Selasa, 21 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (307): Pahlawan Nasional Arnold Mononutu; Sekolah Docter Djawaschool, STOVIA hingga GHS Batavia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama Arnold Mononutu tidak seterkenal AA Maramis dan Sam Ratulangi. Namun yang jelas Arnold Mononutu adalah Pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional. Sudah  barang tentu sejarahnya ditulis. Jadi, mengapa sejarahnya ditulis kembali? Sebagai Pahlawan Nasional, narasi sejarahnya haruslah ditulis selengkap mungkin. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Sejauh data baru ditemukan, narasi sejarah Arnold Mononutu haruslah dilengkapi.

Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu atau Arnold Mononutu (4 Desember 1896-5 September 1983) adalah pahlawan nasional,  pernah Menteri Penerangan, anggota Majelis Konstituante dan rektor Universitas Hasanuddin serta dubes pertama untuk Tiongkok. Arnoldus Mononutu lahir di Manado, ayah Karel Charles Wilson Mononutu dan ibu Agustina van der Slot. Baik ayah dan kakeknya adalah tokoh terkemuka. Ayahnya seorang pegawai negeri (ambtenaar). Kakeknya bernama Arnold Mononutu adalah orang Minahasa pertama studi di dokter pribumi (STOVIA). Saat Mononutu usia dua tahun, ayahnya ditugaskan ke Gorontalo dan sekolah di ELS Gorontalo yang kemudian dilanjutkan di Manado. Pada tahun 1913, Mononutu melanjutkan studi ke HBS di Batavia dimana ia bertemu dan berteman dengan AA Maramis dan Achmad Subardjo. Pada tahun 1920, Mononutu berangkat studi ke Belanda. Setelah beberapa tahun mengambil kursus persiapan untuk mendaftar di universitas, ia memutuskan untuk mendaftar di Akademi Hukum Internasional Den Haag (Académie de droit internasional de La Haye di Den Haag). Pada awalnya, Mononutu tidak memiliki jiwa nasionalisme, namun, setelah bergabung di Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging) di Belanda, rasa nasionalisme mulai tumbuh. Dia menjadi lebih terlibat dalam organisasi dan terpilih sebagai wakil ketua pada periode yang sama dimana Mohammad Hatta terpilih sebagai bendahara. Ketika Soekiman Wirjosandjojo menjadi ketua Perhimpunan Indonesia, Mononutu diminta untuk mewakili organisasi hadir dalam forum organisasi-organisasi mahasiswa di Paris. Mononutu kembali ke Indonesia pada bulan September 1927.(Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Arnold Mononutu? Seperti disebut di atas, Arnold Mononutu berasal dari Minahasa (Manado) dan melanjutkan pendidikan di Jawa (Batavia). Lalu bagaimana sejarah Arnold Mononutu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (306): Siapa Saja Pribumi Jadi Warga Negara Belanda; Orang Pribumi Hindia Kewarganegaraan Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia hanya ada buku berjudul Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950 yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia, 2008. Judul aslinya yang ditulis Harry A Poeze tidak demikian. Buku bagian pertama yang berisi tentang orang-orang pribumi (baca: Indonesia) di Belanda. Namun sejauh ini belum ada yang menulis tentang siapa saja orang pribumi yang menjadi warga negara Belanda (pada era Hindia Belanda). Ternyata jumlahnya banyak, termasuk Hadji Agoes Salim.

Pada era Pemerintah Hindia Belanda tidak diperbolehkan memiliki dua kewaeganegaraa. Menurut undang-undang Belanda yang berlaku hanya satu. Warga Negara Belanda banyak di Hindia (selain asli orang Belanda juga yang sudah dinaturalisasi dari warga negara Eropa lainnya). Dalam peraturan Pemerintah Hindia Belanda, kelas warga negara dibagi tiga: Eropa/Belanda, Timur asing dan pribumi. Orang Jepang disetarakan dengan Eropa/Belanda. Orang non-Belanda dapat dinaturalisasi menjadi warga negara Belanda, termasuk pribumi. Pribumi yang sudah dinaturalisasi akan disetarakan dengan orang Eropa/Belanda. Proses naturalisasi dilakukan pemerintah (melalui pengadilan). Pada tahun 1898 muncul gagasan orang Kristen (bilangan besar di Tapanoeli, Minahasa dan Ambon) akan disetarakan dengan orang Belanda. Gagasan ini ditentang seorang jurnalis di Padang Radjieoen Harahap gelar Dja Endar Moeda. Dia berpendapat tidak perlu, bagaimana orang sekampongnya di Tapanoeli disetarakan dengan orang Eropa/Belanda semantara sama miskinnya dengan orang Islam (sama-sama makan nasi, ikan asing dan daun singkong). Sejak itu gagasan tersebut meredup. Lalu kemudian yang muncul adalah gagasan menaturalisasi (setara Belanda) terhadap orang-orang terpilih (kesesuaian dua belah pihak; antara pemerintah dan yang calon yang akn dinaturalisasi). Satu kasus di Medan menjadi heboh, Tjong Jong Hiang dirumorkan memiliki dua kewarganegaraan (Belanda dan Tiongkok).

Lantas bagaimana sejarah orang-orang pribumi (Indonesia asli) menjadi warga negara Belanda (naturalisasi)? Seperti disebut di atas, proses naturalisasi banyk dan semakin banyak dari waktu ke waktu. Sebaliknya dwikewarganegaraan akan terkena hukuman pelanggaran. Hampir tidak pernah ditemukan kasus, setelah dinaturalisasi lalu kemudian membatalkannya. Lalu seiapa saja penduduk asli (Inlander) yang menjadi warga negara Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.