlebih dahulu dan terutama untuk memperbaiki kerusakan yang diderita.

Subjek di salah satu koran dengan demikian dikomunikasikan kepada saya oleh orang-orang kepada siapa hal itu terjadi. Di desa Djakar, dekat Kareo, di distrik Anjer, datang, mereka menemukan keluarga Loijsen Dillié, beberapa penduduk wilayah itu, dan pengungsi pribumi dari Anjer bersatu di dekat Misigit. Untuk pergi ke mereka diminta kepada mereka: ‘Orang poeti tida boleh pegi di mesdjid (kata-kata ini disampaikan kepada saya oleh pelayan Kamil kepada keluarga Dellié. Untuk memasuki sebuah rumah, mereka dilarang oleh seorang wanita, sementara seseorang menambahkan kata-kata yang didengar istri Dilie: “Kasian Njonja orang Atjeh bikin tjelaka sama kompeni.  Selanjutnya, baik keluarga maupun orang lain tidak ada yang seperti itu, Meskipun dengan sedikit kesulitan, dibantu dengan apa dia butuhkan, Insinyur pertama dan Controleur Cate, hampir tanpa ditemani banyak orang dari Carnation tidak melihat apa pun yang menjadi perhatian. Saya juga menghubungkan kejadian di desa Djakar dengan dorongan spontan perasaan religius yang ditimbulkan oleh rasa takut dan tanpa ada perasaan buruk atau permusuhan yang disuarakan. Semangat umum baik dan tidak mengilhami saya dengan kecemasan sedikit pun.

Menurut laporan yang diterima dari Gubernur Pantai Barat Sumatra dan dari Residen Benkoelen, Palembang dan Banka, dari tanggal 27, 28, 29 dan 30 Agustus, gelombang dan getaran udara juga diamati di wilayah tersebut. Namun di Bankoelen, gempa itu terasa tanpa menyebabkan kerusakan. Kantor Residensi, pemukiman Eropa dan rumah guru di dekatnya, serta penjara baru di Palembang, rusak berat. Penduduk Krawang mengirim telegram tanggal 1 (September): Di sepanjang pantai wilayah-wilayah Pamanukan dalam gempa kecelakaan terjadi. Menurut beberapa pesan yang diterima oleh Komandan Angkatan Laut, mercusuar di point-1 Jawa dan Vlakkenhock. Mercusuar Vlakkenhoek tidak mungkin menyalakan cahaya. Selanjutnya, sebuah telegram dari Residen Bantam, dd. 2, sebagai berikut: Bienoewangan (Pantai Selatan) terganggu oleh gelombang pasang. Semua perahu sebanyak 14 telah dibawa oleh laut. Bukan untuk menyesali kehidupan orang; hanya 10 orang dari desa di Poeloe Dcli, masih belum diketahui. Pada peninjauan Jumat dan Sabtu pada pukul 3.0 dan 4.30 (kejutan gempa terasa di Menes, dan pesan dari Direktur Pekerjaan Umum melaporkan: Inspektur Pos dan daerah Layanan Telegraf Anjer menyelidiki jejak kabel, ditemukan ujung tanah dalam kondisi yang relatif baik, terpapar di banyak tempat. Di tempat di mana rumah kabel berdiri, kabel ditemukan. Pada terumbu di lautan, massa kabel yang saling menembus mungkin terlihat dari lembah kabel. Fondamenten telegraafkantoor masih ada. Diselidiki tetapi tidak menemukan apa pun. Ketika mayat ditemukan, kuli menolak penyelidikan lebih lanjut. Kapal di Selat Sunda untuk melakukan. Tidak ada yang ditemukan. Di sepanjang pantai mencari tanpa hasil. Residen meminta agar patroli dilakukan pada wilayah ini jika memungkinkan, karena banyak orang ditemukan khawatir terjadi perampokan.

Berita Hari Kesembilan, Selasa 04-09-1883: Kapal Penjelajah Angkatan Laut di Telok Betong Terdorong Gelombang Laut ke Darat Satu Setengah Paal

Hingga hari kesembilan situasi dan kondis di Telok Betong belum begitu jelas. Namun demikian penjelasan Controleur Katimbang, Beyerinck sudah mulai menunjukkan informasi yang lebih banyak tentang Telok Betong. Saat ini, Controelur Ketimbang Beijerinek, serta keluarganya, yang mendapat luka bakar sudah di Batavia. Berikut adalah informasi lebih lanjut yang diperoleh dari Controeluer.

