Minggu, 24 Januari 2021

Sejarah Museum (5): Perdagangan Benda Kuno dan Barang Antik di Indonesia Tempo Deoloe; Egbert Willem van Orsoy de Flines

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Museum dalam blog ini Klik Disini 

Dalam sejarah Indonesia, perdagangan barang kuno dan benda antik sudah ada sejak era VOC. Perdagangan ini mulai intens ketika Radermacher menginisiasi pendirian lembaga ilmu pengetahui dan seni di Batavia (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen). Lembaga yang didirikan tahun 1778 mulai mendirikan perpustakaan dan museum. Meski pendirian museum tidak dimaksudkan untuk meningkatkan perdagangan benda kuno dan barang antik, hanya untuk menyimpan yang dapat dilihat oleh publik, tetapi kenyataannya perburuan benda kuno dan barang antik telah menciptakan market tersendiri.

Pengertian benda kuno dan barang antik dibedakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Barang antik adalah barang kuno yang bernilai seni atau benda budaya, sementara barang kuno adalah barang yang berasal dari zaman purba. Dalam hal ini museum tidak hanya untuk tempat menyimpan dan memamerkan ke publik tentang barang atau benda kuno dan barang antik tetapi juga ada yang secara khusus untuk menyimpan dan memamerkan barang produk industri yang sudah lama (tidak kuno dan juga tidak antik), spesimen spesies atau varitas flora dan fauna. Sedangkan perpustakaan (bibliotheek) menurut KBBI adalah (1) tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku dan sebagainya; (2) koleksi buku, majalah, dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari, dibicarakan. Dalam hal ini perpustakaan dapat menyimpan koleksi yang lama atau yang baru. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan perpustakaan dan museum ini secara paralel lapak dan toko di pasar-pasar atau tempat tertentu.

Salah satu kolektor benda kuno dan barang antik pada era Hindia Belanda adalah Egbert Willem van Orsoy de Flines. Sang kolektor ini, yang awalnya hanya sekadar sebagai peminat, namun dengan meningkatnya pemahaman dan kemampuannya menganalisis benda kuno dan barang aktik, dirinya kemudian diminta oleh pengurus untuk menjadi salah satu kurator museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Itulah Egbert Willem van Orsoy de Flines. Lantas siapa dia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (33): Haji dan Para Haji di Banten; Pemberontakan Cilegon dan Sejarah Penyelenggaraan Haji Era Hindia Belanda

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Seorang penulis bertanya pada dirinya belum menemukan arsip otentik yang menyebutkan siapa orang Banten pertama yang melaksanakan ibadah haji. Namun dia mengutip satu tulisan bahwa setelah penyebaran Islam pertama di Banten, Sunan Gunung Jati mengajak putranya Hasanuddin menunaikan haji ke tanah suci. Okelah itu satu hal. Jika kita kembali pada pertanyuan penulis tersebut di atas tentu tetap menarik untuk ditelusuri. Sebab sejarah adalah narasi fakta dan data. Sejarah (kesultanan) Banten terbilang sejarah lama, kesultanan yang memiliki data sejarah yang sangat lengkap (relatif terhadap yang lain).

Penyelenggaraan perjalanan haji pada dasarnya baru dimulai oleh pemerintah secara terorganisir pada era Hindia Belanda. Sulit memperoleh keterangan penyelenggaraan perjalanan haji pada era VOC. Hanya penyelenggaraan haji dari Mesir dan Turki yang terinformasikan pada era VOC. Boleh jadi hal itu karena Mesir dan Turki begitu dekat dengan Mekkah (Arabia). Penyelenggaraan perjalanan haji di Mesir dan Turki ini dilakukan melalui darat dengan kafilah unta. Orang-orang (yang sudah beragama) Islam nusantara (Hindia Timur) tentu saja membayangkan Mekkah begitu jauh dan hanya efektif dilakukan melalui pelayaran. Namun dalam konteks pelayaran ini, orang-orang Mesir, Turki, Arab, Persia, Moor sudah hilir mudik berdagang ke nusantara dengan kapal-kapal mereka. Para pedagang-pedagang manca negara ini tentulah sudah banyak yang pernah berhaji. Bagaimana dengan orang-orang di nusantara?

Orang Arab yang sudah berhaji datang ke nusantara adalah satu hal. Orang asing yang sudah lama di nusantara, kemudian berangkat untuk berhaji adalah hal lain. Orang pribumi yang sudah sejak lama beragama Islam berangkat haji ke Mekkah adalah hal lain lagi. Lantas bagaimana dengan penduduk asli Banten melakukan perjalanan haji ke Mekah? Pertanyaan yang terakhir inilah yang mebutuhkan data otentik. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.