Rabu, 14 September 2022

Sejarah Jambi (37): Kapten Amerika Hasut Sultan Jambi Melawan Otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Jambi; Navigasi Amerika


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Ada pahlawan Belanda, ada juga pahlawan Amerika Serikat di Hindia (baca: Indonesia). Namanya Kapten Gibson. Kisah ini sempat membuat ketegangan antara Belanda dan Amerika Serikat (1850-1853). Kapten Gibson ditangkap di Palembang karena ditudu melakukan makar, menghasut Sultan Jambi untuk melawan otoritas Pemerintahan Hindia Belanda di Jambi. Namun di penjara Batavia, Kapten Gibson berhasil melarikan diri (yang diduga difasilirasi Konsulat Amerika).


Jauh sebelum Amerika Serikat menduduki Filipina (1798, pedagang-pedagang Amerika sudah hilir mudik berdagang ke Hindia Timur (baca: Indonesia) pada era VOC/Belanda. Rute kapal-kapal Amerika saat itu Boston-Philadelpia ke Batavia melalui Afrika Selatan (lautan Hindia). Kapal Amerika ke Batavia pertama kali dilaporkan tiba di Batavia setahun setelah Amerika Serikat memproklamasikan kemerdekaannya dari Inggris (4 Juli 1774). Dalam beberapa tahun kemudia Amerika Serikat mulai melakukan aneksasi di Cuba (koloni Spanyol). Gagal. Lalu aneksadi dilakukan di Filipina. Berhasil sehingga Amerika Serikat secara resmi menjadi penguasa di Filipina tahun 1798. Pada tahun 1799 VOC/ dibubarkan dan diambilalih Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Kapal-kapal Amerika terus beroperasi di Hindia yang berpusat di Batavia. Pada tahun 1811 Inggris yang berbasis di India menginvasi Jawa. Kapal-kapal Amerika berpartisipasi aktif dalam mengevakuasi orang-orang Belanda di Batavia untuk dipulangkan ke Belanda (Inggris dan Amerika masih bermusuhan). Pada tahun 1816 Hindia Belanda harus dikembalikan kepada Kerajaan Belanda. Sejak itulah konsulat Amerika didirikan di Batavia dengan hak istimewa. Lalu, adakah keinginan Amerika untuk melakukan aneksasi di Hindia Belanda? Tampaknya ada, dimulai dari Jambi (dan kelak berhasil di Vietnam).

Lantas bagaimana sejarah Kapten Amerika hasut Sultan Jambi untuk melawan otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Jambi? Seperti yang disebut di atas, Amerika Serikat di Filipina sejak 1798 semakin menguat. Apakah ada maksud Amerika Serikat melakukan aneksasi di Idonesia (baca: Hindia Belanda)? Tampaknya iya, akan dimulai di Jambi. Lalu bagaimana sejarah Kapten Amerika hasut Sultan Jambi untuk melawan otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (36): AV Michiels dan A van der Hart; Kisah Pahlawan Belanda di Jambi, di Minangkabau dan di Angkola Mandailing


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Diantara orang Belanda di Hindia Timur (baca: Indonesia) sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda terdapat banyak pahlawan Belanda. Dua diantaranya yang kurang dikenal luas tetapi sangat membekas di wilayah Jambi, Minangkabau dan Angkola Mandailing (Tapanuli). Dua yang terpenting adalah AV Michiels dan A van der Hart. A van der Hart bukan serdadu biasa, tetapi militer humanis. Anak buah AV Michiels ini adalah penakluk Sultan Jambi di Rawas (Jambi), penakluk Tuanku Imam di Bondjol (Padangsche) dan penakluk Tuanku Tambusai di Dalu-Dalu (Tapanuli).


Di Hindia (baca: Indonesia) ada pahlawan Belanda, tentu saja ada pahlawan penduduk asli (pribumi). Pahlawan pribumi di Jambi antara lain Sultan Thaha Syaifuddin (sultan terakhir kesultanan Jambi) dan Raden Mattaher (pejuang kemerdekaan). Kedua pahlawan Indonesia di Jambi ini telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasiona. Musuh Sultan Thaha Syaifuddin bukan AV Michiels dan A van der Hart, komandan dan anah buah yang baru pulang dari Perang Jawa (1825-1830), tetapi musuh AV Michiels dan A van der Hart adalah Sultan Mahmud Muhiddin (1812-1833). Perang Padri yang mulai memuncak pada tahun 1833, akhirnya untuk menyelesaikan perang yang berlarut-larut Overste Michiels dan Letnan A van der Hart yang telah menadapat kenaikan pangka menjadi Kolonel dan Kapten ditugaskan ke Padangsche Bovenlanden untuk memburu Tuanku Imam Bonjol. Dana, berhasil tahun 1838 dimana Kapten A van den Hart dengan detasemennya berhasil masuk ke jantung pertahan Bonjol di puncak bukit. Tuanku Imam Bonmjol menyerah. Lalu tahun berikutnya Kapten A van der Hart berhasil menaklukkan pasukan Tuangki Tambusai di Dalu-Dalu. Pemerintah pusat kemudian mempromosikan AV Michiels menjadi Gubertnur Pantai Barat Sumatra (pertama), dan A van der Hart yang telah mendapat kenaikan pangkat menjadi Luitenant Kolonel menjadi Residen Tapanuli (pertama). Namun kelak keduanya mendapat nasib yang sama: AV Michiels terbunuh di Bali dan A van der Hart di Sulawesi (oleh orang pribumi).

Lantas bagaimana sejarah AV Michiels dan A van der Hart? Seperti yang disebut di atas, keduanya bahu membahu menaklukkan pasukan Sultan Jambi 1833 di Rawas. Uniknya kedua komandan dan anak buah ini berpengalaman dalam Perang Jawa dan Perang Padri dan juga keduanya mengalami nasib kematian yang sama di tangan penduduk. Lalu bagaimana sejarah AV Michiels dan A van der Hart? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.