Tiga kali ia mengirim pesan ke Residen (di Telok Betong), tetapi ia tidak pernah menerima balasan. Dia bertemu dengan penduduk pribumi yang mengatakan bahwa Telok Betong dan kampung-kampung di sekitarnya hancur total. tetapi Residen di Tandjong Karang aman. Controleur itu juga mengatakan bahwa 32 kampung hancur di lingkungan Ketimbang. Dia memperkirakan jumlah orang yang tenggelam 1.000 orang, jumlah yang meninggal karena abu sebanyak 2.000. Dia merasa bahwa bantuan makanan sangat dibutuhkan. Dia juga takut akan gangguan kampung-kampung anarkis. Di bagian Ketimbang, banyak badan manusia tampak tidak terkubur, sementara Radja Bassa juga.

Sebagai hasil dari komunikasi dari Beijerinck  hari ini (04-09-1883) pelayaran dengan bantuan 700 pikul beras dan garam untuk penduduk yang menderita. Di atas kapal, letnan angkatan laut dan ajudan Gouverneur Generaal Koster, Dr. Vorderman, dan sepuluh penjaga dan 20 orang rantai (tahanan) dengan barang-barang anggur dan alat makan. Lamponger, Hadji Mohamad Saleh yang terkenal, yang membawa Controleur Beijerinck kesini (Batavia), ikut sebagai pemandu. Menurut pengumuman selanjutnya dari Controleur tersebut, disposisi penduduk Lampong tidak semenguntungkan seperti yang dibayangkan pada awalnya. Dia tidak mendapat bantuan hanya dari satu kepala. Kesulitan terbesar pada rute dari Kali Anda ke Telok-Betong dan sekitar Teluk Blantong, tempat gelombang pasang menghancurkan jalan. Jika penjangkauan tidak mungkin, upaya akan dilakukan untuk menyeberangi laut dan mendarat di suatu tempat antara Teluk Blantong dan Telok Betong. Panduan Hadje Mohauiat Saleh bisa menjadi layanan hebat dan Anda memiliki semua harapan bahwa Telok-Itetong akan tercapai, meskipun dengan usaha keras.

Peta Telok Betong (1883-1885)
Pelayaran (ekspedisi) yang dilakukan kapal tongkang ‘Kediri’ yang berakhir dengan penyelamatan Controleur Ketimbang dan keluarga, disusun menurut pernyataan lisan oleh kapten JA 't Hoen: Kamis (30-08-1883) pagi jam setengah delapan, dari Priok berangkat dengan inspektur Epple, Rotting dan Weber. Saya melewati Sint Nicolaaspunt pada pukul satu siang. Di tanjung St. Nicholas Point tidak melihat apa-apa selain massa mengambang di atas laut. Di Sint Nicolaaspunt, laut mulai ditutupi dengan mayat-mayat penduduk asli, puing-puing, bambu, dan lainnya. Dari titik utara dan setengah jauhnya Toppershoedje dan Dwars dimana mereka melewatinya pada pukul setengah lima, mereka mulai bertemu batu apung di tengah laut. Aliran mengalir di sekitar barat daya. Pukul setengah enam, harus berhenti karena injeksi kapal diblokir (pompa sirculation dibuka on board, tidak ada yang terputus-putus, bagaimanapun, bekerja lambat, berhenti pukul 10.30 dengan demikian bergerak lagi. Kemudian berlabuh di Varkenshoek. Kemungkinan Poeloe Tiga sepanjang malam akan dikelilingi batu apung. Pada hari Jumat (31-08-1883) pukul 6 jangkar dibongkar dan mulai bergerak Berulang kali berhenti karena rintangan yang buruk. Pada jam 8.15 berlabuh melewati Poeloe-tiga. Dua penumpang pribumi berlayar untuk membersihkan injeksi di luar kapal. Bergerak kembali pada pukul 15.00. Pada pukul 9.15 semuanya diblokir lagi, dan jangkar. Injeksi dibersihkan lagi dengan penyelam. Pukul 11.30 berlabuh. Itu berlangsung sampai jam 1.15  ketika batu apung dengan lapisan padat 28 English duimen suitte yang terus-menerus. Aliran yang mengalir di utara tampaknya mengubur batu apung lebih tinggi lagi di teluk Lampong. Mereka kemudian mendekati barat daya dari tiga pulau Chindong di arah NNO. Diasumsikan bahwa masih ada 5 Eng duimen suitte bermil-mil jauhnya dari pulau itu. Ketika sungai telah merapikan lapisan dimana beberapa ratus meter telah didorong melalui kanal kapal. Kembali bergerak pada pukul 2.10 ke arah ZO, karena diputuskan Telok Betong, karena tidak praktis, menyerah. Upaya berjalan di atas batu apung gagal total, orang-orang tenggelam di dalamnya. Kemudian bergerak di sepanjang pantai untuk melihat apakah ada rumah atau orang untuk dilihat. Bergerak ini berlangsung sangat lambat, berulang kali berhenti karena injeksi terus menerus diblokir. Pada pukul sepuluh, kapal uap Bijlandt datang. Kami ingin berbicara dengan Bijlaadt. Bijlandt berbalik. Inspektur Epple, kapten Hoen, dan Mr. Kotting pergi ke Bijlandt. Memperingatkan kapten bahwa menembusnya lebih lanjut tidak mungkin. Oleh karena itu Bijlandt berangkat sambil mengambil alih paket pos dari tongkang Kediri. Sementara itu injeksi Kediri telah dibersihkan, dan pada pukul 4.50 kembali bergerak. Pada pukul 15.00, lapisan batu apung yang kokoh ditemukan lagi, sehingga kami kembali membuang sauh. Pada pukul sepuluh terlihat bukit barisan yang menonjol, Goenoeng Radja Basa di SE- O. dan P'oeloe Tiga ZO. Pada pukul 11 malam, lapisan batu apung telah digerakkan cukup banyak, tetapi karena kegelapan, laut yang tinggi dan laut dengan angin kencang dari ZW. maka berlabuh sampai pagi 6.15. Kemudian bergerak lagi. Pada pukul 7 mereka menemukan rumah bambu di Kali Anda. Dalam tujuh depa air, seseorang pergi ke sana sebagai jangkar utara air terjun di pantai (mata air panas). Kapten Hoen bersama tuan-tuan Kotting dan Weber pergi ke darat dimana penduduk pribumi bersama Controleur dengan keluarganya terluka parah. Setelah menyusuri selama satu jam, sebuah kampung yang setengah terbakar tiba dan ada Controleur Beijerinek, istri dan 2 anak kecil (satu sudah meninggal!), Yang semuanya telah terbakar parah. Petugas Tokaija juga terluka parah akibat hujan abu yang bercahaya, yang telah menimpa mereka setelah mereka meninggalkan rumah-rumah mereka yang robek oleh air, dan orang-orang ini takut ke pantai, penduduk juga enggan untuk mengangkut orang-orang malang. Secara umum, ada keengganan besar untuk ada di antara populasi. Atas permintaan Controleur 6 karung beras dan 5 kg garam pertama dari persediaan Kediri didistribusikan diantara penduduk. Setelah itu kapal oengangkut bolak-balik enam kali antara pantai dan kapal, sehingga orang-orang yang disebutkan di atas adalah seorang wanita pribumi, seorang Arab dan tiga penduduk asli sudah berada di atas kapal. Pada pukul 2.45 di dan di sepanjang pantai. Pada pukul 3.15 sore, seorang pria dari Batavia berada dekat dengan Varkenshoek. Di kapal ini seorang (Chineesehe pedagang lada dari Telok Betong yang telah mengambil orang pribumi yang terluka dari salah satu pulau). Ketika orang itu mengetahui bahwa Telok Betong tidak terjangkau, ia memanfaatkan tawaran dan tambangaiinya itu ditarik oleh Kediri dibawa ke Batavia. Setelah berhenti sesekali karena lapisan batu apung yang ditemui, mereka mencapai hari Minggu (2-09-1883) pukul 7 pagi di Tandjong Priok. Orang-orang Eropa yang terluka dibawa ke rumah sakit, penduduk pribumi ke kota. Akhirnya, mereka terdaftar bahwa Controleur Beyerinck diberi tahu oleh penduduk pribumi yang datang dari Telok Betong bahwa tempat ini telah dihancurkan dan tampaknya semua orang Eropa lenyap, kecuali Residen yang menyelamatkan hidupnya,  sementara rumor lain telah diketahui bahwa kapal yang jangkar (kapal penjelajah atau kapal angkatan laut pemerintah) telah dilemparkan satu setengah paal ke daratan di tempat itu. Sementara diklaim bahwa kapal Maria benar-benar lenyap.

Laporan lain dibertitakan bahwa Mr. S. dari Anjer sekarang nerada di penampungan di Batavia, sementara istri dan dua anaknya saat berada di Anjer, kedua anak itu tenggelam, sedangkan Ny. S. diselamatkan, tetapi dia sangat terluka sehingga dia dirawat di Serang, dimana kondisinya sedang memburuk sehingga dia meninggal pada Sabtu malam, sehingga Mr. S. melihat dirinya sendir. Berita lainnya adalah Direktur pos dan telegraaf akan mengirim Inspektur Layanan Pos dan Telegraf ke Distrik Lampong. Tujuan perjalanan ini agar sedekat mungkin ke tempat ibukota di Telok Betong untuk mendirikan kantor telegraf dan untuk menghubungkannya dengan garis naik ke utara, di mana sambungan telegraf dengan Palembang akan diperoleh komunikasi antara Telok Betong dan kota-kota di Jawa.

Berita Hari Kesepuluh Rabu 05-09-1883:

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar